Nyonya Lidia tidak memiliki cara lain selain menyentuh titik kelemahan Maziya.
“Kalau kamu nggak mau jadi menantu Mama, Kamu bisa datang ke pemakaman Mama sebagai keluarga satu-satunya yang Mama miliki. Mama lebih baik mati daripada hidup menggelandang.”
Maziya merasa pikirannya melayang, dia sudah kehilangan semua keluarganya. Dia selalu merasa bahwa keluarganya pergi karena ia gadis yang sial. Jika Nyonya Lidia juga meninggalkannya, apa yang bisa ia lakukan lagi. Apakah ia memang ditakdirkan untuk menghabisi semua orang yang dekat dan menyayanginya.
“Apa aku bisa berpura-pura menginginkan uang dan Aset saja sebagai alasan pernikahan Ma”
“Iya itu alasan yang bagus dan realistis sayang, Mama setuju. Anggap kamu bantu Mama biar nggak jadi gelandangan oke. Kamu bantu untuk membalas kebaikan Mama selama ini.”
Nyonya Lidia juga tidak berniat menyinggung masalah ia bersedia merawat Maziya karena ia melakukannya tanpa tekanan dan sangat suka hati. Tetapi apabila hal itu dapat menjadi tekanan untuk Maziya, maka ia tidak punya pilihan lain.
“Aku benar-benar nggak akan bisa membalas semua yang sudah Mama lakukan. Tapi Ma, kayaknya aku tetap nggak bisa, aku akan ganti semua pengeluaran Mama dengan kerja gimana?.”
Tidak putranya sendiri tidak pula dengan Maziya. Mengapa mereka memilih kerja sendiri sementara ada harta yang menganggur di depan mata dan bisa didapatkan dengan mudah.
Nyonya Lidia kini memikirkan rencana daruratnya.
Ia berlutut sambil menangis, memohon agar Maziya mau menjadi menantunya. Mau membantunya sekali saja sebagai satu-satunya yang ia minta, karena sudah merawat Maziya sejak kecil. Sebagai hal terakhir yang ia pastikan pada sahabatnya Tya, bahwa putri dari sahabatnya itu dapat memiliki hidup yang bahagia.
Maziya sangat menyayangi Nyonya Lidia sama seperti Mamanya sendiri. Apalagi dahulu Ibu kandungnya memintanya agar tidak pernah melupakan apa yang sudah dilakukan Nyonya Lidia terhadap keluarganya.
Bukankah hanya menikah selama 3 tahun. Ia bersama dengan Azkan sejak masih berusia 8 tahun sampai 17 tahun. Setidaknya saat itu ia tahu kalau Azkan orang yang baik meskipun perkataannya menyakitkan dan sifatnya yang keras kepala juga sadis mulai terlihat saat membencinya dan menganggapnya parasit.
Jika mereka bercerai, bukankah Maziya tidak akan kehilangan apa pun. Dia masih muda dan memiliki Serziano Property serta uang 100 Mliyar. Dia bisa mencari laki-laki sembari bersenang-senang menikmati uangnya.
Bahkan jika ia masih menyukai Azkan, ia bisa menyimpan semua kenangan di hatinya dan kemudian menikmati hidup dan kesendirian dalam gelimang harta. Maziya tersenyum pongah memikirkan otaknya yang mudah beradaptasi dengan kenyataan.
“Ya udah Ma, Aku mau”
“Makasih Sayang” dalam sepersekian detik, Nyonya Lidia sudah bangkit dan memeluk Maziya.
“Tapi, Mama harus lakuin sesuatu biar Kak Azkan juga setuju Ma..”
“Mama bisa atasi dia, kamu hanya perlu persiapkan diri dan jangan berbah pikiran bahkan saat dia menemui atau mengancam kamu”
......
Kali ini Nyonya Lidia tinggal mengurus putranya...
Di tengah rapat para petinggi di perusahaan, Nyonya Lidia masuk dengan angkuh dan tegap mengambil alih sesaat pengeras suara di mimbar. Ia mengumumkan pernikahan antara Azkan dan Maziya bulan depan dan berharap semua rencana penting tidak dilakukan hari itu.
Meskipun Azkan sendiri terkejut, tampaknya para petinggi merasa senang karena beberapa rumor miring yang menghampiri Azkan yang tidak cocok menduduki posisi CEO tampaknya akan segera menghilang.
Seusai rapat berlangsung setelah gangguan Nyonya Lidia. Azkan segera bergegas menemui Mamanya yang sudah pasti berada di ruangan Tuan Alam, Papanya.
Azkan masuk ketika Nyonya Lidia sedang menikmati tehnya.
"Maksud Mama tiba-tiba ngomongin hal nggak masuk akal apa Ma?"
“Apa kurang jelas, kelihatannya semua orang paham maksud mama, ekspresi mereka kayak gini nih.” Nyonya Lidia menampakkan ekspresi kekaguman dari para petinggi Perusahaan.
“Mereka kaget Ma, bukan kagum.” Tuan Alam berbicara.
“Jadi Papa masih nggak setuju setelah kita bahas ini selama berhari hari?”
Nyonya Lidia menatap suaminya. Azkan juga mendelik berbalik menatap Papanya meminta penjelasan. Posisi Tuan Alam kini di ujung tanduk. Ia menghargai pilihan anaknya tapi juga takut dengan istrinya yang nekat.
Nyonya Lidia menarik nafas, titik kelemahan suaminya adalah hal yang paling mudah di dunia.
“Kalau Papa Nggak setuju, kita cerai.”
Itulah kata-kata nekat yang akhirnya membuat Tuan Alam langsung diam dan ikut memaksa Azkan agar menerima pernikahannya saja.
“Aku nggak bisa menikah dengan parasit itu Ma, Pa” Azkan menatap serius kedua orang tuanya.
Nyinya Lidia meremas jemarinya “Parasit?. Lalu kamu mau harta kita disumbangkan begitu saja dan kita sebagai pemilik harus jadi pengemis. Bukankah akhirnya kamulah yang jadi parasit yang menghabiskannya Azkan.”
“Oke kalau itu memang hal yang Mama takutkan”
Nyonya Lidia kini mengangkat wajahnya, perlahan memeluk putranya. Pasti putra yang ia kandung tidak Setega itu kan.
“Mama tahu kamu nggak akan tega buat bikin Mama jadi gelandangan”
“Aku bisa cari orang lain Ma” ujar Azkan dengan tenang.
“Orang lain?. Kamu mau cari dimana? , kamu sendiri yang bilang tidak mudah mencari seorang istri. Mama sudah membantu kamu mencari perempuan yang bersedia dan cocok buat kamu tapi kamu malah nolak”
“Bukan gitu Ma, aku aku masih ada banyak waktu sebelum 27 tahun. Aku pasti bisa cari seseorang. Asalkan bukan gadis itu Ma”
“Maksud kamu asalkan bukan Maziya?”
Azkan mengangguk.
Nyonya Lidia juga yakin kalau Azkan memilih secara acak karyawannya yang jomblo dan telah disurvey oleh Barga pasti ada yang mau. Tapi, Nyonya Lidia hanya menginginkan Maziya bukan perempuan lain.
Kalau begitu, pakai lagi titik Kelemahan dari putranya, cara itu berhasil untuk Maziya dan suaminya. Sedangkan Azkan adalah putra kandungnya sendiri, tidak mungkin akan bersikap tidak peduli padanya.
“Pokoknya kalau bukan Maziya, Mama akan pergi dari rumah dan memutuskan hubungan kita.”
Tuan Alam syok lagi karena pernyataan istrinya yang tiba-tiba ingin meninggalkan rumah padahal ia sudah mendukung dan tidak mau bercerai.
“Loh Mama kan,,”
“Papa diam dulu!”
“Mama jangan mengancam aku dan Papa. Aku yakin Mama nggak akan benar-benar ingin pergi dari rumah.”
Memang Azkan tahu sifat Mamanya dari dahulu. Semua yang ingin dilakukan Mamanya kebanyakan hanya kata-kata saja. Pernah sekali ingin pergi mencari penginapan baru saja bersama Ibu kandung Maziya, namun akhirnya tinggal bersama di kediaman Serziano.
“Kali ini Mama serius Azkan. Lebih baik Mama pergi saja dari rumah, kalau di rumah Mama sendiri, tidak ada yang menghargai keinginan Mama.”
“Apa yang sebenarnya diberikan gadis itu sama Mama sih. Kenapa Mama begitu terikat dengannya.” Azkan berusaha untuk tidak marah.
“Tidak ada apapun. Ini keinginan Mama, Azkan. Kalau kamu tetap ingin memilih gadis lain, Sekalipun mereka Miss Indonesia Mama tidak akan pernah setuju.”
Azkan mengacak rambutnya sendiri. Benar-benar sulit untuk berbicara dengan Mamanya apalagi jika Mamanya telah membuat keputusan.
“Aku mau bicara dulu sama gadis itu Ma.”
“Gadis itu punya nama Azkan. Namanya Maziya!. Ziya, kamu juga bisa memanggil nama akrabnya atau panggil sayang saja!” Masih sempat-sempatnya Nyonya Lidia meminta hal itu pada situasi tegang.
“Okeee, gadis itu..." Azkan menarik nafasnya,
"Maziya, aku yakin kalau dia yang bicara Mama pasti akan percaya kan?. Lebih dipercaya dibanding putra kandung Mama sendiri.” Azkan menyindir halus Mamanya.
“Dia juga putri Mama, tidak ada alasan untuk tidak mempercayainya.”
“Dia putri Mama?. Apa aku bukan putra Mama?”
“Kamu sudah dewasa Azkan, apa kamu masih mempertanyakan hal itu?”
Sepertinya jika terus berdebat, mereka tidak akan pernah selesai. Nyonya Lidia tidak akan pernah mengalah jika merasa dirinya benar.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments