Maziya kesusahan memasukkan buket yang super besar itu hingga harus dibantu Nyonya Lidia yang sudah duluan masuk karena ia mengetahui sandinya. Belum sempat Nyonya Lidia duduk di sofa, Maziya sudah bertanya apa maksud perkataannya pada dirinya dan juga Miko usai meletakkan buket di sofa.
“Bukannya Mama yang disuruh duduk, kamu malah kasih sofa buat buket bunganya.” Nyonya Lidia menatap sinis pada buket bunga yang ia beli sendiri itu.
“Iya maaf Ma, Mama cemburu sama buket Mama sendiri.” Maziya meletakkan buket itu ke meja dan mempersilahkan Nyonya Lidia duduk.
Nyonya Lidia mengipasi lehernya. “Mama haus”
“Bentar Ma” Maziya bergegas mengisi air dari meja di dekat dapurnya dan memberikannya pada Nyonya Lidia.
Nyonya Lidia memperhatikan betapa perhatiannya Maziya padanya. Ia tidak bisa membayangkan kalau menantunya adalah orang lain. Berpisah dari Maziya pasti akan membuatnya stress dan sangat kesepian.
Setelah meneguk air minum beberapa kali, Nyonya Lidia langsung menceritakan apa yang terjadi tak lebih tak kurang termasuk keputusannya untuk menjadikan Maziya sebagai menantu. Maziya paham maksud Nyonya Lidia untuk menjaga warisan tersebut agar tidak jatuh ke tangan orang lain.
“Apa kamu keberatan sayang?”
“Aku paham maksud Mama, tapi masalahnya Kak Azkan Ma. Mama tahu sendiri seberapa besar dia benci sama aku”
“Sudah bertahun-tahun berlalu, waktu itu kamu juga masih muda.”
"Itu menurut Mama, padahal sekarang aku juga masih sama. Bahkan lebih parah dan tak tahu malu. Dia selalu berpikir aku seperti parasit. Mama juga tahu kebiasaan aku menghabiskan uang tidak berkurang sedikitpun.”
Maziya menggaruk tengkuknya sendiri. Memang hal itu tanpa sadar membentuk sebuah kebiasaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Apalagi Nyonya Lidia tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut dan bahkan selalu memberikannya jatah belanja setelah asik menjadi teman curhat dan menemani Nyonya Lidia ke acara - acara penting.
“Mau gimana lagi, sekarang usianya mau habis dari 26, susah payah Mama negosiasi sama pengacara kalau selama dia masih belum berusia 27 tahun berati masih ada waktu, tapi dia nggak ada usaha.” Nyonya Lidia menghabiskan air minumnya karena kesal memikirkan putra semata wayangnya itu.
“Bukannya Kak Azkan suka sama Kak Rasti ya Ma. Makanya dia nggak pernah serius sama mantan-mantannya yang Cuma dipacari selama sebulan”
“Siapa suruh dia terlalu lamban. Mama juga kalau jadi Rasti pasti akan memilih Randy, secara Randy itu dengan tegas menyatakan perasaan bukannya diam-diam perhatian sampai nggak sadar kalau dia udah ditikung.”
“Tapi itu pesona Kak Azkan Ma, perhatiannya benar-benar menarik hati, dia memperlakukan aku seperti adiknya. Sayangnya dia nggak pernah baik lagi sama aku Ma, apalagi sejak aku bilang kalau aku suka sama dia, langsung berubah sikapnya seolah aku sampah. Bahkan aku harus pakai topi, pakai kaca mata, duduk menunduk sampai leher sakit waktu dia datang dan mengisi kuliah tamu di kampus aku Ma, biar dia nggak lihat aku. Takutnya kalau sampai dia lihat aku dan batal ngisi kuliah tamu Cuma karena ada aku orang yang dibencinya. Kan kasian juga sama temen-temen aku yang ngeidolain dia Ma.”
Tanpa sadar Maziya mengatakan unek-uneknya bagai air mengalir. Nyonya Lidia tidak bisa menahan senyumannya kalau gadis di hadapannya itu sudah bicara apa yang dirasakan. Sikap terus-terang Maziya selalu menenangkannya lebih dari apapun.
Meskipun hal yang dikatakan Maziya itu menyakitkan, tetapi ia tak pernah berpura-pura. Nyonya Lidia tidak akan berusaha menebak-nebak apa isi pikiran gadis itu.
“Kenapa Mama senyum. Pasti Mama bosan ya karena udah sering aku ceritain.”
“Mama nggak bosan, selama kamu melakukannya demi Azkan. Mama senang sayang, karena seenggaknya, kamu selalu menyukainya terlepas dari pandangannya yang cacat logika itu.”
Maziya balas tersenyum, ia yakin Nyonya Lidia tak akan pernah menyudutkannya sekalipun suami dan putranya cacat logika. Ia selalu merasa Nyonya Lidia benar-benar mampu mengisi kekosongan dalam keluarganya.
Perlu diketahui kalau semua saudara dari ayah dan Ibu Maziya bukannya tidak ada. Mereka terkesan lepas tangan apalagi setelah mengetahui kalau Ayah dari Maziya, Tuan Arman terlilit hutang karena pailit sebelum kecelakaan.
Mereka awalnya selalu mengagung-agungkan Ayah Maziya semasa hidup, selalu mengatakan ikatan keluarga tidak akan pernah terputus meskipun mereka terhalang oleh maut. Namun ketika hal yang benar-benar sulit itu terjadi di hadapan mereka, menutup mata dan telinga adalah hal termudah yang dilakukan. Mereka pergi jauh dan menjauh bahkan sampai ke luar negeri hanya untuk melepaskan diri dari gadis sial bernama Maziya.
Maziya selalu berpikir bahwa hanya uang yang mampu menyatukan mereka semua. Dengan uang ia mendapatkan pengakuan, dengan uang ia mendapatkan kekuatan. Itulah hal yang juga membuat Maziya benar-benar suka menghabiskan uangnya. Bukan hanya karena dibully, namun karena psikologisnya yang sudah terikat seperti itu sejak usianya 8 tahun tepat saat ia kehilangan ayahnya. Lalu diusia 10 tahun kembali kehilangan ibunya. Maziya bukanlah si gadis sial, meskipun jika bersamanya dipastikan ada banyak uang yang bisa ia buang.
.......
Maziya terdiam beberapa saat untuk memikirkan jawabannya. Ia berusaha membayangkan bagaimana kehidupannya jika benar-benar menikah dengan Azkan, orang yang dicintainya meskipun orang itu membencinya.
“Pokoknya kamu setuju ya!” Nyonya Lidia menggenggam tangan Maziya menyadarkan gadis itu dari lamunannya yang sudah melebar kemana-mana.
“Maaf Ma, kayaknya aku nggak bisa deh”
“Kenapa? Apa kamu suka sama seseorang?. Apa lelaki tadi Miki itu?”
“Enggak Ma, aku masih menyukai Kak Azkan. Lelaki tadi itu Miko Ma, bukan Miki”
“Kalau begitu bagus”
“Tapi Ma, 3 tahun, itu lama sekali Ma, setara dengan orang yang kuliah dan mengambil studi Diploma”
“3 tahun itu hanya dalam wasiat. Lama kalian menikah ya tergantung dari kalian berdua. Kalian bisa mengubah waktu 3 tahun menjadi seumur hidup.”
Maziya bisa mendapatkan uang sebanyak 100 Miliyar rupiah sebagai biaya hidup serta aset tetap yakni Serziano PROPERTY. Selama menjadi istri Azkan ia bisa menikmati kekayaan yang dimiliki Azkan, sehingga mereka bisa melakukan kesepakatan pernikahan. Azkan bisa mempertahankan warisannya dan Maziya akan hidup nyaman seumur hidup.
Kalau urusan uang tentunya Maziya memang tergoda. Kapan lagi punya uang 100 Mliyar rupiah bahkan memiliki Serziano Property setelah berpisah. Bahkan jika ia mencari pengusaha lain, tak akan ada yang sekaya Azkan dan menyerahkan uang dan aset semudah membalikkan telapak tangan.
“Tapi, uang itu..” Maziya masih merasa ragu.
“Kalau masih kurang, bagaimana dengan aset Mama, Kamu tahu kan Mama juga punya aset yang diberikan Kakeknya Azkan sewaktu mereka melamar. Mama bisa kasih kamu itu juga gimana?. Persetan dengan Azkan, dia bahkan nggak peduli kalau Mamanya bakal jadi gelandangan di hari tua.”
Maziya merasa bingung. Dia memang menyukai Azkan dan ia menyayangi Mama angkat yang sudah jadi Ibu pengganti sempurna untuknya itu. Terlebih lagi, ia sangat menyukai uang untuk mendapatkan kehormatan dari orang lain.
Namun Azkan adalah orang yang sulit ia hadapi, kata-kata Azkan yang menyakitkan lebih tajam dari kata-kata sadis yang keluar dari mulut seluruh murid di SMA nya dahulu. Jangankan 3 tahun, 3 bulan, 3 minggu, bahkan 3 hari saja apa ia akan sanggup menahan itu semua.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments