Tanpa sepengetahuan suami dan putranya, Nyonya Lidia diam-diam membeli apartemen atas namanya sendiri untuk ditinggali Maziya. Apartemen itu benar-benar berasal dari uang sakunya sendiri dan selalu ia niatkan untuk keperluan mendesak Maziya. Apartemen itu cukup biasa, namun memiliki sistem keamanan yang sangat luar biasa karena dipasang oleh profesional yang diminta oleh Nyonya Lidia sendiri.
Biasanya ketika sedang suntuk, Nyonya Lidia pergi menemui Maziya tanpa diketahui oleh orang lain kecuali supir kepercayaannya Pak Cipto. Dibanding curhat dengan suami dan putranya yang selalu berpikir dengan pandangan dan logika laki-laki, Nyonya Lidia selalu lebih senang bersama Maziya. Mungkin karena sama-sama perempuan, mereka bisa mengobrol dengan sentuhan perasaan perempuan penuh dengan sensitivitas dan feminisme.
Mereka menghabiskan waktu untuk bertukar cerita, hubungan keduanya lebih erat dari yang diketahui siapapun. Ibaratnya, Nyonya Lidia yang paling tahu bagaimana Maziya baik luar dan dalamnya.
Azkan menahan emosinya, “Mama tahu aku tidak menyukainya Ma.”
“Tentu saja, kamu bahkan menolaknya 5 tahun yang lalu dengan kata-kata seperti orang yang tidak pernah disekolahkan” ujar Nyonya Lidia.
“Aku bicara fakta Ma, memang gadis itu...”
“Stop. Azkan, Mama meminta waktu pada pengacara. Selama usia kamu belum 27 berarti wasiat itu masih berlaku bukan untuk mendengar penolakan kamu atas calon yang Mama pilih.”
“Aku oke dengan siapapun asal bukan gadis itu Ma” Azkan tanpa sadar berteriak pada Mamanya sendiri.
“Mama yang tidak akan oke dengan siapapun kecuali Maziya, paham kamu!” Nyonya Lidia bergegas menuju kamarnya sedangkan dua pelayan setianya, Bi Mirna dan Rita mengikuti di belakang.
Azkan memandang Tuan Alam dengan tatapan miris memohon belas kasihan.
“Biar Papa bicara sama Mama kamu, kalau keputusannya sudah bulat. Papa juga nggak bisa bantu.” Tuan Alam berdiri dan berjalan menuju kamar mereka.
Tuan Alam menyuruh dua pelayan yang sedang asik memijit bahu dan kaki Nyonya Lidia untuk keluar sebentar. Ia ingin membicarakan hal yang serius dengan Istrinya. Dua pelayan beda usia Ibu dan anak itu berjalan keluar dengan hati-hati.
Tuan Alam mendekat perlahan, ternyata meneruskan untuk memijit bahu istrinya
“ Ma..” Tuan Alam merendahkan suaranya, ia berhati-hati.
“Kalau Papa mau pijitin Mama supaya Mama berubah pikiran, jangan harap." Nyonya Lidia agaknya tahu maksud suaminya itu.
Tuan Alam berhenti memijit, kini ia memelankan suaranya, setengah berbisik “Apa Mama yakin sama keputusan Mama?”
Kini Nyonya Lidia ikut berbisik “Tentu saja Pa”
“Papa tahu Mama begitu mempercayai sahabat Mama, Nyonya Tya, Papa tahu kepribadiannya. Tapi gadis itu putrinya, Papa....”
“Papa hanya memikirkannya dari pandangan yang sama seperti Azkan. Berapa kali Mama harus bilang kalau semua yang dilakukan Maziya itu ada dalam pengawasan Mama. Berapapun uang yang ia habiskan Mama selalu tahu Pa.”
“Tapi tetap saja dia itu berlebihan Ma.”
“Pa, dia masih muda saat itu, dia melakukannya karena selalu dibully tidak memiliki siapapun dan semua orang terdekatnya berakhir mengenaskan. Menurut Papa apa dia tidak bisa sedikit membanggakan kita sebagai orang beruntung yang masih berada disekitarnya?” Nyonya Lidia bahkan berkaca-kaca menatap suaminya.
Tuan Alam memeluk istrinya dan menenangkannya. Ia tahu alasan itu sejak dahulu. Namun dia seperti air cucuran atap dengan Azkan. Baik itu sifat maupun pikiran, like father like son, Selalu berpikir bahwa istrinya terlalu baik dan memanjakan Maziya sehingga gadis itu bersikap tak tahu diri.
.......
Satu minggu kemudian...
Sebuah buket bunga besar dan penampilan nyentrik khas Nyonya Lidia. Ia mendatangi kampus Maziya sembari untuk memberitahukan kabar gembira.
Dari jarak sekitar 9 kaki, Nyonya Lidia melihat lelaki berkacamata membawa buket bunga di belakang tubuhnya. Tampaknya ia ingin memberikannya pada seorang gadis di hadapannya yang masih asik berfoto dengan teman-temannya.
“Huh, dasar laki-laki, kalau terlalu lamban kamu akan ditikung seperti Azkan.” Gumam Nyonya Lidia menasehati lelaki itu dari jauh.
Nyonya Lidia tidak sengaja mendengar percakapan Azkan dan Barga ketika membahas akan melamar Rasti 5 tahun lalu. Nyonya Lidia tahu Maziya berada dalam posisi tak menguntungkan karena menyatakan perasaan saat Azkan mengalami penolakan dari Rasti yang sudah duluan diambil sahabatnya sendiri.
Nyonya Lidia menekan nomor di ponselnya, siapa sangka yang mengangkat panggilannya adalah gadis yang sedang asik berfoto. Ia baru mengetahui gadis yang ditunggu lelaki itu ternyata adalah Maziya.
Nyonya Lidia merasa kalang kabut, Ia sudah susah payah meminta Maziya agar fokus kuliah jangan sempat pacaran hingga selesai. Ia terus meyakinkan Maziya agar tidak naksir siapapun, berusaha menjaga jarak dengan setiap laki-laki bahkan membuat sikap angkuh.
Nyonya Lidia pastikan Azkan jelas jomblo setelah berpacaran dengan seorang gadis hanya selama sebulan. Ia sudah bertekad bahkan berjanji akan menjodohkan Maziya dan Azkan kalau perlu dengan paksaan asalkan Maziya tetap berhubungan dengannya dan terus menganggapnya sebagai Mama angkat.
Kini bahkan mertuanya yang telah tiada alias Kakek dari Azkan tahu bahwa ia sangat menginginkan Maziya menjadi bagian dari keluarganya. Bisa dibilang, Do’a mereka dikabulkan dengan cara tak terduga.
“ Ja jangan berbalik oke sayang!”
Nyonya Lidia benar-benar tidak ingin lelaki berkacamata itu mendahuluinya. Maziya adalah gadis yang cantik meskipun bertubuh mungil. Wajar saja ia bisa disukai hanya dengan mengandalkan wajahnya.
“Kenapa Ma, Kok Mama kedengarannya panik begitu?” Maziya diam di tempatnya.
Teman-teman Maziya perlahan menghilang menemui keluarga mereka masing-masing. Maziya melambaikan tangan sampai mereka pergi. Lelaki tadi berjalan perlahan mendekati Maziya namun sepertinya kalah cepat dengan Nyonya Lidia.
Siapa bilang ada yang bisa mendahuluiku
“Taraaaaa” Buket besar itu hampir menutupi wajah Maziya.
“Ya ampun Ma, buat apa buket sebesar ini?" Maziya terkejut melihat buket yang sangat indah dengan perpaduan warna Lilac serta pink yang sangat harum tersebut.
"Buat kamu lah.."
Lelaki yang akhirnya bernama Miko Itu menghampiri dengan sopan menyangka Nyonya Lidia adalah Mama kandung Maziya.
"Saya Miko Tante.. Ziya ini Mama kamu ?"
Mendengar lelaki itu berani memanggil Calon menantunya dengan akrab Nyonya Lidia kesal tiba-tiba.
"Fotoin kita ya!" Nyonya Lidia menyodorkan Ponselnya yang mirip dengan Maziya, keluaran terbaru.
Selesai jadi tukang foto dadakan, Miko berniat mengulang perkenalan dirinya. Mungkin yang barusan tidak terdengar oleh mereka.
Dengan tegas Nyonya Lidia mengatakan bahwa Maziya akan segera menikah. Ia menolak basa-basi dari Miko.
“Hah”
Baik Miko maupun Maziya serentak kaget.
“Benar Ziya?” tanya Miko pada Maziya.
“ Iya, saya calon mama mertuanya”
Nyonya Lidia menarik Maziya yang terkejut sementara Miko terdiam di tempatnya. Maziya tidak bisa memberi penjelasan pada Miko dan menurut saja pada Nyonya Lidia untuk segera pergi karena tangannya sudah di tarik.
Miko tertegun dengan buket bunga mawar yang belum sempat ia berikan. Maziya sudah memanggil mama pada calon mertuanya, kesempatan apa yang bahkan Miko miliki karena ia hanya menyukai Maziya secara diam-diam selama 4 tahun. Ia selalu berusaha menjaga lidahnya agar tidak keceplosan menyatakan perasaan.
Kalau saja ia sempat menembak Maziya, pasti hubungan antara mereka akan memburuk. Maziya sudah pasti akan menolak semua pernyataan cinta dari siapapun dan menjaga jarak setelah menolak seseorang.
Jika Miko juga ditolak, kesempatan untuk menyapa Maziya saja sudah pasti akan sangat sulit ia raih. Miko tidak pernah membayangkan bahwa Maziya melakukannya selama ini karena sudah memiliki calon sendiri, bukan karena ingin fokus kuliah.
Sementara itu, Maziya menunggu mobil yang disupiri Pak Cipto sampai ke Apartemennya untuk berbicara serius perihal yang disampaikan mama Angkatnya itu.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments