Neta melepas secepat kilat belitan tangannya pada sang suami, mendelik ganas sesaat sebelum pergi menjauh. Setidaknya begitulah yang ia pikirkan beberapa menit sebelumnya tapi rupanya niat itu terbaca jelas dan sang suami sudah mengantisipasinya lebih dulu. Ia menahan pergerakan Neta dengan memeluk pinggangnya.
"Enggak ada orang lain di sini, jadi berhentilah berpura-pura."
Oke, pria ini benar-benar minta dipukul. Sisi jengkel Neta melejit drastis dalam satu detik. Setelah dengan kurang ajarnya menodai bibirnya di depan umum kini pria itu juga berniat menginvasi kebebasannya? Yang benar saja.
"Berpura-pura?" Adrian mengangkat alis menatap istrinya sok polos. "kamu ini bicara apa, aku hanya sedang mengajak istriku pulang untuk menikmati malam pertama. Tidak ada yang salah dengan itu, ada atau tidaknya orang aku tetap berencana melakukannya."
Tubuh keduanya berdempetan mesrah dalam pandangan umum walau nyatanya sedang berperang kata-kata.
"Udah deh ya, tuan. Enggak ada malam pertama buat kita. Jadi lepasin aja, aku cuma mau nemuin mama, terus pulang. Aku ada piket pagi besok."
Neta memaksa melepas pelukan yang semakin dipererat Adrian.
"Dosa terbesar seorang istri itu membangkang pada suami. Sekolah harusnya ngajarin kamu hal itu. Ayo pulang. Orang tuamu bisa ngurus diri sendiri begitupun anggota keluargamu yang lain."
Neta mendelik ganas, menyumpah dalam pikiran. Adrian lebih gigih dari yang ia pikirkan dan menilik dari keadaan ia tak mungkin akan lepas dengan mudah. Namun bukan berarti Neta tidak memiliki rencana cadangan, ia tahu harus bagaimana setelah ini. Peduli setan dengan pernikahan konyol ini, toh sebulan kemudian mereka akan berpisah.
"Setidaknya kita mesti pamit. Sekalian mau nagih pukulan sama kak Vita. Kamu enggak ada niat mau nanya gitu? Sama mantan calon istri kenapa kabur begitu aja?"
Terlepas dari rasa cinta yang sudah melebihi batas gila itu sang kakak pada suaminya ini. Neta sangat setuju dengan apa yang dilakukannya, jika sebelumnya yang ditunangkan itu dirinya, ia pasti akan melakukan hal sama. Kabur dari pernikahan. Huh! Siapa yang mau nikah sama pria yang hobinya mendesah sama perempuan tak jelas di luar sana ini.
"Kakakmu enggak bakalan lolos, tapi bukan berarti malam pertamaku harus di korbankan juga."
Adrian menyeretnya mendekati mobil metalik merah yang dibenci Neta sampai keubun-ubun. Ia di dorong masuk ke dalam tanpa bisa memberi perlawanan.
Apa yang pria ini rencanakan? Neta menatap waspada.
"Apakah temanmu memberimu semacam obat pe..ng..Ng tadi? Ngapain sih terobsesi banget sama malam pertama."
Adrian menstarter mobil, menyeringai.
"Itu disebut memanfaatkan moment. Semua orang yang menikah pasti ingin menikmati malam pertama. Bahkan meskipun mereka sudah pernah melakukan itu sebelumnya."
Neta melepas napas tak percaya. "Apa kamu baru saja mengaku? Sering melakukan itu dengan banyak gadis sebelum ini?"
"Kamu seharusnya enggak bertanya. Bukannya kamu udah sering liat ya? Meskipun bukan bagian intinya."
Dasar kurang ajar. Neta memutar bola mata bosan. Oh, tentu saja, ia salah dalam memilih pertanyaan. Alasan mengapa ia menjuluki sang suami sebagai pria tukang desah adalah hal itu. Kebiasaan jeleknya dalam bermain bersama perempuan. Neta pernah melihat sendiri dulu sekali meski itu hanya sebatas di bibir.
"Kamu punya kelainan ya?"
Tidak ada penjelasan lebih logis dari itu. Pria dewasa berkelas pemilih semacam Adrian tidak akan mau melakukan hal dewasa pada orang yang dianggapnya tidak layak. Setidaknya begitulah gossip yang ia dengar dari para kakak sepupunya. Ia bahkan menolak Gita yang bertubuh bahenol secara terang-terangan. Jadi Neta berpikir bahwa ia akan selamat dari itu.
Mereka jarang berbicara dan pria itu selalu memandangnya sebagai anak kecil. Pria dewasa yang bersedia berhubungan dewasa dengan anak kecil hanya punya dua kemungkinan dia seorang pedofil atau ia meminum suatu obat. Menurut kakak sepupunya memakai obat untuk membangunkan insting itu hal biasa.
"Justru karena sebaliknya." Adrian tersenyum geli, sedikit banyak ia paham ke arah mana pikiran polos sang istri dan karena itu pula ia ingin sedikit bermain-main. "Kalo kamu pikir aku bakal menolak melakukan hanya gara-gara usia kita beda jauh, atau karena enggak ada perasaan cinta. Kamu sa ..."
Adrian refleks menginjak pedal rem saat lengannya kirinya diserang secara tiba-tiba. Pelakunya tak perlu di cari tahu sudah jelas itu sang istri.
"Bisakah kamu duduk diam? Setidaknya selama perjalanan, atau kamu memang sengaja mengangguku supaya kita bukan hanya jadi pasangan di dunia tapi juga di akherat?"
Dalam mimpimu, Neta bergidik. Sudah cukup buruk takdirnya dituliskan bahwa ia harus menjadi istri pria ini selama sebulan. Ia tidak butuh tambahan bab lainnya bersama pria ini.
Neta melirik sang suami yang sedang fokus menyetir. Ia tampak tentu saja tapi rasanya ada yang mengganjal. Biasanya pada pernikahan paksa seperti ini sang pria akan mengacuhkan sang perempuan tapi ini tidak. Pria ini sangat melenceng dari alur yang biasa ia baca dalam novel picisan. Hal itu tak ayal membuatnya bingung sekaligus khawatir.
Jika Adrian tidak bersikap sama seperti pada tokoh-tokoh pria dalam novel bagaimana dia akan mengatasinya? Ini buruk, ia harus punya rencana.
"Sudah menemukan? Rencananya?"
Neta mengerenyit ketika kepalanya diketuk dengan pelan. Pelaku sang suami menatapnya dengan seringai geli, sedang mengejeknya, yang itu juga melenceng, harusnya Adrian berisikap cuek, mengabaikannya, tidak biasanya ia memang bersikap demikian. Bahkan saat pertunangannya dengan Vita pria itu sangat dingin padahal ia dan sang kakak cukup dekat.
Bagaimana sebenarnya sifat pria ini? Neta benar-benar merasa pusing sekarang.
Di sebelahnya Adrian mendengus melirik dari sang istri sudut mata. Gadis yang beberapa menit lalu jatuh terlelap itu tampak polos. Kepalanya terkulai ke kaca jendela dan penampilannya yang agak berantakan membuat Adrian sedikit bersimpati.
Gadis itu sudah jelas kelelahan. Ini pasti hari yang sangat berat untuk fisik dan mentalnya dan Adrian tak mau mengganggu waktu istirahatnya.
"Gimana? Kau sudah menemukannya."
Adrian bertanya pada suara di seberang sepelan mungkin tak ingin orang yang duduk disebelahnya merasa terganggu.
"Yah, pelakunya ..."
Adrian mengangkat alis, ia tahu ada yang tidak beres sebelum acara pernikahan tapi ia membiarkannya begitu saja. Toh, bukan urusannya apapun yang terjadi pada keluarga Baskoro hanya saja ia tak menyangka bahwa hal itu adalah kaburnya sang calon istri terlebih siapa dalang dibalik insident tersebut.
Adrian baru memerintahkan anak buahnya untuk mencari tahu setelah ritual pernikahan selesai. Setelah mendapati siapa yang menggantikan Vita berjalan di altar. Tadinya ia pikir acara akan dibatalkan jadi Adrian tidak perlu repot-repot menjalani drama pernikahan. Namun siapa sangka keluarga Baskoro akan mengambil langkah lain seperti mengganti sang mempelai. Itu tidak ada dalam perjanjian dan Adrian membuat catatan ia akan mengungkit masalah ini nantinya.
"Apa Baskoro sudah tahu hal ini?"
Pria tua itu pasti marah besar. Adrian bisa membayangkan hukuman apa yang akan diterima sang dalang jika nanti ketahuan.
"Begitu, berpura-pura saja tidak tahu dan awasi saja. Biarkan saja Baskoro menanggung semua resikonya."
Adrian menginjak pedal gas lebih dalam membuat mobil merah yang baru dibelinya itu melaju kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments