Adrian tidak pernah menaruh minat satu kali pun pada cucu-cucu perempuan Baskoro. Baginya mereka hanya benalu menyebalkan yang menggangu hidup damainya. Teriakan genit mereka saat dia tak sengaja berpapasan atau pun kadang di sengaja oleh mereka, sangat memuakkan.
Tingkah laku mereka yang menjijikan seolah sengaja minta dipandang rendah kerap kali membuat Adrian ingin muntah. Bahkan Vita yang disebut-sebut sebagai gadis terbaik di kampusnya dulu. Dia tidak lebih dari rubah licik yang akan memanfaatkan apapun demi kepuasan pribadinya. Dia boleh saja terlihat seperti malaikat tak berdosa di depan umum tapi di belakang Adrian tahu bagaimana tabiat buruknya.
Namun itu masih bisa di toleransi di banding kedua saudaranya yang lain. Wita dan Gita mereka sangat, sangat, menjijikan, lebih dari para kupu-kupu penghibur yang sering di sewa teman-temannya. Setidaknya calon istrinya nanti masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Makannya Adrian bersedia merelakan waktu beberapa bulannya untuk gadis itu bermain peran sebagai suami istri sampai tujuannya tercapai.
Adrian sudah bersiap diri untuk semua itu dan merencanakan akan bagaimana menjalani rumah tangganya nanti. Namun tampaknya takdir sedang tidak merestui niatnya dan membengkokkannya dengan cara paling menyebalkan, menurut Adrian pribadi.
Demi tuhan, dewa, atau siapapun penulis takdir itu. Mengapa harus gadis itu? Adrian tidak bisa berhenti untuk mengumpati apa yang terjadi.
Dari semua hal yang paling mungkin mengapa harus gadis itu. Cucu bungsu dalam keluarga Baskoro. Adrian tidak pernah menganggap gadis itu ada tapi tidak juga melihatnya seperti saudaranya yang lain.
Dalam pandangan Adrian dia sama seperti gadis kecil pada umumnya yang akan di anggap gadis tapi tak memiliki arti sama sekali. Setidaknya Adrian tidak akan memberinya penilaian seburuk saudaranya, tapi di sanalah letak permasalahannya. Dia bisa melakukan tindakan tidak terpuji pada saudara gadis itu, tapi gadis itu? Dia akan menjadi pria jahat jika melakukannya, dan Adrian benci gagasan itu.
"Silahkan cium pengantin anda, Tuan Adrian."
Pendeta yang baru saja mengesahkan pernikahan mereka berbicara membuyarkan pikiran Adrian. Ia terlalu larut tampaknya tidak menyadari bahwa ritual telah hampir selesai. Di hadapannya sang gadis yang beberapa detik lalu resmi menjadi istrinya terdiam. Ia balas menatap Adrian dengan pandangan malas.
Adrian sesaat mengerenyit, istrinya ini, tampaknya ia telah salah memberi penilaian. Selama ini ia mengaggap gadis itu pendiam dan jarang terlihat tapi sepertinya ia jauh dari itu. Rasanya seolah ia juga mengatakan bahwa ia tidak menyukai pernikahan ini dengan terang-terangan. Untuk beberapa alasan Adrian merasa tersinggung. Di luar sana ada banyak perempuan yang lebih dari gadis ini bersedia menjadi pendamping hidupnya, bahkan jika itu hanya untuk satu malam.
Namun gadis ... Tidak istrinya ini. Adrian menyeringai, yah, baiklah, setidaknya gadis itu tidak akan membuatnya muak.
Adrian maju memotong jarak di antara keduanya. Seringai Adrian masih terpoles indah di wajahnya. Di lain pihak Neta yang semula memandang malas jadi berubah waspada. Firasat perempuannya mengatakan sesuatu yang berbahaya tengah mendekat.
Gadis itu baru akan memundurkan langkah saat lengan Adrian mencapai bahunya, menahan tubuhnya. Adrian memiringkan tubuh memposisikan bibirnya tepat di hadapan bibir Neta.
Neta yang terjebak tak punya pilihan selain diam menunggu. Orang-orang akan bergosip ria jika ia menuruti keinginan hatinya yaitu menendang sang suami menjauh. Jadi ia hanya bisa pasrah, lagipula belum tentu pria itu akan benar-benar menciumnya. Pria pemilih dan songong semacam Adrian tak akan mau menodai bibirnya untuk orang seperti dirinya.
Neta bisa menjamin itu dan dia pun sama. Ia tak sudi kesucian bibirnya direnggut pria menyebalkan itu. Paling-paling mereka akan berbuat seolah-olah sudah berciuman. Ada banyak adegan dalam cerita yang seperti itu jadi Neta tidak merasa harus canggung atau khawatir.
Namun harapan tinggal harapan. Nyatanya bibir mereka memang bersentuhan ralat bahkan lebih dari itu Adrian benar-benar menciumnya. Neta yang tak menduga akan menerima serangan mendadak itu tergagap membuka mulut tanpa sadar yang mana merupakan kesalahan. Hal itu malah menjadi bumerang baginya, Adrian melancarkan aksinya tanpa peduli pandangan umum.
Cukup lama mereka melakukannya. Orang-orang yang melihat hanya bertepuk tangan dan berteriak heboh terutama teman-teman Adrian. Mereka bahkan memberikan kata-kata provokatif yang mana agak kurang ajar menurut Neta.
Adrian tampaknya terlalu menikmati suasana hingga Neta perlu mengingatkannya untuk segera mengakhiri dengan cara mengigit balik bibir Adrian.
Tautan mereka terlepas, Adrian yang kaget hanya bisa mengerutkan kening. Gadis itu bukan hanya tak sopan tapi juga sangat berani.
"Aku bersumpah, kau akan menerima balasan untuk tindakan tak senonoh ini."
Neta mendelik ganas hanya sedetik, ia buru-buru memasang tampang biasa, setidaknya ia harus terlihat tidak terpaksa.
Di tempatnya Adrian hanya bisa terdiam. Apa-apaan itu? Itu bukanlah kata-kata yang pantas untuk diucapkan seorang istri pada suaminya.
"Kau membuatku terlihat seperti penjahat."
Adrian mengucapkan pikirannya dengan jujur. Apa yang salah dari suami mencium istrinya sendiri? Meski istrinya masih lumayan muda. Hei, itu sah, saja.
"Aku baru saja memasukkan ku ke dalam daftarnya."
Neta meliriknya dari sudut mata. Mereka tengah berdiri menerima tamu yang ingin bersalaman atau berfoto ria.
"Bagus sekali, aku akan menantikan pembalasanmu kalau begitu."
Adrian merasa konyol sekarang. Mengapa ia harus meladeni pikiran kekanakan istrinya? Mengapa pula ia harus merasa terhibur dengan itu. Oh, Adrian tahu, otaknya sedang dilanda shock perihal sikap gadis itu yang sudah salah diperkirakanya atau mungkin gara-gara calon penggantinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
Adrian mengingatkan diri untuk membalas perbuatan Vita. Bisa-bisanya gadis itu mempermalukannya dengan kabur sesaat sebelum janji suci.
"Selamat ya, bro." Dante sala satu sahabatnya menjabat tangan Adrian, dengan cengiran lebar. "Gue enggak nyangka lo bakal nikah, apalagi sama ... " Ia melirik Neta sebentar. "Pokoknya selamat."
Adrian menahan dengusan kasar, sadar apa yang ada dalam pikiran temannya itu. Ia pasti sudah berpikir yang tidak-tidak dan Adrian tidak bisa menghentikan itu. Semua terjadi secara mendadak.
Acara resepsi berlangsung seadanya karena memang Adrian tidak mengundang banyak tamu sedangkan dari keluarga Neta sendiri sebagian besar tamunya sudah pulang. Hanya menyisahkan beberapa orang saja.
Neta sedang duduk di sala satu kursi merasa lelah setelah berjam-jam berdiri memasang senyum bahagia. Ia bahkan khawatir wajahnya tidak bisa kembali normal saking lamanya otot pipinya mesti tertarik gara-gara harus senyum.
Melirik jam di dinding mata Neta membulat. Ini sudah lewat dari jam tidur biasanya dan besok ia masih harus bangun pagi untuk piket kelas. Ia bisa dipastikan terlambat bangun jika tidak segera tidur.
Untunglah tamu perlahan pergi menyisahkan dia dan anggota keluarganya saja. Neta baru saja menarik napas lega ketika pintu aura tiba-tiba terbuka. Di sana Vita berdiri dengan keadaan kacau, matanya menatap Nyang pada orang-orang lalu berhenti pada Neta.
Kejadiannya terlampau cepat ketika Vita berjalan cepat mendekati Neta dan melayangkan telapak tangan. Bunyi pertemuan dua kulit itu menari perhatian semua orang termasuk Adrian yang sedang bersama temannya.
"Dasar rubah kecil."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments