Pernikahan Umi dan Cahyo

"Maaf Pak. Umi sudah hamil anakku."

"Apppaaaaa?" Sontak Bapak berdiri dan melotot kearah ku, "maaf Pak," aku menunduk dengan pandangan Bapak yang mengintimidasi ku.

"Apa yang kamu lakukan Cahyo? Bapak tidak pernah mengajarimu jadi lelaki pengecut seperti ini, berapa banyak kamu menafkahi Yani?sampai kamu tega menghianati yani seperti ini? kamu punya otak tidak Cahyo? kamu Umi, sudah tidak bisakah kamu menggaet seorang lelaki, sehingga kakak iparmu sendiri yang kau incar hah?" pertanyaan Bapak penuh emosi.

"kami saling mencintai pak, tolong restui kami, sudah ada janin yang terlanjur hadir di perut Umi Pak, tolong jangan persulit pernikahan kami" kata Cahyo penuh harap.

"Silahkan, itu urusan kalian, tidak usah libatkan kami, bagiku mantuku Yani sudah cukup, jawab Bapakku setengah jengkel. Kamu tidak butuh wali Cahyo, kalau kamu mau menikah lagi ,silahkan. Bapak tidak ikut campur."

Aku pun lemas mendengarnya.

"Pak, Cahyo tidak punya uang untuk biaya pernikahan, kataku menghiba pada Bapak."

"Bukan urusan Bapak,"kata bapak tak perduli.

"Cahyo mau minta tolong siapa Pak? kalau tidak sama bapak? tanyaku.

"Terserah, Bapak tidak mau tau, pergi dari rumah Bapak, bapak tidak mau melihatmu" kata bapak lagi.

"Bu" kataku melihat Ibu yang dari tadi hanya diam tak menimpali omongan Bapak sama sekali.

Akhirnya Ibu mengeluarkan kata-katanya,

"Sudah sih pak, biarin saja Cahyo nikah lagi, lumayan kan anak kita cuma satu ,tapi punya mantu 2, mana calon mantu kita ini sudah ngisi lagi,

tambah cucu kita pak." Kata Ibu yang membuatku sedikit tersenyum.

"Fikiranmu itu kemana to Bu? kalau Nabila jelas nasabnya ke Cahyo, yang berarti nanti saat anak itu menikah akan di ucap Nabila bin cahyo, kalau anaknya Umi? Ini anak di luar nikah Bu, artinya tak bernasab sama kita, dalam hukum agama kita pun, anaknya umi kelak tidak dapat hak waris juga kehilangan hak wali, ngerti kamu Bu?"

"Tapi kan di darahnya juga mengalir darah kita pak, sudah lah nggak usah kolot-kolot begitu, kita siapkan saja pernikahan anak kita yang ke 2 ini." kata Ibu menjawab perkataan Bapak.

"Oh ya Cahyo, gimana dengan Yani? apa dia sudah memberi izin untuk kamu menikah lagi?" tanya Ibu antusias.

"Sudah Bu", jawabku ke Ibu.

"Tapi dia punya syarat Bu, setelah kami menikah Umi tak boleh tinggal di rumahnya Yani Bu." jelas Cahyo ke Ibunya.

"Lah terus? tinggal dimana? di rumah mertuamu? ya lebih bagus lagi to Cahyo." jawab ibu atas ucapan anaknya.

"Nggak juga Bu, Bapak juga melarang umi untuk tinggal di rumah Bapak mertua."

"Terus tinggal dimana kalian setelah menikah? tanya Ibu penasaran.

"Rencana Cahyo, Umi mau Cahyo ajak tinggal di sini Bu.jawabku ke ibu takut-takut.

"Jangan macam-macam kamu Cahyo

, lebih baik kamu cari kontrakan untuk di tempati Umi nantinya, kata ibu tegas, lagian istri Sama mertuamu itu kenapa sih, tinggal nerima Umi di rumah mereka aja kok susah, bikin repot saja." Ibu mengomel atas rencana Cahyo.

"Bagaimana mau mengontrak rumah Bu, lawong buat pernikahan sama Umi saja aku tidak ada uangnya." jawabku singkat.

"Lah terus mau menikah pakai uang siapa Cahyo?"Lalu Ibu beralih pandangan ke Umi,

"Kamu ada simpanan untuk biaya pernikahan Umi?tanya Ibu ke Umi.

"Tidak ada Bu" jawab umi.

"Kalau kalian tidak ada uang

cukup pernikahan siri saja. Ibu nggak mau ya, keluar uang untuk pernikahan kalian" jawab Ibu bersungut sungut.

"Buu" kataku memelas .

"Bukankan setiap hari Ibu dapat jatah dari aku 100 ribu? Kemana Bu uang nya? pakai uang itu aja dulu Bu.Nanti setiap hari aku kasih lagi seperti biasa. kata Cahyo enteng.

Umi membelalakkan matanya kaget .

"Jadi Mas Cahyo setiap hari masih menjatah Ibu? Enak amat sih Bu?" kata umi santai,

'Mbak Yani tahu tidak tentang semua ini?" tanya Umi lagi.

"loh emang kenapa? Yani tidak perlu tahu,toh aku ini Ibunya Cahyo, meskipun Cahyo sudah menikah, tapi Cahyo tetap milikku,kamu ngerti agama nggak umi? sampai kapanpun seorang anak lelaki itu akan selalu menjadi milik ibunya, jadi kalau Cahyo masih menjatah ku setiap hari, itu wajar, dan sudah menjadi kewajiban dia." kata ibu sengit.

belum jadi menantu saja sudah seperti ini, bagaimana kalau jadi menantu, bisa-bisa aku tidak akan mendapatkan jatah dari anak lanangku. bisa bahaya ini ,bisiknya dalam hati.

"OOO mbak Yani tidak tahu? Pantas " kata Umi lagi. Lihat saja nanti saat Mas Cahyo sudah menjadi suamiku, maka uang jatah itu akan masuk ke dalam kantongku semua.

ingat itu ibu mertua".batin umi.

"Jadi ini bagaimana? kapan pernikahan kami akan di laksanakan?

takut perut Umi semakin membesar."

tanya Cahyo kepada orang tuanya.

"Kami akan membiayai pernikahan ke dua mu, tapi dengan satu syarat, kata bapak. pernikahan kalian cukup di KUA saja, tidak ada resepsi, dan juga setelah kalian menikah, satu hari pun kalian tidak boleh tinggal di rumah ini.

silahkan kalian mengontrak dan juga pakai uang kalian sendiri."

"paakkk" kataku menghiba.

"Sudah lah Mas, cukup kita sudah dapat restu dan di biayai pernikahan kita, untuk masalah mengontrak, nanti biar aku yang fikir" kata Umi.

"Kamu duwit darimana Umi? tanyaku padanya

"Kamu lihat kalungku ini mas? Ini kalau di jual lebih dari cukup untuk kita mengontrak selama 1 tahun, tapi nanti harus mas ganti ya kalungnya?" kata Umi lagi.

"ku iya kan saja perkataan Umi, urusan ganti mengganti, piker keri. aku membatin.

***

Hari ini adalah hari pernikahan Mas Cahyo dan Umi, Bapak dari anakku itu akan melafazkan ijab kabulnya hari ini, perih hati ini melihatnya, tapi aku harus kuat, aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan semua orang, terutama di hadapan putri semata wayangku, aku ikhlas Mas, aku ikhlas berbagi suami, aku ikhlas membagi ragamu dengan wanita lain, meski itu adalah adik tiriku sendiri.

"aya terima nikah dan kawinnya Umi wulandari bin Abdulloh dengan mas kawin tersebut tunai."

Kudengar suara Mas Cahyo lantang dalam mengucapkan kalimat itu, bohong jika aku katakan aku tak sakit, aku merasakan beban berton-ton di dadaku, rasanya sakit dan tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.

kadang aku bertanya-tanya, apa kurangku? meskipun aku sibuk dalam mencari pundi-pundi rupiah, tapi aku tak pernah melupakan. perawatan tubuh dan wajah, aku yang merupakan reseller produk kecantikan, sangat tidak lucu andai diriku sendiri tidak menggunakannya.

tentang nafkah akupun tidak pernah menuntut di batas kemampuan Mas Cahyo, dia hanya memberiku semampunya, lebih tepatnya semaunya, gimana tidak? 3 hari sekali aku hanya di berinya 100 ribu,

toh kadang hanya 50 ribu saja. aku tidak pernah marah, aku terima saja, toh aku masih mendapatkan uang dari hasilku berjualan bakso bakar.

Ku anggap nafkah yang di berikan nya untukku sebagai penggugur kewajibannya, oleh sebab itu berapapun yang di berikan nya padaku, aku menerimanya dengan ikhlas dan Alhamdulillah.

Sumber keuanganku lebih banyak dari yang diketahui oleh mas Cahyo .

mas Cahyo tak pernah tahu kalau akupun ikut sebagai reseller skincare ber brand mahal yang sering Wira-Wiri di televisi, aku sengaja tak memberitahukannya kepada Mas Cahyo. Sebab kalau dia tahu uangku sendiri lebih banyak, bisa-bisa nanti aku tak dapat jatah nafkah dari Mas Cahyo.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!