Keputusan Ayah yang tidak bisa di bantah

Lihat Bun ,lihat anak yang selalu kamu bela, anak yang sudah kamu pungut dari wanita malam itu, sudah ku katakan dari dulu, buah tak pernah jatuh jauh dari pohonnya, Ibunya dulu tak tahu siapa yang menghamilinya, sekarang di ulangi kan Bun sama anaknya? apa ini bun? kata Ayah berujar sambil memegang dadanya.

"Nduk ambilkan obat Ayah di atas meja tv, tolong sekalian air putihnya ya nduk?" kata Ayah sambil duduk.

tanpa banyak tanya akupun segera mengambilkan yang di maksud Ayah.

"Ini Yah, cepat di minum, pelan-pelan ya Yah? kataku lembut ke Ayah .

"Baiklah, kalau sudah begini siapa yang akan bertanggung jawab? siapa lelaki yang telah menghamilimu nduk?" Tanya Ayah ke Umi agak lembut.

"Biar kita kesana untuk meminta pertanggung jawabannya.

Kata Ayah menyambung ucapannya tadi.

"Nggak usah kemana-mana Yah, bapaknya anak ini sudah di sini Yah, Mas Cahyo sudah di sini .Mas Cahyo lah bapak dari anakku ini, jawab Umi enteng.

"Astaghfirullahaladzim, jawab yang benar Umi," kata Ayah penuh penekanan.

"Iya Yah, Mas Cahyo lah bapak dari anak ini, kata Umi mengulangi.

"Cahyo, benar yang dikatakan Umi?"

tanya bapak tegas.

"Iya Yah, maafkan saya" kata mas Cahyo ketakutan.

Tanpa basa-basi Ayah langsung menampar mas Cahyo dengan keras.

"Kalau kamu Ayah dari bayi yang di kandung Umi, lantas Yani bagaimana Cahyo?" tanya Ayah geram.

"kalian berdua ini sudah tidak waras ya? Umi, kamu tahu kan kalau Cahyo ini suami Mbak mu? kenapa kalian masih bermain gila? kamu tidak bisa mencari lelaki lain selain suami Mbak mu ini? harusnya kamu ngomong sama Ayah nduk. jadi nggak perlu rebutan lelaki sama Mbak mu" ayah tak habis fikir dengan jalan fikiran Umi.

"Idih, cuma Kakak tiri pun, kan nggak apa-apa, kalau memang Mbak Yani nggak mau berbagi, ya sudah Mbak Yani mundur aja, gitu aja kok repot," kata Umi nyolot.

Sebelum Ayah bertambah marah dan berpengaruh dengan kesehatannya ,

aku mendekati Ayah,

"Sudah ya Yah? Yani tidak apa-apa,

biarkan saja Umi dan Mas Cahyo menikah, tapi Yani tidak mau tinggal seatap dengan Umi, kalau umi dan Mas Cahyo menikah, Yani mau Mas Cahyo dan Yani cari rumah sendiri.

Dan biaya biar di tanggung Mas Cahyo sendiri, aku nggak mau menanggung hidup mereka berdua.

kataku tegas.

"Ya nggak bisa begitu dong Mbak, aku mau tinggal serumah sama Mbak Yani di rumah itu," kata umi tak tahu malu.

"Enak aja, siapa kamu mau tinggal di sana? Itu rumahku ya, bukan rumahmu, itu rumah warisan Mbah ku ,bukan Mbah mu, faham Umii?" jelas Yani agak meninggi.

"Rumahmu ya rumahnya Mas Cahyo, Mas Cahyo kan suamimu, dan bentar lagi aku jadi istrinya Mas Cahyo, ya otomatis aku juga berhak tinggal di sana." kata Umi masih ngeyel.

"Rumus dari mana itu? kalau rumah itu rumah hasil kerja Mas Cahyo, tentu Mas Cahyo punya hak, lawong Mas Cahyo nggak ada Andil sedikitpun kok minta hak, tak tau malu itu namanya" skak mat Yani kepada Umi.

"Kalau aku tidak tinggal di situ nanti aku tinggal di mana Mbak? atau tinggal di sini saja ya Yah? boleh ya Yah? kata umi merayu kepada Ayah.

"Tidak, kalian tidak boleh tinggal di sini, rumah ini hak Mbak mu Yani.

rumah ini adalah warisan Ibu kandungnya Yani. jadi kamu tidak punya hak tinggal di sini." kata Ayah lebih tegas dari tadi.

"Terus aku tinggal dimana Yah?" tanya umi frustasi.

"Terserah Cahyo kamu mau di taruh mana. yang jelas tidak di rumah Yani ataupun di sini." ayah menyambung ucapannya tadi.

Yah, Cahyo belum punya uang, Cahyo tidak punya tabungan sama sekali. Bagaimana Yah? tanya Cahyo bingung.

"Kamu kan masih punya orang tua Cahyo, sana minta pendapat orang tua mu, mau di taruh mana nanti si umi. 1 lagi, Ayah tidak mau kalian menikah secara hukum, kalian boleh menikah, tapi secara siri saja." tegas Ayah.

"Mana bisa begitu Yah? bagaimana dengan anak Umi kalau kami hanya nikah siri?" protes Umi pada Ayah.

Aku pun maju bicara sama Ayah, "Biarkan mereka menikah resmi yah, kasihan karena kesalahan orang tuanya, bayi itu harus menanggung akibatnya jika mereka hanya nikah siri," kataku meyakinkan Ayah

"Tuh, Mbak Yani aja tidak keberatan lo Yah, masak Masak Ayah yang repot? jawab umi nyolot.

"Bun bunda, coba toh Bun kamu lihat makhluk ajaib ini, Ayah pusing Bun.

kata Ayah.

"Ya wes nduk, bagaimana keputusanmu, Ayah manut wae, tapi mengenai tempat tinggal bapak tetap pada keputusan Ayah, Umi tidak boleh tinggal seatap sama kamu di rumah peninggalan Mbah mu itu.

Umi secuil pun tak ada hak tinggal di sana, paham nduk," kata Ayah menanyaiku.

"Iya pak Yani faham," baru saja Umi mau protes, tapi Ayah mengangkat tangannya tanda tidak bisa di bantah.

"Kalau kamu sanggup silahkan kamu urus pernikahan suamimu nduk, jika tidak sanggup, biarkan keluarga suamimu yang mengurusnya." Kata Ayah memberikan ku pilihan.

"Biarkan keluarga Mas Cahyo saja yang mengurusnya Yah, Yani ada hal yang lebih penting lagi ketimbang ngurusin pernikahan mereka." jawabku malas.

"Sudah jelas kan Mas? tanyaku.

"Silahkan kalian rundingkan dengan keluargamu pernikahan kalian, aku tidak mau ikut campur." Kataku sambil berlalu.

Tapi dek, kata Mas Cahyo hendak protes.

"Sudah untung ya Mas aku mengizinkan kalian menikah dan tidak mempersulit kalian, lagi Mas, jangan mengadakan acara di rumahku, ingat itu."

Aku pun pamit pulang ke rumahku, Nabila aku tinggal sama eyangnya, dia belum mau pulang .

sampai rumah aku langsung bersiap untuk menata dagangan di depan rumah, aku jualan bakso bakar di depan rumah, dan kalau masih sisa, pagi nya aku titipkan ke sekolahan.

Alhamdulillah dari jualan bakso bakar ku ini aku mampu menghidupi diriku sendiri dan Nabila, sudah sejak lama Mas Cahyo tidak layak memberikanku nafkah, kerjanya yang tukang ojek jarang memberikanku duit untuk belanja harian, dia seringnya memberiku 3 hari sekali, itupun tidak jelas memberinya ,paling banyak dia memberiku 100 ribu per 3 hari, tak jarang dia juga memberiku cuma 50 ribu, aku terima saja, daripada tidak sama sekali? aku tambah tekor nanti. keadaan rumah tanggaku yang seperti ini tidak di ketahui oleh orang tuaku, yang mereka tau meskipun Mas Cahyo cuma tukang ojek, tapi dia masih bertanggung jawab sama aku.

Entah pendapatannya sehari berapa aku pun tak tahu, bila aku menanyakannya, ada aja jawabannya,

aku pun tak mau pusing lagi, janji aku masih lancar dalam berjualan aku tak akan mencak-mencak pada Mas Cahyo. setiap hari aku mampu menjual bakso bakar hampir 500/ harinya, maksudku 500 tusuk itu 3 macam, bakso bakar tahu bakso bakar dan jamur bakso bakar .

Alhamdulillah rejekinya Nabila batinku.

***

Sementara di rumah orang tuanya Mas Cahyo.

"Buk Pak, Cahyo mau menikah lagi dengan Umi," kataku ke ibu ku.

"Loh mana bisa, Umi ini adiknya Yani, kalau mau nikah lagi itu sama yang lain, jangan sama Umi, haram Lo hukumnya. lagian kenapa harus nikah lagi? kurang baik apa si Yani sama kamu Cahyo? Yani pinter cari duwit, punya rumah sendiri, tidak pernah merepotkan orang tua, kamu itu lo Cahyo, kurang bersyukur banget." Ujar bapak menimpali keinginanku .

"Maaf pak, Umi sudah hamil anakku." kata Cahyo lagi.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!