Dia selalu berusaha merebut apa yang ku punya, dulu aku selalu mengalah, aku menganggap itu hanya kemanjaannya sebagai adik .
akupun tak pernah mengeluh, tapi Bunda yang selalu memarahinya, selalu menasehatinya, mungkin sudah watak kali ya,? jadi meskipun orang tua yang menasehati,
tak pernah di gubrisnya.
dulu aku selalu memaafkan dan mengalah saja. tidak untuk sekarang ya adikku, kalau aku tidak memandang Bunda sebagai Ibumu, tak sudi aku berbagi suami denganmu, bisa saja aku egois dan tak perduli padamu, tapi aku tak sekejam itu, biarlah semua mengalir seperti apa ada nya, aku tak akan mencoba mengelak ataupun melawan takdir, jika memang takdirku harus di poligami, aku bisa apa? sudah ada Nabila antara aku dan Mas cahyo, jadi aku harus memikirkan psikis Nabila juga. Nabila adalah putriku yang periang, dia putri cantikku, dia adalah anugerah yang selalu aku syukuri meskipun dari benih mahluk seperti Mas Cahyo.
"Bunda, Bunda, emang bener ya kalau Nabila akan punya adek bayi dari Tante Umi?" kata Nabila dengan gaya bicaranya yang masih cadel, tapi terdengar lucu di pendengaranku.
"Iya sayang, kok Nabila tau? siapa yang bilang sayang? tanyaku pada gadis kecilku itu.
"Oma yang ngasih tau Bunda" kata nya menjawab masih dengan gaya cadelnya.
"Nabila suka mau punya adik bayi?" tanyaku mencoba mengetahui isi hatinya.
"Suka Bunda" jawabnya dengan mata berbinar.
Semoga kebahagiaan mu tidak akan sirna nak, meski apapun keadaanya, batinku dalam hati.
"Bunda, Nabila mau main dulu ya?pamitnya sambil berlari.
"Teruslah bahagia nak, teruslah ukir senyum di bibirmu, Bunda akan selalu melakukan apapun untukmu, meski bunda harus berkorban perasaan sekalipun, akan bunda gadaikan apapun yang bunda miliki, demi untuk kebahagiaanmu." batinku bermonolog sendiri.
***
Sore ini Bunda mengajakku bicara sama Ayah tentang Umi,
"Nduk ke rumah ya, kita bicara tentang Umi ke Bapak sekarang,
Bunda nggak mau menundanya lagi," kata Bunda di sebrang telefon.
"Iya Bunda, Yani siap-siap dulu ya? Yani mau mandiin Nabila dulu." jawabku singkat lalu menutup telefon dari Bunda.
"Nabila sayang, mandi dulu yuk.
kita mau ke rumahnya Oma, mau ikut tidak? tanyaku ke gadis kecilku itu, tanpa banyak tanya putriku itu langsung ke kamar mandi.
"Bunda, nanti di rumah Oma, Nabila beli es krim ya?" tanya putriku memohon sambil mengatupkan tangan.
"Siap princes," jawabku.
"Tapi tidak boleh banyak-banyak ya?, cukup 1 saja?"
"Iya Bunda nanti Nabila beli eskrim satu aja rasa coklat." Aku selalu tertawa jika mendengar celoteh cadel putriku itu.
Kami pun bersiap ke rumah Ayah dan Bunda, tak lupa ku ajak Mas Cahyo sekalian.
"Mas, ayo ke rumah Ayah dan Bunda,
kita akan membicarakan pernikahanmu dengan Umi," kataku santai.
"Aaaaa apa dek? secepat ini?" tanya Mas Cahyo kaget.
"Nggak usah berlagak kaget deh Mas, ini kan yang kamu mau? Udah sana siap-siap, lima menit lagi kita berangkat" kataku judes.
"Dek tak bisakah kami menikah diam-diam saja, tidak usah melibatkan Ayah?" katanya penuh harap.
"Emang kenapa kalau Ayahku tau?
Dia kan juga Ayahnya umi, meskipun cuma Ayah tiri" kataku mengejek padanya.
"Tapi kan dek?" kamu sengaja mau buat Ayahku jantungan, kalau tau semuanya dari orang lain? tanyaku dengan tatapan tajam kepadanya.
"Bukan begitu dek," jawabnya sambil mengacak rambut tanda frustasi.
Bodo amat, batinku, kamu aja tidak peduli saat selingkuh dengan adikku.
mengotori rumahku dengan berzina di rumahku, eeh sekarang malah hamil. coba pembaca yang jadi Yani sakit hati nggak? ya sakit hati lah, masak nggak?.
Tapi lagi-lagi Yani berfikir demi Nabila, ya demi Nabila.
Tak berapa lama kami sampai ke rumah Bunda dan Ayah,
"Assalamu'alaikum" kata kami berbarengan .
"Wa'alaikumsalam," jawab Ayah dan Bunda berbarengan juga.
masuk nduk ujar Ayah.
"Umi" panggil Ayah kepada adikku itu,
"Iya Yah," kata umi menyahut.
"Sini nduk ini Loch ada Mbak juga Mas mu, coba kamu buatkan minum dulu untuk mereka, titah Ayah ke Umi.
Kenapa harus umi sih Yah? kenapa nggak Mbak Yani saja sih, protes Umi atas perintah Ayah.
"Yo gak bisa to nduk, mosok tamu suruh bikin minum sendiri, aneh Lo kamu itu, lagian jadi anak gadis itu jangan males-males, nanti dapet suami males juga, nyesel kamu nanti" kata Ayah menasehati.
"Emangnya Mas Cahyo orangnya males po Yah? kan tidak" jawab Umi sewot.
"Apa hubungannya sama Mas mu?Mas mu kan suaminya Mbak mu?" kata Ayah penuh kebingungan.
"Sudah-sudah, ayo kita kebelakang untuk buat minum, mari Bunda temani. kata Bunda sambil menggandeng tangan Umi.
Dia menjulurkan lidahnya padaku ,
masa bodo' kataku.
"Oh ya nduk, kata Bunda ada yang mau di omongin sama kalian? ada apa sih? kok kayaknya penting?
jangan buat Ayah deg-degan Lo nduk" kata ayah kebingungan.
Sementara di dapur umi di tegur sama Bunda, "kok kamu gitu Lo nduk, bisa-bisanya kamu mau ngomong langsung sama Ayahmu, Ayahmu itu belum tau apa-apa, jangan asal ngomong, nanti bisa-bisa Ayahmu jantungan, kamu itu Lo, kekanak -kanakan banget. udah mau jadi mama juga" tegur Bunda ke Umi.
"Apa bedanya sih Bun ngomong sekarang sama nanti? kan sama-sama ngomong, bantah Umi atas nasehat Bundanya.
"Perasaan Bunda dulu kamu bunda kasih makan sama kayak Mbak mu Yani, lah kok kelakuan bisa beda begini, apa sih ya yang salah, pusing Bunda Um.
Tak lama Bunda dan Umi keluar membawa nampan berisi minum untuk kami semua.
"Wah, terimakasih lo Um, kamu memang calon istri dan ibu yang baik" ucap Yani sedikit menyindir.
"Oh tentu dong Mbak, kan bentar lagi aku bakalan nikah," jawab umi semangat, taak memahami sindiran kakaknya.
"Loh loh Ayah ketinggalan berita toh ceritanya? jangan-jangan kita berkumpul mau membahas ini? bener kah Bun?
"Iii iya Yah, kita berkumpul untuk membahas pernikahan Umi, Umi kamu diam dulu ya nduk, Bunda mau bicara sama Ayah,"
Umi hanya mengangguk .
"gini Yah, mau nggak mau siap nggak siap, kita harus secepatnya menikahkan umi, takut perutnya semakin membesar, kasihan bayinya nanti," kata Bunda hati-hati.
"Gimana Bun? coba ulangi? apa yang sebenarnya terjadi? hamil sama siapa emangnya anak ini Bun? susah payah kita besarkan anak ini, dengan penuh kasih sayang kita merawatnya, kenapa malah bikin aib? Lelaki mana yang telah menghamilinya? apa dia mau bertanggung jawab?" Ayah mengomel panjang lebar dengan penuh emosi.
"Lihat Bun, lihat anak yang selalu kamu bela, anak yang sudah kamu pungut dari wanita malam itu. sudah ku katakan dari dulu, buah tak pernah jatuh jauh dari pohonnya, ibunya dulu tak tahu siapa yang menghamilinya, sekarang di ulangi kan Bun sama anaknya? apa ini Bun? kata Ayah berujar sambil memegang dadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments