Sebelumnya...
Kedua mata polos dari gadis belia itu menengadah memperlihatkan rupanya setelah suara perdebatan menusuk gendang telinga hingga mengganggu waktu belajarnya.
Telinga gadis yang terduduk di kursi belajar itu menguping jauh mencuri-curi pembicaraan dari kedua orang tua obrolkan didepan rumah.
'Bapak sama Ibu lagi ngomongin apa ya, kok kayaknya lagi serius terus kenceng banget' gumam Aynina penasaran hingga membawanya keluar dari kamar.
"Hutangku itu banyak Taaa. Aku punya hutang sama keluarga Arab yang tinggal di sebelah kota" Fulan bersuara tinggi melengkingkan apa yang baru saja ia katakan kepada Marta, namun rupanya ada sepasang mata putri belianya sedang memperhatikan mereka.
"Dia berhutang? Bapak berhutang? Nggak mungkin hiks hiks" tangis Aynina berlari mengurung diri didalam kamar tidak mau melihat ataupun mendengar perdebatan orang tuanya lagi.
Fulan beserta isterinya berdebat penuh emosi serta keegoisan yang tinggi. Mereka berdua tidak mau menerima alasan berbentuk jawaban yang keduanya saling berikan tanpa peduli dengan sepasang netra putrinya yang mengetahui.
"Emang aku punya hutang sama keluarga konglomerat asal Arab. Mereka itu kaya banget dan uangnya ada dimana-mana"
"Emangnya kamu hutang berapa, Mas?"
"2 Milyar"
Marta teramat kejut serta hatinya sakit dengan pengakuan bodoh tanpa pikiran dari suaminya. Ia selalu saja mendapatkan kejutan yang senantiasa menyiksa batinnya.
Marta berjongkok menangisi rasa kecewanya kepada suami yang tidak pernah memberikan kebahagiaan sedikitpun. Pria itu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Astaghfirullah. Mi-mimpi apa aku semalam... sa-salah apa ak-aku... ini sa-sampai... pu-punya suami ka-kayak... kamu"
Sesal Ibu Marta memukuli dada serta lantai keras yang menjadi tumpuan tubuhnya duduk diatas sana. Tangisan yang semakin menggelegar seakan memberitahu gadis yang meringkuk dengan tangis didalam kamar tidurnya.
"Ta!. Maaf ya... aku coba cari buat bayar hutang deh"
"Jangan banyak omong... kerja kalau hutangmu mau lunas"
"Kamu kira aku nggak kerja?" sentak Fulan karena merasa terhina. Ia merasa marah sebab Marta tidak mengindahkan ucapan tulus dari dirinya tadi. Isterinya itu hanya menangis dan melampiaskan semua kesalahan padanya tanpa mau lihat usahanya.
Mata Marta melihat Fulan dengan tatapan benci dan tersulut emosi. Kedua tangannya sudah mengepal kuat ingin menghajar dan membuat suaminya tiada supaya tidak ada lagi pria yang dapat menambah bebannya.
"Kalau aku tidak takut Allah, sudah aku bunuh kau"
_______
06:45
Pagi harinya Marta menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya namun wajah sendu bermata sembab itu masih melekat kasian di wajah Marta. Ia harus berhenti menangis supaya putra kecilnya tidak merasa sedih saat melihatnya di pagi hari.
"Artur cepat makan" Marta mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk putranya yang duduk disamping kirinya. Mata Marta melihat nanar putranya yang seakan tidak berselera makan dengan wajahnya yang tertekuk serta matanya liar mencari seseorang.
"Mbak Nina kemana, Bu?"
"Mba Nina udah berangkat pagi-pagi sekali, katanya disekolah ada acara penyambutan kepala sekolah baru jadi Mba Nina milih duluan" ucap Marta menyuapi putranya yang sekalipun tidak melihat kearahnya.
Artur kurang percaya dengan omongan Ibunya karena semalam ia sempat melihat Nina memasukan baju rumahan kedalam tas. Tapi artur memilih bungkam tidak mau memberi tahu dari pada nanti Nina marah kepadanya.
Di tempat lain...
Dibawah terik matahari pagi yang memberikan suasana hangat untuk seorang gadis memakai dress bermotif bunga mawar selutut. Pakaian rumahan yang nampak indah dipakai seusianya membuat orang-orang yang melihat mengetahui perilaku membolos yang ia lakukan.
Gadis itu menundukkan kepalanya kearah sendal jepit butut sebagai alas kaki, diiringi matanya yang melirik waspada para penjual yang menatap sebelah mata. Mereka terlihat tidak suka dengan keberadaan Aynina.
Aynina sudah menetapkan jika ia akan bekerja dan berhenti bersekolah walau saat ini ia hanya menunggu ujian kelulusan.
"Aku akan coba membantu Bapak sama Ibu. Hutangnya terlalu banyak buat Bapak memikul sendirian. Semangat Nin" Nina memberi semangat untuk dirinya sendiri. Ia tidak peduli dengan mata orang-orang yang memberikan tatapan mengintimidasinya.
"Eh jeng, bukannya itu anaknya ibu Marta sama bapak Fulan?" ucap Ibu-ibu yang mengenal Aynina.
"Eh iya jeng, itu anaknya ibu Marta. Ya ampun kok dia nggak sekolah ya? Padahal dia kan masih kelas 3 menengah atas"
"Tinggal nunggu ujian kok malah bolos? Ih amit-amit semoga anakku nggak kayak dia"
"Eh iya jeng. Padahal ibu Marta banting tulang buat biayain Anaknya sekolah eh malah dia suka bolos. Ya ampun" ucap Ibu-ibu yang pernah memberikan pekerjaan kepada Marta.
Nyinyir para ibu-ibu yang tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka hanya membicarakan apa yang telah ia lihat tanpa mau tahu alasan Nina membolos.
Mereka masih memandang sebelah mata kearah gadis yang melangkahkan kedua kakinya menuju sebuah toko sembako.
"Permisi. Ibu..." Nina mencoba memanggil dengan kepala mengintip kearah dalam mencoba memastikan jika ada tanda-tanda kehidupan.
"Iya... sebentar" wanita pemilik ruko itu keluar dengan sangat tergesa-gesa dan sangat antusias menyambut orang yang berkunjung ke toko setelah lama sepi pembeli.
"Iya nak mau beli apa?"
"Anu...anu... Saya cuma mau tanya, apa disini buka lowongan pekerjaan? Saya bisa angkut-angkut barang, bisa melayani pembeli, bisa bersih-bersih juga" Nina mencoba memperlihatkan keahliannya kepada wanita baya yang sudah kesal karena tidak sesuai dengan prediksi nya.
Ibu penjual itu menghela nafas kesal.
"Nggak ada"
"Bu saya bisa lakuin apa aja kok. Saya bisa bersih-bersih sama ngelakuin apapun yang ibu suruh" Nina menahan tangan ibu pemilik toko itu saat ia ingin kembali kedalam.
"Kamu beneran bisa angkut barang?"
"Bisa" Jawab Nina tidak berpikir panjang dengan kekuatan minim tubuhnya. Sebenarnya Nina juga tidak yakin dengan tubuhnya, terlebih ia belum sarapan.
Masa bodoh dengan ia yang belum sarapan. Ia harus bekerja dan menghasilkan uang supaya ia dapat membantu perekonomian keluarga yang menurun. Jika bisa ia juga ingin membayar hutangnya kepada keluarga Arab.
Nina mengangkut beras berukuran 5 kilo ke atas bahu kecilnya. Matanya berusaha melihat jalan saat karung beras itu hampir menghalangi pandangan.
"Sini-sini...masukin kedalam mobil"
Nina menurut meletakkan satu karung beras itu kedalam bagasi mobil yang sudah ibu-ibu itu suruh. Ia memijat bahunya yang terasa pegal seraya menunggu ibu itu membuka dompet untuk memberinya upah.
"Nih buat kamu. Makasih ya"
Nina membentangkan uang yang ibu itu berikan. Senyumnya terlukis senang melihat uang bergambar presiden dan wakil presiden tahun 90-an.
"Ayo cari uang lagi, semangat"
.
.
Sore harinya setelah Nina bekerja banting tulang ia pulang kembali ke rumah. Ia harus pulang bersamaan dengan teman-temannya yang juga pulang dari sekolah supaya kedua orang tuanya tidak curiga.
Pakaian rumahan bermotif bunga mawar kini berganti menjadi seragam putih abu-abu. Nina memijat bahunya yang sakit akibat keseringan mengangkat beban.
Wajahnya yang nampak lelah ia bawa memasuki rumah menampakan kedua orang tuanya yang terduduk diruang tamu seraya berdiskusi serius.
"Ibu, Bapak, Nina pulang" Nina melepas sepatu bututnya dan ia taruh diantara sepatu-sepatu di rak.
"Nin sini deh duduk dulu" Bapak Fulan menggiring Nina duduk bersama mereka. "Nin, Bapak kan punya hutang sama keluarga Arab. Kita niatnya mau ngirim kamu jadi asisten rumah tangga mereka buat melunasi hutang bapak, gimana?"
"Katanya mereka punya banyak anak yang belum menikah, Nin. Kesempatan kamu buat cari perhatian mereka"
Sejenak Nina diam.
"Maksudnya, aku dijual?"
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ir Syanda
Nominalnya gak kaleng2 weh! Gimana bayarnya tuh?
2023-02-03
1
🛡️Change⚔️ Name🛡️
Terkadang mulut tetangga lebih tajam setajam silet 😁
2023-02-03
0
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
niana nasibmu kasihan
2023-02-03
0