Gadis itu pulang ke rumah dengan perasaan hampa seakan jiwanya tercabut dari raga. Air mata terus mengalir membasahi pipinya. Tak bisa digambarkan hancurnya perasaan gadis tersebut. Orang yang dulu dia hormati dan cintai, telah menggores luka dalam dan tidak bisa disembuhkan.
Si gadis merasa tidak berharga lagi. Benci kata itu yang dapat melukiskan perasaan Siska. Jijik dan kotor tentu saja dia merasa bahwa dirinya sangat menjijikan dan kotor. Siska menuju kamar mandi, mencoba membersihkan diri dari bayangan kejadian yang menimpanya. Entah berapa kali dia mandi untuk membersihkan diri. Berharap ini semua hanya mimpi buruk, Siska berharap saat bangun, kejadian itu tidak nyata.
Siska menangis, dia tidak menyangka, jika Cakra telah berbuat tidak pantas padanya. Cakra memperkosa Siska. Dalam pikiran Cakra, Siska adalah Nabila, gadis yang dia cintai. Padahal Nabila telah menikah dengan Nathan, namun Cakra tidak mengetahuinya. Cakra hanya tahu bahwa Nabila masih berpacaran dengan Nathan dan akan menikah seminggu lagi.
Dan dengan sadis Cakra melampiaskan kekecewaannya terhadap Nabila kepada Siska.
Siska terbangun dari tidur, setelah semalam lelah menangis dan berpikir kenapa kejadian ini menimpanya? Dia bangkit dari ranjang kecilnya yang berada di kamar sempit berukuran 3 x 4 m. Kamar di rumah kontrakannya yang telah dia tempati selama hampir dua tahun pasca kebangkrutan perusahaan papanya.
Jika dibandingkan penderitaan saat papanya bangkrut, kejadian semalam lebih menyakitkan dan membuat Siska trauma. Bahkan bayang-bayangan Cakra memperlakukannya dengan kasar masih teringat jelas oleh Siska. Bagai melihat film dokumenter di hadapannya.
"Bang, sadar, ini Siska, bukan Nabila," bentak Siska, berharap Cakra mendengar perkataannya.
Bukannya berhenti Cakra justru semakin mencoba mencium paksa Siska. Dan mencoba melepaskan pakaian Siska.
"Bang, jangan," elak Siska menepis tangan Cakra yang mulai memasuki pakaiannya. Namun, Cakra justru menghempaskan tubuh Siska ke ranjang dengan kasar.
Siska menggelengkan kepala, agar tidak mengingat kejadian itu.
Tidak hanya luka fisik yang dialami Siska, namun juga trauma psikis. Dia merasa ketakutan dan kotor. Bagaimana dengan masa depannya? Sanggupkah dia kembali bekerja besok? Bagaimana jika dia bertemu lagi dengan Cakra, cinta pertama yang menghancurkannya. Apa yang harus dilakukan Siska? Dia tidak sanggup untuk bertemu Cakra lagi.
Menghindar itu akan sangat susah, mengingat lingkup pertemanannya, pasti ada saatnya dia bertemu Cakra.
"Sis, udah bangun?" tanya ibu Siska sambil mengetuk pintu kamar Siska.
Sang ibu merasa heran, tidak biasanya putri semata wayangnya bangun siang. Siska selalu bangun pagi sekali bahkan sebelum ayam berkokok. Menyiapkan sarapan untuk mereka. Ibu Siska pikir, mungkin karena Siska bekerja sampai shift malam dan dia kelelahan, makanya terlambat bangun.
"Iya, Ma, bentar lagi Siska keluar." jawab Siska. Dia menuju kamar mandi, kembali membersihkan diri berlama-lama. Semakin dibersihkan, Siska semakin ingat dengan kejadian malam naas itu.
Siska menatap diri di cermin, mata sembab bekas tangisan, lingkaran hitam karena kurang tidur. Sedikit memar, akibat tamparan Cakra serta memar-memar lain dibagian tubuhnya. Siska berpikir bagaimana menutupi wajahnya. Luka ditubuhnya bisa dia tutupi dengan pakaian, namun wajah?
Siska menutupi memar wajah dengan sedikit make up. Dia tidak mau ibunya mengetahui apa yang terjadi kepada putrinya. Jika kebangkrutan ayahnya saja membuat ibunya depresi, apalagi, jika dia mengetahui bahwa putrinya telah diperkosa? Pasti hal itu akan membuat dia shock.
Siska tidak mau jika, ibunya sampai bunuh diri, seperti ayahnya. Hanya ibu yang dimiliki Siska. Siska rela menyerahkan hidupnya, agar ibunya kembali bahagia seperti dulu lagi. Saat mereka masih menjadi keluarga kaya dan hidup mewah, tanpa perlu Siska bekerja keras.
Siska memandang wajahnya yang terpantul di cermin yang berada di depannya. Siska puas dengan hasil make upnya, setidaknya ibunya tidak akan mengetahui, apa yang telah dia alami.
Siska melangkah keluar kamar, dia menuju meja makan kecil dengan tiga kursi. Ibu Siska kadang merasa suaminya masih ada. Seperti hari ini dia menyiapkan sarapan nasi goreng untuk tiga orang.
Sewaktu papa Siska masih hidup, ibunya memang sering membuat sarapan pagi. Meskipun di rumah mereka telah ada yang memasak. Semua pekerjaan rumah telah di kerjakan oleh asisten rumah tangga mereka. Ibu Siska, hanya melakukan hal-hal yang disukainya, seperti memasak dan merawat tanaman.
Di rumah mereka, ibu Siska memiliki rumah kaca. Di sana dia menghabiskan waktu menekuni hobbynya. Sedangkan sejak di tinggal di kontrakan, mereka hanya punya kebun minimalis.
Siska menatap ibunya, semoga dia kuat menanggung beban ini. Siska tahu Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatNya, jika umatNya tidak sanggup. Siska hanya bisa pasrah, semoga kejadian itu membuat dia lebih dewasa lagi dan sabar.
"Mama, maaf." ucap Siska ambigu, maaf karena dia tidak bisa menjaga diri serta maaf tidak menepati janji kemarin.
Widia, ibu Siska, memandang wajah putrinya dengan bingung. Dia dapat merasakan kesedihan yang dialami gadis kecilnya. Widia berpikir apa yang terjadi dengan putrinya? Kenapa dia meminta maaf?
"Maaf karena acara jalan-jalan kita kemarin batal," elak Siska, dia tahu jika ibunya bingung dan Siska tidak ingin ibunya merasakan kesedihannya. Seorang ibu pasti dapat merasakan kesedihan dan kesakitan yang dialami anaknya. Tidak peduli jika anaknya telah dewasa. Instingnya sangat peka.
"Tidak apa-apa, Sayang. Mama mengerti." Widia tersenyum kepada Siska. Meskipun dia tidak tahu apa yang menimpa putrinya. Tapi, dia berharap putrinya tetap tegar.
"Ya ampun ... Mama lupa ... maafkan Mama, Sayang." Kesadaran Widia kembali, dia mengambil piring yang berisi nasi goreng satu lagi. Nasi goreng untuk suaminya. Apakah ini yang membuat Siska bersedih? Karena dirinya masih belum bisa menerima kepergian suaminya?
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan hari ini saja?" tawar Siska mengalihkan perhatian ibunya tentang nasi goreng tersebut. Siska tahu ibunya pasti merasa tidak enak. Ibu memang masih bingung dengan kehidupan mereka, sekalipun ini telah berlangsung selama dua tahun.
"Baiklah, Mama akan membersihkan peralatan bekas masak dan sarapan kita," balas Widia, dia kemudian mencuci piring dan peralatan makan.
Siska bingung harus melakukan apa? Jadwal kuliahnya hari ini jam sepuluh pagi. Akhirnya Siska menyibukan diri dengan membersihkan rumahnya. Dia butuh pengalih perhatian atas masalah yang dihadapinya.
"Siska, apa yang kamu lakukan, Sayang?" heran Widia, saat melihat Siska membersihkan rumah. Widia tahu bahwa Siska pasti kecapekan karena mengambil dua shift kemarin. Siska hanya menatap ibunya bingung?
"Biar Mama saja yang membersihkannya," usul Widia lagi.
"Nggak pa-pa, Ma, Siska hanya mencari kesibukan sebelum ke kampus," tolak Siska.
"Apa kamu tidak capek, Sayang? Kemarin kamu bekerja dua shift," balas Siska berbohong, padahal dia lelah sekali, apalagi pikirannya. Sangat lelah.
🍒🍒🍒
Jangan lupa nyawer ya, besties !
Please Follow akun NT ini sekalian ig dan tik tok author ya!
Ig : lady_mermad
Tiktok : lady_mermad
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
NandhiniAnak Babeh
yg sabar ya neng.. klo Deket gue 👊👊👊 tuh si cakra
2023-01-05
1