“Hei, bagaimana rasanya dipukuli oleh adik sendiri?” Sadir bertanya pada Alphard, dan menyerahkan sebuah kain tipis padanya.
Carina menoleh kepalanya pada Alphard yang berjalan di belakangnya, “Hamal itu adikmu?”
Alphard mengangguk, “Adik sepupuku.”
Algol menggosok hidungnya yang tidak gatal. Ia memperhatikan Alphard yang tengah membersihkan darah yang mengalir dari hidungnya sejak tadi. Mungkin hidungnya benar-benar patah. Sayang sekali, padahal hidung Alphard sudah cukup tinggi untuk disebut mancung. Rasakan itu!
“Apa?” Alphard menyadari tatapan Algol, sehingga ia mendadak menjadi risih.
“Hanya heran saja. Kenapa kau bisa membuat lukisan mawar berdarah dari darahmu, seolah tak ada apa-apa. Hidungmu dipukul oleh Hamal hanya sekali, dan kau kesakitan seperti lintah disengat api.”
Melihat banyaknya sayatan di lengan Alphard, Algol yakin prosesnya sangat menyakitkan. Bahkan, meskipun luka itu telah lama mengering, bekasnya masih ada di sana.
“Aku menyukai seseorang. Dia sangat suka memandangi mawar di taman. Aku memutuskan untuk melukis mawar agar dia tak keluar lagi untuk memandangi mawar. Aku menyadari bahwa warna bunga di lukisan terlihat tidak mirip dengan warna asli. Aku frustasi, dan tanpa sadar tergores oleh ujung kuas. Saat itu darahku terkena lukisan, dan aku melihat warna darah yang bercampur dengan pewarna sangat indah. Mirip dengan aslinya.”
Jadi, kau memutuskan untuk mencampur darahmu dengan cat hanya karena seseorang yang kau sukai?
Algol tak menduga bahwa ia harus menerima jawaban konyol ini dari Alphard. Sungguh, Algol tak pernah menemukan cinta yang semacam ini. Apa ya sebutan mungkin bisa mewakili perasaan seperti itu?
Sudahlah! Abaikan saja tingkah konyol dari Alphard itu.
“Jadi, dimana lukisan itu?”
Alphard membuang kain yang telah bernoda banyak darah sembarangan, “Dibakar oleh ayahku.”
Carina tak menyadari bahwa mulutnya sedang terbuka lebar.
Alni menatap Alphard dengan prihatin, “Kau bisa membuatnya lagi. Jadi, jangan bersedih.”
Membuat lagi?
Alphard menggeleng, “Aku tak bisa membuat lukisan seperti itu tanpa tujuan. Orang yang
aku sukai sudah tiada.”
Algol tak menyangka bahwa Alphard akan menjawab seperti itu.
Mengapa Alphard tidak menyanggah perkataan Alni?
*Dan mengapa mereka bertindak seolah perilaku Alphard itu normal? *
“Meninggal?”
Alphard mengangguk untuk membenarkan. Tak ada kesedihan di wajahnya, melainkan hanya wajah biasa seolah yang dibicarakan bukan perihal penting. Apa yang sebenarnya pria ini pikirkan, Algol sebenarnya tak ingin tahu.
Pria itu, Alphard seolah terbiasa melihat darah, sedangkan Alphard tak pernah turun ke medan perang. Jangankan medan perang, Alphard mungkin tak pernah sedikitpun berlatih pedang. Yang lain bahkan tak menyadari hal tersebut. Mereka bertindak seolah kelakuan Alphard ialah suatu kenormalan.
Algol sadar bahwa tak ada yang normal di kelompok ini. Mereka dibuang bukan tanpa alasan. Algol pun dibuang dengan sebuah alasan, meskipun alasan Algol tak seberat yang lainnya.
Hari telah menjelang malam, namun mereka tak melihat adanya asap yang sedari tadi mereka tunggu. Pada akhirnya, mereka harus merelakan diri untuk tidur dalam hutan. Bagi Algol rasanya sama saja dengan di kediamannya.
Jika di kediamannya, ia akan dikerubungi oleh omongan buruk, sedangkan di sini, ia dikerubungi oleh nyamuk. Bedanya ialah yang satu sakit di fisik, sedang yang satu lagi menyakiti hati. Jadi, Algol menerima apapun yang dialami olehnya tanpa mengeluh.
Untung saja di lereng bukit yang mereka lalui mereka memperoleh banyak buah-buahan liar, sehingga mereka tak akan kelaparan malam ini. Semuanya jelas kelelahan, tetapi masih saja timbul keributan. Pelaku utama ialah Carina Avior.
Gaunnya sudah sangat pendek, sehingga tak bisa menutupi kakinya sendiri dari sengatan nyamuk. Sadir juga tak bisa meminjamkan jubahnya karena sudah dipakai untuk menutupi mayat prajurit yang hancur. Alphard jelas tak boleh jauh dari jubahnya, atau pria itu akan mati membeku malam ini juga.
Kemudian, Alni… Siapa yang tega merenggut jubah Alni yang sangat kecil seperti anak-anak. Dengan kerelaan hati yang sedikit, Algol memberikan jubahnya pada Carina, dan akhirnya tenang.
Meskipun begitu, Algol tetap tak bisa tertidur. Ia mendengar suara berisik tak jauh darinya, namun ia segera tahu bahwa itu berasal dari Alpahard. Penerangan mereka hanyalah api unggun yang ada di tengah-tengah mereka.
Dalam remang-remang, sekilas Algol melihatnya tengah duduk dengan nyaman di bawah pohon. Tangannya memegang sesuatu.. Itu…
*Buku? Apa dia bisa membaca dalam gelap? *
Lagipula apa yang menarik dari buku berjudul TALI itu? Algol membacanya ketika ia masih kecil, dan ia tahu bahwa isi buku itu hanya dongeng. Seorang manusia berteman dengan binatang. Apa dia punya teman?
“Dia hanya sendirian di sana.”
Jantung Algol nyaris berkunjung ke akhirat karena terkejut. Ia dengan panik menutup matanya seolah tidur. Algol sungguh tak bisa berbicara apapun dengan Alphard, bukan tak bisa, Algol tak mau.
Entah karena berpura-pura, dan berakhir pada tidur yang sebenarnya. Algol terlelap begitu saja, dan tidak menyadari sosok yang berdiri di sampingnya. Sosok gelap yang tak pernah disadari Algol, namun dekat dengannya.
***
“AKKHHH….!”
Algol langsung bangun dari tidurnya, refleks terduduk tanpa sempat untuk menarik napas. Kepalanya tersengat rasa sakit, dan jantungnya juga berdebar tak karuan. Ia benar-benar akan menendang siapapun yang berteriak tadi. Perduli set*n soal sopan santun dan kesabaran.
“Hei, kau…”
“Carina,” mata Alni menatap Algol dengan berkaca-kaca.
Algol mengalihkan pandangannya pada kaki yang bergelantung di pohon. Mata Algol menyusuri kaki yang ramping, namun penuh luka sobek. Lalu, gaun yang nampak compang-camping. Ini….
“Apa yang terjadi?” Sadir meremas rambutnya dengan frustasi.
Bughh…
Sadir memukuli tanah untuk melampiaskan rasa frustasi mendalam yang ia rasakan. Namun apapun yang ia lakukan, kenyataan tak akan berubah.
Sosok yang tergantung di atas pohon itu tetaplah Carina. Gadis yang terjulur lidahnya karena tercekik itu adalah Carina.
Algol kehilangan suaranya.
Ini tidak lucu. Ha..Ha..
Carina tergantung di salah satu ranting yang sebenarnya tak terlalu tinggi. Hanya sedikit jarak yang memisahkan antara tanah dengan kaki Carina yang terjulur. Lidah Carina yang terjulur, serta mata yang terbelalak membuktikan bahwa Carina meninggal karena tercekik. Jadi, dia dibunuh, lalu digantung?
Lagipula Carina bukanlah tipe orang yang akan bunuh diri begitu saja. Bukankah tadi malam semua masih baik-baik saja?
Mereka masih berdebat soal siapa yang makan buah lebih banyak. Carina masih sempat memukuli Sadir karena mengambil porsi besar. Algol juga sempat meminjamkan jubahnya untuk Carina.
Mata Algol bergetar. Matanya menyusuri jubah yang terlilit di leher Carina dengan seksama. Sesuatu dalam dadanya meraung dengan keras.
S*alan! S*alan! Mengapa bisa….
Harusnya ia tak meminjamkan jubahnya pada Carina, karena dengan jubah itulah yang mengambil nyawa Carina.
Suara tangis Alni menembus telinga Algol dengan keras. Sepertinya gadis itu yang pertama kali terbangun dan menemukan tubuh tergantung Carina. Mereka bahkan belum tahu kearah mana mereka akan menuju, dan sekarang mereka kehilangan satu orang lagi.
“Sadir…Hu…hu.. Turunkan Carina. Hu..hu,” tangis Alni semakin keras.
Alni yang terduduk di tanah, meraih kaki Sadir. Meminta Sadir untuk menurunkan tubuh Carina yang masih tergantung.
“Kita turunkan Carina dulu,” ucap Algol saat Sadir menatapnya dengan penuh tanya.
Tangan Algol gemetar saat menyentuh lengan Carina yang sudah dingin. Kemungkinan Carina sudah tak bernyawa tadi malam. Jadi, mereka tertidur bersama tubuh tergantung Carina.
Pemandangan macam apa itu?
Algol sedikit bersyukur mereka menemukan tubuh Carina saat sudah pagi.
Sadir membaringkan Carina di tanah. Menutup mata Carina yang masih terbelalak, memberontak atas kematiannya. Dengan terpaksa Sadir juga memasukkan kembali lidah Carina yang terjulur. Inilah kematian.
Kau tak bisa mengatur bagaimana penampilan mu saat kematian itu datang. Bahkan gadis secantik Carina tampil sangat buruk sangat kematiannya datang.
“Luka ini…”
Sadir menyadari adanya luka di bagian tangan dan kaki Carina. Luka itu bukanlah dibuat sengaja oleh pembunuhnya, melainkan karena Carina yang memberontak. Luka-luka itu seperti memar karena tertabrak kayu dan batu. Di tangan Carina bahkan tampak memar seperti dicengkeram dengan kuat oleh seseorang.
Seseorang telah membunuh Carina. Memaksa Carina untuk gantung diri di pohon.
Lucunya, mereka berempat tak menyadari bahwa Carina membutuhkan pertolongan. Mereka tak mendengar jeritan ketakutan Carina saat akan dibunuh. Ironis sekali..
Tunggu…
Tadi malam, Algol tidak tertidur cepat. Namun selain Algol masih ada satu orang lagi yang belum tertidur.
Algol melebarkan pandangannya ke sekeliling mereka, dan menyadari bahwa jumlah mereka berkurang satu orang.
“Dimana Alphard?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
$uRa
serem juga ceritanya
2022-07-15
0
Yara_Army
algol so sweet bgt masaa
2021-02-27
0
Puan Harahap
bagus Thor, tapi nama nama syusah diingat
2020-10-22
1