2 hari setelah mencetak brosur.
Hasil dari menebar brosur demi mencari sosok di tuju oleh Andy dengan beralasan mencari baby sister untuk papanya akhirnya membuahkan hasil. Pagi ini setelah kepergian Wijaya, rumah mewah itu di perlahan tapi pasti mulai di penuhi puluhan sosok wanita dengan masing-masing tangan memegang brosur.
Di ruang tamu, Andy di temani oleh Varo mulai memanggil satu persatu pihak pelamar. Sampailah ke pelamar kelima, wanita bertubuh gempal, rambut ikal berdiri tepat di depan meja Andy. Tanpa membuang waktu dan hanya untuk menghormati pelamar hingga Andy bisa menemukan sosok Camilla di sana, Andy pun mulai meminta pelamar memperkenalkan dirinya.
“Silahkan perkenalkan diri Anda,” pinta Andy sopan.
Wanita itu berulang kaling menarik nafas panjang, merasa cukup tenang, barulah ia memperkenalkan dirinya kepada Andy.
“Nama aku, Gemila, rumah ku tak jauh dari rumahmu ini dek. Aku orangnya rajin kebaktian. Aku juga rajin ke Gereja. Aku juga handal dalam melakukan apa pun, pokoknya aku paket lengkap lah dek,” ucap Gemila memperkenalkan diri.
“Ok, silahkan keluar. Jika saya tertarik, maka Anda akan saya hubungi,” tolak Andy beralasan dengan sopan.
“Aku tunggu ya, dek,” ucap Gemila sembari keluar dari ruang tamu. Andy hanya mengangguk.
Setelah wanita bernama Gemila keluar dari ruang tamu, Varo mulai bertanya sosok baby sister seperti apa ingin di cari tuan mudanya itu, sebab sudah ada lima pelamar selalu Andy tolak dengan cara halus.
“Tuan muda, wanita tadi adalah pelamar yang kelima. Kalau boleh saya tahu, tuan muda mencari sosok baby sister seperti apa?” tanya Varo penasaran.
“Hem, nanti juga Om akan tahu. Sekarang Om lanjut saja panggil pelamar lainnya hingga aku bertemu dengan Kakak itu,” sahut Andy tak lupa senyuman manisnya.
“Baiklah, saya akan panggil peserta lainnya,” sahut Varo mulai beranjak dari duduknya. Ia pun mengulurkan kepalanya ke pintu, memanggil pelamar keenam.
“Silahkan masuk nomor enam,” panggil Varo.
Pelamar keenam pun masuk, dan berhenti di hadapan Andy.
Bola mata coklat Andy berbinar terang saat menatap pelamar keenam, ia juga beranjak turun dari duduknya mendekati dan memeluk pelamar keenam itu.
“Kak Camilla,” panggil Andy, ternyata pelamar keenam itu adalah Camilla.
“Kau kenal sama ku, dek?” tanya Camilla lupa dengan wajah Andy.
Andy mengurai pelukannya, menengadahkan wajahnya menatap Camilla, “Tentu saja,” Andy menunjuk wajahnya, “Aku, Andy, kak. Anak kecil yang menangis di dalam Mall tempo hari. Apa Kakak tidak ingat?” lanjut Andy mengingatkan Camilla.
Camilla tidak menjawab, ia terus memandang wajah Andy. Satu ingatan terlintas di pikirannya, ingatan itu bukanlah berjumpa dengan Andy, melainkan membanting Papanya. Takut akan di jebloskan ke dalam penjara, Camilla buru-buru menjawab dan mencari alasan agar bisa terbebas dari Andy.
“Oh! aku ingat, tapi kayaknya aku tidak jadi melamar di sini. Permisi!” pamit Camilla mulai melangkah. Dalam hati Camilla, ‘Buset, ini namanya aku carik mati. Sudahlah aku batalkan aja niat ku untuk mencuri di rumah ini dengan cara berpura-pura bekerja. Lebih bagus aku balek mencopet aja.’
Terkejut melihat sosok sang Papa pulang lebih awal, Andy dan Varo hanya diam menatap punggung Camilla terus berjalan lurus ke arah Wijaya juga berjalan di arah sama.
Bam!
“Duh, duh! punya mata nggak kau! Kau pikir ini rumah bapak…” omelan Camilla terhenti saat ia menengadah, melihat sang pemilik wajah.
“KAU!”
Takut Camilla kabur lagi, Wijaya langsung menggenggam pergelangan tangan Camilla.
“Akhirnya kita bertemu di sini. Apakah kau datang ke sini untuk bertanggung jawab atas semua perbuatanmu kepadaku waktu itu? Kalau gitu mari aku tuntun menuju kantor pihak berwajib!” lanjut Wijaya semakin mengeratkan genggaman tangannya.
Ucapan Wijaya sontak saja membuat Camilla semakin ketakutan. Tubuhnya terus bergerak, memberontak hebat agar bisa lepas dari cengkraman Wijaya.
“Lepaskan aku, aku ke sini hanya untuk melamar pekerjaan yang ada di brosur ini!” teriak Camilla sambil menunjukkan kertas brosur ke hadapan Wijaya.
Melihat cetakan brosur seperti permintaan anak-anak, Wijaya spontan terdiam. Sejenak Wijaya melirik ke Putra semata wayangnya, Andy bersembunyi di balik kaki Varo, lalu lirikan mata itu beralih ke pelamar memenuhi teras rumah sampai halamannya. Tanpa melepaskan genggaman tangannya, Wijaya berjalan menuju teras, berhenti di sana. Tatapan tajam menatap satu persatu pelamar.
“DI SINI TIDAK ADA LOWONGAN PEKERJAAN SEPERTI YANG TERTERA DI KERTAS ITU. KALIAN SEMUA, SEGERA PULANG DARI RUMAHKU!” teriak Wijaya.
“Hei! sopan dikit kau bicara. Kami di sini untuk melamar pekerjaan. Kenapa pula kau mengusir kami!” teriak salah satu pelamar.
“Di sini tidak ada pekerjaan. Sudah sana pulang, cepat pulang!” usir Wijaya kembali dengan sorot mata berapi-api.
Camilla hanya diam dalam umpatannya. ‘Iiis, cerewet juga laki-laki tua satu ini ya. Tidak aku sangka mulutnya tidak kalah jauh dengan mulut wanita-wanita di sini,’ batin Camilla.
“Huuuu! jangan mentang-mentang kau orang kaya, kau bisa suka-suka ati ngusir kami dari sini!” teriak pelamar lainnya tidak senang di usir secara kasar oleh Wijaya.
Wijaya tidak memperdulikan teriakan dari para pelamar, ia masih terus mengusir sekaligus meluapkan emosinya kepada pelamar atas ulah Andy.
Mendengar teriakan Wijaya dan suara sorakan pelamar kepada Wijaya, Andy dan Varo bergegas keluar, berdiri di samping Wijaya.
“Kenapa tuan besar?” tanya Varo pura-pura tak tahu.
“Pakek nanyak kamu. Cepat usir mereka dari rumahku. Sejak kapan aku membuka lowongan pekerjaan di rumah!” omel Wijaya memberi perintah.
“Ba-baik tuan,” sahut Varo patuh.
Saat Varo sibuk membubarkan para pelamar, Wijaya menggenggam tangan Andy, membawanya masuk bersama dengan Camilla juga.
“Sakit Pa!” keluh Andy merasa aliran darah di pergelengan tangan tidak mengalir, saking kuatnya Wijaya menggenggamnya.
“Lepaskan,lepaskan tanganku!” teriak Camilla masih terus berusaha terlepas dari genggaman tangan Wijaya.
Wijaya tidak menggubris teriakan Andy dan Camilla, ia terus membawa Camilla dan Andy sampai di ruang tamu, lalu melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Camilla dan Andy. Berulang kali ia menarik nafas panjang untuk menahan semua emosinya, lalu ia berdiri berhadapan dengan Andy dan Camilla saat ini sedang mengelus pergelangan tangan mereka masing-masing. Wijaya juga merampas brosur dari genggaman tangan Camilla.
“Apa maksudnya dari brosur ini, Andy?” tanya Wijaya masih menahan amarahnya.
Andy tidak menjawab, ia malah merampas brosur dari tangan Wijaya.
“Papa tidak perlu tahu!” ketus Andy. Camilla hanya diam, tangannya masih mengelus pergelangan tangannya masih terasa pedas.
Wijaya menarik nafas dalam-dalam, ingin memarahi putra semata wayangnya. Tapi ia sadar jika Andy masih berusia 5 tahun, masih sangat kecil untuk di marahi kembali.
“Kak, Kakak masih mau melamar jadi Baby sister untuk Papa, kan?” tanya Andy penuh harap.
“Andy, apa maksudmu?” tanya Wijaya masih berusaha meredam amarahnya.
Camilla masih diam dengan seribu pertimbangan.
“Maksud dari brosur ini adalah Aku ingin mencari Baby Sister untuk Papa. Aku juga sudah menemukan orang yang pas buat menjadi Baby sister untuk Papa. Orang itu adalah Kak Camilla. Suka atau tidak suka, Papa harus terima!” jelas Andy tidak bisa di bantah.
“Buat apa kamu mencari babay sister untuk Papa? Seharusnya yang memakai baby sister itu kamu, bukan Papa,” jelas Wijaya. Wijaya menggenggam tangan Camilla, “Dan kau! cepat keluar dari rumahku. Aku tidak membutuhkan Baby sister sepertimu!” lanjut Wijaya mengusir Camilla.
“Lantam kali mulut kau, Om. Kau pikirnya aku mau kerja di rumah kau ini. Idiih, nggak sudi aku. Aku cantik dan aku banyak bakat. Masih banyak tubang (tua bangka) lain yang mau menerimaku di luar sana!” celetuk Camilla dengan pedenya.
Merasa terhina di usir secara kasar oleh Wijaya, Camilla berbalik badan. Ia pun melangkah pergi melewati Varo dan Andy.
“Papa jahat! Papa tidak pernah memikirkan aku. Aku benci Papa. Aku benci!” teriak Andy.
Tidak ingin kehilangan sosok Camilla, Andy berlari, mengejar Camilla dan menghadang jalannya dengan kedua tangan ia rentangkan selebar-lebarnya.
“Kakak, aku mohon jadilah Baby sister untuk Papa. Aku mohon Kak!” Andy memohon dengan tulus hingga kedua bola mata coklatnya mengeluarkan cairan bening.
Melihat putranya memohon seperti seorang pengemis. Wijaya mendekati Andy, menggenggam sebelah tangan Andy.
“Andy, kenapa kau memohon seperti itu kepada wanita sumo ini?! Ayo, cepat berdiri Papa bilang. Jangan meminta seperti seorang pengemis kepada wanita tak punya sopan santun seperti ini!” tegas Wijaya sambil berusaha memaksa Andy untuk berhenti merentangkan kedua tangannya.
Tidak suka melihat sikap kasar Wijaya. Camilla mendekati Andy, menarik lembut Andy untuk berdiri di sisinya.
“Apalah kau ini! Apa kayak gini caramu mendidik anakmu sendiri? Yang kotornya pikiranmu itu sehingga kau berpikir jika aku adalah wanita yang tidak pantas untuk di pertahankan. Ok! Aku memang bukan wanita yang anggun, memiliki tutur kata lembut dan sopan. Tapi, aku adalah wanita yang anti kekerasan seperti yang kau lakukan ini kepada anakmu, Om!” omel Camilla panjang lebar.
Masih kesal terhadap sikap Wijaya, Camilla menyikut bidang dada Wijaya.
“AWAS KAU!” celetuk Camilla mulai melangkah sambil membawa Andy menuju ruang tamu.
“Hei, berani sekali kau…”
“Diam kau! Emang beraninya aku samamu!” sentak Camilla membuat Wijaya terdiam tanpa suara.
Sesampainya di ruang tamu, Camilla membantu Andy duduk di sofa, mengusap lembut keringat di dahi mulus Andy.
“Adek kecil, apakah kamu sudah tidak takut lagi?” tanya Camilla lembut.
“Tidak kak,” sahut Andy menggeleng.
“Karena Papamu lebih merepotkan dari pada kamu. Bisa tidak aku meminta gaji 20 juta sebulan?” tanya Camilla memberikan sebuah syarat sebelum menerima tawaran Andy.
“Bisa! Kakak tenang saja, Papa sangat kaya dan banyak uang, jadi aku bisa membayar Kakak lebih dari segitu,” sahut Andy semangat.
“Kalau gitu, aku mau jadi baby sister untuk Papamu. Jadi, mulai kapan aku bisa bekerja di sini?”
“Sore ini kak!” sahut Andy semangat.
Wijaya mengernyitkan dahinya, mulai melangkah mendekati Andy.
“Andy, apa maksud semua ini? Cepat jelaskan kepada Papa!” tegas Wijaya.
“Begini ya, tuan yang terhormat! Karena Andy telah menyetujui permintaanku, maka mulai hari ini aku sudah sah bertugas menjadi baby sister untuk kau, Om!” sahut Camilla menjelaskan.
“Benar yang di bilang kak Camilla. Mulai hari ini Papa sudah ada pengasuh yang akan menjaga Papa dari semua kejahatan, mau itu dari kejahatan tante Mayang ataupun wanita lain yang genit kepada Papa,” Andy membenarkan ucapan Camilla.
Wijaya mendengarnya hanya terdiam, tidak bisa berkata apa pun lagi.
“Nah, sudah jelas sekarang ‘kan Om? Kalau gitu aku pulang dulu. Mau mengemas barang-barangku untuk di bawa ke sini. Daaaa, Andy, cowok ganteng, dan duda jelek!” pamit Camilla sembari melambaikan tangannya.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Okta Via
hahahaha baru kali nih Thor baca cerita pakai bahasa Medan
seru juga.
2023-02-02
1
Denry Deny
Entahlah, nggak bisa berkata-kata aku baca cerita Kakak ini. Keren habis aku rasa.
2023-01-07
0
Shandy
Ha ha ha..... lembek-lembek.
2023-01-06
0