Part 5

"Dokternya memang tampan. Tapi sayang, menyebalkan!" cibik Melody sembari menumpukan dagunya di atas genggaman tangannya. Sekarang gadis itu sudah berada di ruang rawat inapnya yang terletak di lantai 7. Liona sengaja menempatkannya di kamar khusus untuk 1 orang saja. Selain menjaga kenyamanan Melody, Liona juga sangat menjaga privasi Melody yang notabenya sebagai penyanyi papan atas. Tidak mungkin juga kan Melody harus berbagai kamar dengan pasien yang lainnya, bisa stress dirinya karena diganggu.

"Apa kau menyukainya?" tanya Liona yang duduk sambil membaca buku majalah selebritas.

"Mana mungkin! Dia hanyalah seorang dokter pemarah. Bagaimana bisa kau mendapatkan dokter untukku yang semacam begitu?" kilah Melody lalu menurunkan kedua tangannya.

Liona langsung menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja. Ia pun memandang Melody yang duduk di sebelahnya. "Aku tidak tau. Tadi ada perawat yang merekomendasikannya. Katanya dia adalah dokter terbaik di rumah sakit ini. Dan dia juga sudah menyandang gelar Professor di usianya yang belum genap 30 tahun."

"Kau hanya melihat bagian luarnya saja, Lio. Kau tidak tau bagaimana sifatnya itu. Sangat pemarah!" curhat Melody menggebu-gebu.

"Tidak akan ada asap bila tidak ada api. Apakah kau memancing emosinya?" selidik Liona. Ia bahkan menaruh tangannya di sandaran kursi. Posisinya juga ikut merubah, menyamping menghadap Melody.

Melody langsung mencibukkan bibirnya mendengar perkataan Liona. "Mana mungkin! Dia saja yang pemarah. Kau tau? Tadi dia menuduhku melakukan hal yang tidak-tidak. Bagaimana aku bisa diam kalau dituduh begitu."

"Baiklah, baiklah. Kau bisa menjelaskannya kepadaku sekarang." ujar Liona mencoba menerima penjelasan dari Melody.

"Pertama, dia bertanya kepadaku kapan terakhir kali aku datang bulan. Kedua, dia bertanya apakah aku sudah mempunyai suami atau belum. Dan aku jawab tidak, lalu yang parahnya lagi dia bertanya kepadaku kapan terakhir kalinya aku berhubungan intim dengan seorang pria. Ck! Bagaimana aku tidak marah. Apakah dia berpikiran kalau aku ini hamil? Dasar dokter sinting!"

Liona langsung tergelak seketika. Ia bahkan sampai menutup mulutnya menahan tawa. "Oke, oke. Aku paham, aku paham. Lalu, apakah setelahnya kalian bertengkar? Aku rasa itu bukan gayamu, Melo."

"Berhenti memanggilku Melo, Lio. Namaku Melody. M E L O D Y. Bukan M E L O!!" protes Melody dengan menekankan huruf-huruf namanya. Wanita langsung cemberut dan menyilangkan tangannya di dadanya.

"Hahaha, baiklah. Tapi, aku akan tetap memanggilmu Melo. Melo, Melo, Melo, Meloku sayang."

"Kurang ajar! Sini kau, Liona. Aku akan mencabik-cabik bibirmu itu. Jangan lari hei!"

Terjadilah kejar-kejaran di ruangan Melody. Mungkin suara ribut mereka sampai terdengar ke luar. Liona yang tertawa puas karena sudah berhasil mengerjai Melody dan Melody yang tidak terima itu langsung saja mengamuk. Bahkan tidak sadar mereka sudah mengabaikan pintu yang diketuk dari luar.

Ceklek

"Awas! Di depanmu, Mel!" peringat Liona saat seseorang baru saja membuka pintu dan masuk ke ruangan itu. Namun, sudah terlanjur basah. Melody bahkan tidak sempat untuk memasang rem agar tidak menabrak tubuh seorang pria yang memakai jas putih kebesaran.

Gubrakk

Melody yang sudah berhasil menghindari pria tersebut langsung merasa aman. Namun, naasnya ia menabrak pintu sebelah yang tertutup.

"Aduhhh!! Aaaa aaaa kepalaku pusing, Lio. Tolong aku." lirih Melody sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

Brukkk

Hampir saja tubuhnya mencium lantai keramik yang begitu dingin. Tapi, semua itu tidak terjadi karena tubuhnya langsung disambut oleh pria tersebut.

•••

"Sudah bangun?" tanya seorang pria yang berdiri di samping ranjang pasien.

Wanita yang terbaring di atas ranjang tersebut hanya mengangguk lemah. Tangannya langsung tergerak untuk menyentuh dahinya yang terdapat perban di sana.

"Sssshhhh..." ia mendesis pelan kala merasakan sakit saat menyentuh perban tersebut.

Reflek pria tersebut langsung memegang tangannya dan menjauhkannya. "Jangan disentuh." titah Zafri sambil meniup pelan dahi Melody dan mengusapnya pelan menggunakan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih bertaut dengan tangan Melody.

Yup, tadi yang masuk ke ruangan Melody adalah Zafri yang ingin memeriksa Melody. Namun, saat sampai di depan pintu, ia mendengar suara ribut dari dalam.

Sesaat keduanya terdiam. Zafri terlena sesaat. Masih di posisinya yang sedikit menunduk dan tangan kanannya memegang tangan Melody lalu tangan kirinya mengusap lembut dahi Melody. Bibirnya juga berada tepat di depan dahinya. Zafri menjauh sedikit untuk melihat wajah Melody dari jarak yang sangat dekat.

Melody merasakan nafas hangat beraroma mint itu menerpa tepat di wajahnya. Ia menjadi sedikit gugup kala mata tajam itu mengunci netranya. Dan Zafri juga bisa mencium aroma farfum Melody yang berbau bunga Peony. Seketika Zafri merasa tenang, membuatnya betah berlama-lama menghirup aroma itu. Tunggu! Tunggu! Zafri betah karena wangi farfum Melody ataukah betah saat melihat wajah Melody dari jarak yang sangat dekat?

"Melooo... sepertinya aku akan datang lain kali."

Keduanya langsung tersentak. Zafri langsung menjauhkan tubuhnya dari Melody dan Melody yang langsung melepas paksa tangan Zafri yang terus menggenggamnya. Untuk menghadapi situasi yang rumit ini, Zafri langsung merubah ekspresinya.

"Tidak, Lio. Ke sini lah!" ujar Melody melambaikan tangannya ke arah Liona yang berdiri di dekat pintu. Bahkan tangan Liona masih memegang handle pintu.

Liona menurut. Ia berjalan mendekati Melody sambil membawa satu kantong kresek kecil di tangannya. "Apakah sudah mendingan?" tanya Liona perhatian.

Melody menganggukkan kepalanya sambil berdehem. "Hmm, lumayan. Kenapa kau lama sekali??"

"Ah itu. Tadi ada sedikit insiden saat aku akan kembali ke sini. Tapi, tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja."

"Oke."

"Saya pamit. Jangan banyak bergerak atau berlari di ruangan. Itu tidak baik untuk kesehatanmu." sahut Zafri.

"Baik. Terima kasih, Dr. Zafri."

"Oke."

Selepas kepergian Zafri, Liona langsung heboh. Ia menarik kursi dan membawanya mendekati ranjang Melody.

"Apa dia bicara banyak kepadamu?" tanya Liona penasaran.

Melody menganggukkan kepalanya ragu. "Humm... kenapa?"

Liona langsung memeganga kedua tangannya dan menggoyangkan. "Ini gawat, Melo. Kau harus berhati-hati."

"Maksudnya?" tanya Melody bingung.

"Apa kau tau dokter Zafri?" Melody menggeleng dengan polosnya.

"Bodoh! Itu dokter yang menanganimu, Melo!" sentak Liona.

"Apa masalahnya?"

Baiklah, kali ini rupanya Melody memancing emosi Liona dengan salah satu sifat polosnya. "Saat akan kembali ke sini, aku banyak mendengar tentang dokter Zafri. Banyak perawat yang mengatakan kalau dia itu kutub es. Sangat jarang berbicara kepada orang-orang. Kalau dia berbicara pun itu hanya seperlunya saja, contoh tadi. Dia hanya bilang oke saat aku mengucapkan terima kasih kepadanya."

Melody langsung terkekeh melihat tingkah Liona yang menurutnya sangat heboh. "Itu normal, Lio. Yang tidak normal itu saat dia menjadi seorang pemarah."

"Kau membelanya, Melo! Sungguh?" selidik Liona.

"Ah, tidak, Lio. Aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan saja. Bukan apa-apa."

"Kau membelanya, Melo. Kau membelanya barusan."

"Hei, aku bilang tidak, Lio. Aku tidak membelanya. Kau saja yang terlalu sensitif."

"Kau membelanya, lagi?" tunjuk Liona tepat di hadapan wajah Melody sambil tertawa jahil.

"Itu tidak--"

"Hei, ayolah. Mengaku saja kalau kau suka dengan dokter Zafri."

"Astaga, Lio!" pekik Melody. Keduanya pun tertawa bersamaan.

Terpopuler

Comments

💫Sun love 💫

💫Sun love 💫

benih...benih cinta udah mulai tumbuh ... tinggal nunggu bersemi nya nih...

2023-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!