Part 4

"Huekkkk..."

"Huekkkk..."

"Mel, kita ke rumah sakit ya?" Liona sangat khawatir dengan perkembangan kesehatan Melody yang akhir-akhir ini menurun. Sahabatnya itu selalu mengeluh mual dan sakit kepala. Liona hanya takut kalau Melody terserang penyakit yang serius.

Melody yang menyeka sudut bibirnya menggunakan punggung tangannya sontak menggeleng. "Aku tidak apa-apa, Lio. Mungkin sedikit masuk angin. Kamu ingat kan, kalau akhir-akhir ini aku sering pulang dini hari?" Liona menganggukkan kepalanya setuju. Ya, memang sudah sekitar seminggu ini Melody pulang dini hari karena jadwalnya yang super padat. Liona bahkan sering mengatakan supaya tidak mengambil job terlalu banyak. Dan hasilnya sekarang, Melody sakit-sakitan. Sebagai sahabat yang baik, mana tega Liona melihatnya menderita.

"Kalau begitu kau harus berhenti mengonsumsi obat itu. Kau tau kan, terlalu banyak mengonsumsinya dalam jangka waktu panjang itu tidak baik? Telingamu itu kemana, Melo! Kau itu sungguh keras kepala. Intinya, sekarang kita akan periksa ke rumah sakit. Aku tidak mau sahabatku menderita lagi. KAU MENGERTI?!" tutur Liona denagn nada bicara dinaikkan sedikit. Mengingat watak Melody yang keras kepala membuatnya harus lebih tegas lagi.

"Maaf, Lio." lirih Melody sembari menundukkan kepalanya. Ia menggenggam jari-jarinya erat kala mendengar suara Liona yang menurutnya sangat menyeramkan.

Liona langsung tersentak karena menyadari bahwa Melody sedikit takut dengan suaranya barusan. Ia mendekati Melody dan membawanya masuk ke dalam pelukannya. "Aku hanya tidak ingin adikku menderita. Kau hanya punya aku di dunia ini, Melo. Dan begitu juga sebaliknya. Aku tidak ingin terjadi hal yang buruk kepadamu." gumam Liona sembari mengelus-elus punggung Melody.

Setelah beberapa menit menenangkan Melody, Liona langsung melepaskan pelukannya. Ia memegang kedua bahu Melody supaya berdiri tegak. "Sekarang kita akan ke rumah sakit." ujarnya tanpa bantahan.

"Tapi, Lio. Satu jam lagi kita ada konser." balas Melody.

"Dengarkan aku! Singkirkan pekerjaanmu itu. Aku akan membatalkan semuanya."

"Tidak bisa. Kalau kita membatalkannya, kita akan membayar semua penaltinya. Itu sangat banyak, Lio."

"Kita punya banyak uang, Melo! Kau dan aku. Ingat itu. Sekarang, tidak ada lagi bantahan, apa pun itu! Bersiap-siaplah. Kita akan ke rumah sakit sekarang juga!"

"Baiklah." lirih Melody sendu. Ia merasa tidak rela kalau pekerjaannya dibatalkan semua. Selain itu, mereka harus membayar penalti jika tidak ingin hal yang tidak diinginkan terjadi kepada mereka. Bisa saja kan pihak lain akan menuntut mereka?

Di dalam perjalanan menuju rumah sakit, Melody hanya diam sambil melihat jalanan ramai. Liona yang mengendalikan stir mobil pun beberapa kali melirik. Tidak biasanya Melody sesedih itu. Biasanya ia akan cerita, dan selalu mengoceh.

"Mel." panggil Liona melirik sekilas.

"Ya?" jawab Melody mengalihkan pandangannya, melihat Liona yang tampak fokus menyetir.

"Semalam... Tante Ana--"

"Stop! Jangan membicarakannya, Lio. Moodku akan rusak kalau kau membahasnya." potong Melody cepat sebelum Liona menyelesaikan perkataannya.

"Baiklah." balas Liona pasrah. Padahal ada yang ingin ia sampaikan terkait nama yang ia sebutkan tadi.

"Kita sampai. Pakai masker dan kacamata mu, Melo. Aku tidak ingin orang mengetahui keberadanmu." seru Liona setelah memarkirkan mobilnya dengan aman.

"Iya, bawel." Liona terkekeh pelan saat Melody mulai mendumel.

Melody dengan sigap mengambil peralatannya di jok belakang. Ya bisa dibilang peralatan untuk menyamar agar ia tidak ketahuan oleh khalayak ramai. Apalagi statusnya sebagai penyanyi papan atas.

Melody mengenakan penutup kepala, masker hitam, dan terakhir kacamata. "Apakah aku masih cantik, Lio?" tanya Melody meminta pendapat kepada Liona akan penampilannya yang seperti pembunuh bayaran.

"Pftt!! Ya, kau masih sangat sangat sangat cantikk sekali, Melo. Turunkan sifat narsismu itu, apalagi saat nanti ada dokter yang memeriksa." balas Liona sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah Melody tiba-tiba menjadi receh. Inilah sifat Melody yang Liona sukai. Percaya diri, narsis.

"Siap, sayangku. Ayo, kita masuk ke dalam!" ajak Melody dengan antusias. Berbanding terbalik saat berada di apartemennya tadi.

•••

"Dr. Zafri, anda ada pasien baru." kata perawat perempuan yang masuk ke dalam ruangannya.

"Oke." tidak ingin membuat pasien barunya menunggu lama, Zafri segera beranjak dari tempatnya. Kemudian mengambil berkas yang sempat perawat tersebut berikan kepadanya. Berkas tersebut adalah berisi data-data diri pasien barunya.

"Zhafira Keysa Melody." gumam Zafri menyebutmu nama lengkap pasiennya.

"Di sini, Dr. Zafri." perawat barusan menunjukkan ruang periksa.

"Oke." Zafri menganggukkan kepalanya sekilas kemudian masuk ke dalam ruang periksa. Sesampainya ia di dalam, ia melihat seorang wanita muda tengah duduk di kursi. Zafri ikut duduk di hadapannya, posisi keduanya hanya terhalang meja.

"Nona Zhafira, ada keluhan?" tanya Zafri sambil mengenakan stetoskopnya dan bersiap-siap untuk memeriksa pasien. Sebelumnya ia menanyakan terlebih dahulu tentang keluhan yang dialami pasiennya.

"Melody, bukan Zhafira, Dok!"

"Baiklah. Sekali lagi saya ulangi, Nona Melody, ada keluhan apa?" tanya Zafri. Ia sempat bingung karena pasiennya itu masih saja sempat protes persoalan nama.

"Mual dan pusing, Dok." jawabnya.

Zafri langsung tercekat. Baiklah, mungkin apa yang ada di pikirannya itu salah. "Maaf, kapan terakhir anda datang bulan?" pertanyaan itu membuat Zafri menarik nafasnya dalam.

Pasiennya itu sempat mengernyit dahinya bingung. Ada apa dokter tersebut menanyakan hal yang sangat privasi?

Meskipun bingung, pasien wanita itu pun menjawab. "Mungkin sekitar satu bulan yang lalu, Dok."

Sekali lagi nafas Zafri tercekat. "Apakah anda sudah punya suami?" tanya Zafri.

Melody menaikkan alisnya satu. Selain bingung, ia benar-benar sangat sangat bingung. Wanita itu menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Maaf. Kapan terakhir kali anda berhubungan badan dengan seorang pria?"

"APA!!?" teriak Melody terkaget.

Zafri bahkan sempat terperanjat dari kursinya lantaran kaget. "Bisa tenang?" tutur Zafri mengelus dada.

"M-maaf, Dok. Jadi, Dokter menuduh saya melakukan itu dengan bebas?" sarkas Melody merasa marah.

"Melakukan apa? Kapan saya menuduh kamu?" tanya Zafri balik merasa ikut terpancing emosi. Bisa-bisanya pasien barunya itu dengan mudahnya berteriak kepadanya. Apakah dia tidak tau siapa Zafri?

"Lupakan." balas Melody sembari bersedekap dada di hadapan Zafri.

Zafri sempat terperangah. Pasiennya itu sangat sombong. Pikirnya. Lalu, apa maunya? Maunya apa datang ke sini kalau ditanya seperti itu saja sudah marah? Ataukah Zafri yang salah karena telah menanyakan hal yang sangat privasi?

Zafri berdecak kesal. Rupanya pasiennya itu sangat mengundang emosi. Pria itu ikut bersandar di sandaran kursi. Keduanya sempat saling bertatapan tajam dengan bola mata mengisyaratkan aura permusuhan.

Zafri menarik nafasnya dalam sebelum berkata. "Kamu tidak sakit. Silahkan keluar!" usir Zafri tidak berperasaan.

"Ck! Saya akan mengkritik layanan rumah sakit ini karena telah memberikan layanan buruk kepada saya. Oke, baiklah, siapa takut. Jangan salahkan saya kalau Dokter dipecat saat ini juga." ancam Melody. Ia bangkit dari duduknya dan bersiap untuk meninggalkan ruang periksa.

Namun, sebelum itu terjadi, Zafri sudah berdiri lebih cepat dan menghadang Melody. Seperti ia harus menekan lebih banyak sabar untuk menghadapi wanita itu.

"Baik, saya minta maaf karena bagi kamu layanannya buruk. Tapi, apakah bisa kamu jangan memancing emosi saya. Di sini saya dokter, tolong hormati saya." ucap Zafri masih keras kepala.

"Ck! Yang memancing emosi situ siapa? Pertanyaan Dokter saja yang tidak senonoh." balas Melody lalu melipatkan kedua tangannya di depan dadanya. Keduanya berdiri berhadapan, saling menatap tajam.

Zafri ikut melipat tangannya di depan dadanya. Ia melangkah maju mendekati Melody. Melody yang melihat itu pun sempat ketakutan, ia berjalan mundur seiring dengan Zafri yang melangkah maju.

"Saya hanya bertanya, bukan menuduh. Ck! Lupakan. Silahkan kamu berbaring di sana." tunjuk Zafri ke arah brangkar di dalam ruang periksa.

"Dokter mau ngapain saya?" Melody menyilangkan tangannya di depan dadanya dan menatap Zafri dengan horor.

"Kamu berpikir terlalu jauh. Saya tidak bernaf*su melihat tubuhmu yang kerempeng itu." sangkal Zafri akan tuduhan tidak nyata dari Melody.

"Benarkah?" mata Melody menginterogasi. Setelah yakin, ia dengan ragu berjalan menuju brangkar pasien dan berbaring di sana.

Zafri segera mengarahkan stetoskopnya ke arah dada Melody. Melody yang awalnya berpikiran yang tidak-tidak kembali menyilangkan tangannya di dadanya.

"Saya cuma mau periksa kamu." jelas Zafri membuat Melody pasrah.

Setelah memeriksa denyut jantung Melody, Zafri mengambil senter kecil khusus untuk alat pemeriksa kesehatan.

"Tutup mata kamu!" pinta Zafri yang langsung dituruti oleh Melody.

Zafri menyalakan senter kecilnya, dan membuka kelopak mata Melody lalu mengarahkan senternya secara bergantian mulai dari mata sebelah kanan kemudian kiri.

Pria itu berpindah ke pergelangan tangan Melody. Ia memegang pergelangan tangan wanita itu dan memeriksanya.

"Apakah kamu ada mengonsumsi obat-obatan?" tebak Zafri.

Melody berdehem singkat. Bola matanya berkeliaran seiring dengan pergerakan Zafri yang memeriksanya.

"Obat apa?"

"Tidak ada. Hanya obat biasa." jawab Melody.

"Obat apa?" ulang Zafri merasa gemas dengan tingkah Melody.

"Saya susah tidur, Dok." jawab Melody.

Zafri hanya diam karena tanpa dijelaskan lebih lanjut pun ia bisa mengerti. "Berapa lama?"

"Hampir satu tahun." Zafri memijit pelipisnya pelan. Melody memalingkan wajahnya ke samping.

"Cuma masuk angin biasa aja kok, Dok. Hampir seminggu ini saya pulang dini hari." jelasnya lagi.

"Kamu harus melakukan pemeriksaan ulang. Saya sarankan kamu menginap di sini sekitar 2-3 hari. Selama itu, saya akan melakukan pemeriksaan ulang." jelas Zafri lalu melepaskan stetoskopnya dan melingkarkannya di lehernya.

"Kalau begitu saya duluan. Sampai jumpa."

"Tunggu!"

Zafri memberhentikan langkahnya saat ujung jasnya ditarik oleh Melody. Zafri berbalik dan menatap wajah ayu Melody. Tidak dipungkiri, saat awal bertemu, Zafri sudah memuji Melody.

"Ada apa?" tanya Zafri bingung.

Dengan gerakan patah-patah, Melody melepaskan tangannya yang memegang ujung jas Zafri. "Apakah parah?"

"Tidak." jawab Zafri lalu langsung melengos pergi meninggalkan Melody sendirian di dalam ruang periksa.

Terpopuler

Comments

anita

anita

11...12...mereka2 sma2 jutek

2023-12-31

0

💫Sun love 💫

💫Sun love 💫

jangan jutek pak dokter... entar kena kode etik kedokteran Lo....

2023-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!