Rumah Sakit.
Kepala Isna terasa berat, kesadarannya mulai kembali. Matanya berkunang-kunang dan pandangannya kabur saat memandang sekeliling ruangan. Ruangan bercat putih, terasa hening. Aroma wangi karbol khas rumah sakit juga tercium ke dalam indra penciumannya.
Dimana aku? Apa aku sudah mati?
Teringat saat cahaya yang menyilaukan kedua matanya dan hantaman keras mengenai tubuhnya.
"Bukankah aku tertabrak?" gumamnya lirih.
Gadis itu mencoba menggerakkan anggota badannya. Kakinya bisa bergeser sedikit. Merasakan jari kakinya terasa sedikit kaku. Lalu tangannya. "Aughhh... sakit!" ringisnya merasakan berdenyut saat dia hendak melipat lengannya.
"Nona sudah sadar?"
Seseorang berseragam biru-biru memakai tudung kepala dan masker di wajahnya menghampiri. Dia terlihat mengecek infus dan suhu badan Isna. Gadis itu hanya mengamatinya dengan kedua bola matanya, karena tidak mampu menoleh karena memakai penyangga di leher.
Apa dia seorang perawat?
"Apa Anda merasa mual? Pusing atau gejala lainnya?" tanya petugas itu dan segera menekan tombol yang ada di sana.
"Iya, s-saya pusing. Tangan saya rasanya berdenyut hebat." Isna terbata menjawab lirih. Perawat itu tersenyum.
"Tunggu sebentar, ya? Dokter akan segera memeriksa Anda." Sambil menulis beberapa laporan di kertas yang dia bawa.
Tak lama kemudian, tiga orang berseragam putih dan beberapa tenaga medis lain seperti perawat, datang ke dalam ruangan dan mengecek keadaan Isna. Gadis itu hanya terdiam dan menurut.
"Maaf, Dokter. Bagaimana kondisi pasien ini?" Seseorang bertubuh tegap, memakai jas hitam dan tampak tegas dengan sorotan matanya, masuk ke dalam ruangan.
"Perkembangannya baik. Pendarahannya sudah bisa teratasi. Hasil CT-scan menunjukkan kondisi benturan di kepalanya, tidak menyebabkan cidera serius seperti gegar otak. Hanya saja, ada pen yang tertanam di pergelangan tangannya dan satu tulang rusuknya juga patah. Tapi, operasi berjalan lancar. Semua akan baik-baik saja. Hanya tinggal menunggu hasil pemeriksaan selanjutnya," terang dokter itu menatap pria berbadan tegap dan segera diberi anggukan seraya meraih ponsel dari dalam sakunya sambil melangkah meninggalkan ruang perawatan.
Apa dia bagian dari rentenir yang mengejarku semalam? Apa itu artinya aku tertangkap? Lalu kenapa mereka tidak membuangku saja, tapi malah merawatku di sini?
Isna memutar kedua bola matanya, memandang sekeliling. Tidak terdengar jelas apa yang yang mereka bicarakan di dalam ruangan itu. Hanya saja, Isna melihat jelas bahwa ruangan perawatannya terlihat bagus dan luas. Sejenak dia menjadi sangat khawatir dengan biaya perawatannya.
"Istirahatlah Nona, besok pagi mungkin anda akan segera bisa kami pindahkan ke bangsal umum. Jadi, Anda tidak perlu cemas. Semua biaya perawatan ditanggung oleh orang yang menabrak anda, Tuan Krisna Aditya. Mohon anda segera pulih, hingga tidak memberatkan diri anda sendiri." Salah seorang dokter mendekati Isna dan memberi penjelasan. Setelah itu, gerombolan tenaga medis itupun segera keluar semua dari dalam ruang perawatan Isna di ruang ICU.
Isna hanya bisa menghela napas. Memahami keadaannya sekarang. Kecelakaan malam itu ternyata tidak menyebabkan dia mati, hanya remuk. Pikir Isna. Dia pun merasakan kantuk yang luar biasa, hingga terlelap lagi dalam ruangan sepi, yang hanya ada dirinya sendiri di sana.
******
Di Rumah kediaman Krisna.
Dua hari telah berlalu dari insiden kecelakaan. Krisna terlihat sedang menikmati sarapannya bersama sang istri. Memakai pakaian formal hingga menambah nilai ketampanan dalam dirinya menjadi lebih terpancar. Istrinya hanya memandangnya dengan senyuman.
"Sayang."
Suara lembut Kartika membuat Krisna segera menoleh ke arah istrinya. Menghentikan makan dan memberi perhatian penuh pada sang istri.
"Aku sudah mendengar rentetan kejadian malam itu, Kris. Juga ... tentang wanita yang kau tabrak malam itu." Dengan lembut Kartika meraih jemari hangat Krisna. Krisna pun memainkan jemari istrinya ketika jemari mereka bertautan.
"Lalu?" tanyanya dengan kening berkerut. Satu alisnya terangkat.
"Izinkan aku untuk menjenguknya di rumah sakit," pintanya dengan sinar mata memohon.
Keposesifan suaminya selalu membuat Kartika harus meminta izin ke mana pun dan siapa pun yang akan dia temui. Cinta seorang laki-laki sembilan tahun lebih muda darinya, yang terkadang membuatnya gila.
"Kenapa, Sayang? Kenapa kau menjadi penasaran dengan wanita itu? Apa kau cemburu?" Mata berbinar Krisna menandakan kebahagiaan saat melihat istrinya cemburu.
"Tentu saja iya, Sayang. Aku cemburu! Aku harus tahu, seperti apa wanita yang ditabrak suamiku. Kenapa dia sampai di rawat di ruang VIP, Sayang?" Kartika membuat alasan agar dia bisa menemui gadis itu.
"Baiklah, temuilah dia. Tapi ingat, langsung pulang. Di luar tidak aman bagi istri Krisna berkeliaran. Semua laki-laki di luar sana mengagumimu, kau tahu?" Krisna mencium jemari tangan istrinya.
"Jangan seperti itu, kau tahu usiaku 43 tahun. Jangan membuatku tertawa," balas Kartika sambil tertawa. Krisna ikut tertawa. Segera Kartika berubah cemberut.
"Kau setuju kalau aku terlihat tua?" tanyanya berwajah masam. Krisna pun hanya bisa tergelak.
"Bukankah kau sendiri tadi yang mengatakan nya?" Krisna masih tertawa saat mengatakannya. Kartika hanya manyun dan segera dikecup sekilas bibirnya.
"Kamu tahu 'kan, kamu wanita paling cantik di dunia ini? Hem?" Krisna menangkup kedua sisi wajah istrinya dan memandangnya dengan lembut.
Dan bagaimana mungkin, aku sanggup menikah lagi dan bercinta dengan wanita lain, saat hanya dirimu wanita yang kucintai Kartika? Apa mungkin, hatiku bisa berbelok? Apa kau tidak takut kalau rasa cintaku berangsur luntur, saat aku mencoba menerima wanita lain, untuk berbagi ranjang denganku? Tolong, berhentilah mencari wanita lain untukku.
"Sayang?" Kartika membuyarkan lamunan suaminya yang memandanginya tanpa berkedip.
"Aku akan menyelidiki wanita yang kau tabrak itu. Aku harap dia gadis yang baik-baik. Tidak salahnya kalau—"
Krisna menyela istrinya.
"Terserah padamu sayang. Kau yang carikan, kau yang pilih. Aku hanya akan lakukan tugasku, 'kan? Tapi, berjanjilah, untuk tidak cemburu. Hem? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan bisa berbuat seperti ini. Membayangkan kamu bersama laki-laki lain saja, aku sudah hampir membuatku merasa tercekik dan mati—"
Kartika menyela suaminya.
"Iya, Sayang. Aku mengerti. Kau hanya cukup membuatnya hamil dan melahirkan anakmu. Aku akan membereskan sisanya untukmu. Hem?" Kartika meyakinkan suaminya. Krisna hanya menghela napas.
"Aku berangkat, ya? Kabari aku, ketika kau berangkat ke rumah sakit. Biar aku menghubungi pihak keamanan dan rumah sakit agar kau leluasa ketika di sana. Dan ingat, aku belum menemui orang yang kutabrak. Jadi, jangan berbicara macam-macam padanya!" Krisna beranjak dari kursinya dan merangkul sang istri.
Mereka berjalan beriringan menuju halaman kediamannya. Mobil Krisna sudah siap mengantarnya pergi ke kantor, perusahaannya. Kartika mengecup bibir suaminya sekilas dan membiarkan pria tampan itu pergi dengan supir dan pengawal pribadinya.
Maafkan aku Krisna. Kebodohan di masa laluku membuatku tidak bisa membahagiakanmu. Apa ini karmaku, untuk menghukumku sehingga aku tak mampu memberi keturunan langsung padamu.
*****
Kartika menuju ke dalam kamarnya. Mengganti pakaian dan merias wajahnya. Melihat dirinya berada di pantulan cermin. Usianya kini 43 tahun. Percobaan untuk bayi tabung (IVF) 3 kali, membuat kandungannya kian melemah dan selalu berakhir dengan kegagalan yang sangat menyakitkan.
"Maaf, Nyonya. Kalau kita memaksa maka, yang kami takutkan adalah rahim Anda akan benar-benar rusak dan kami harus melakukan pengangkatan rahim pada Anda. Jadi, kami tidak menyarankan Anda untuk program hamil lagi, di usia Anda yang berkepala empat, Nyonya." Dokter kandungan terbaik di negara itu memberi penjelasan padanya dan Krisna.
Kartika bisa melihat kedua bola mata suaminya melebar dan rahang mengeras menahan perasaannya. Namun, Kartika tidak mampu berbuat apa-apa.
"Lalu, apa yang akan Anda lakukan terhadap saya?" Kartika mencoba mengetahui bagaimana nasibnya.
"Kami akan melakukan Tubektomi terhadap Anda, Nyonya. Kami takut, keguguran berulang Anda lebih dari tujuh kali, akan berdampak buruk pada rahim anda, bila dibiarkan begitu saja." Dokter itu menatap mereka berdua dengan tatapan serius.
"Lakukan apa pun. Yang penting istriku sehat dan baik-baik saja. Tidak ada anak, aku tidak masalah." Krisna berbicara tegas.
Namun, tetap saja tampak jelas ada kesedihan mendalam di ujung kedua matanya. Kesedihan sebagai seorang laki-laki yang menikah untuk memiliki keturunan bersama wanita yang dicintainya.
Kartika mengelus punggung tangan suaminya. Krisna hanya membalas senyuman, dan merekatkan pelukan pada istrinya.
Bayangan itu lenyap ketika Kartika mengedipkan mata, menatap dirinya di cermin. Ada guratan halus di sana yang tetap akan menampakkan usianya. Walau sudah perawatan mahal dia jalani untuk menghilangkannya atau menyamarkannya.
"Apa Krisna benar-benar tidak akan tertarik dengan wanita selain diriku? Apa aku akan menyesal saat aku memutuskan untuk mencari wanita lain untuk melahirkan anak Krisna?" Kartika memukul dadanya yang terasa sesak.
Penyesalan akan selalu datang terlambat. Kartika menyadari itu. Kesalahan di masa lalunya yang tak pernah Krisna ketahui.
"Tapi maaf Kris, sepertinya aku belum rela kalau ada wanita lain hamil anak kandungmu," gumamnya lirih, sambil mengusap kedua kelopak matanya.
Dengan langkah pasti, dia menyusuri tangga kediamannya menuju pelataran halaman. Segera memanggil supir dan pengawal pribadi. Dia akan melakukan kunjungan ke rumah sakit, tempat wanita itu dirawat. Sebelumnya dia sudah mendapat informasi dari temannya, Dokter yang ikut merawat wanita itu. Menurut catatan medis dan penelusuran dari orang yang dipercaya Kartika, gadis itu sedang dikejar rentenir dan sempat mendapat kekerasan yang mengarah pada pelecehan seksual. Hutang-hutang keluarganya yang membuat perusahaan keluarganya bangkrut dan dia dijual ayah tirinya kepada rentenir itu. Wanita itu berhasil kabur, tapi sayang mobil yang melintas milik suaminya tidak menolongnya, tapi malah menabrak tubuhnya.
Tony? Menarik sekali. Bagaimana kabarnya selama ini?
Sambil melangkahkan kakinya, dia tersenyum manis memikirkan pria itu.
Kartika memiliki rencana matang di dalam kepalanya. Dengan elegan dan berjalan tegak, dia memasuki mobil dan segera membawanya menuju ke rumah sakit.
******
Hai Readers ...
Jangan lupa Like, Komen dan Vote ya ...
Terimakasih ^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Koni Dwi N
penasaran kelanjutan ceritanya
2024-08-01
0
Tri Maryati
pengin tau masa lalu kartika
2022-09-08
0
Fatmi Hadi
mampir aq thor...kyknya seru nich ceritanya
2021-10-12
0