Ketika takdir tidak mempertemukan. Bukan berarti, mereka tidak berjodoh. Sejauh mana air mengalir, maka tujuannya hanya satu yaitu muara sungai dan lautan. Begitulah alur takdir yang misterius. Perpisahan sesaat, lalu pertemuan kembali. Walau terkadang, setelah berpisah, tidak lagi ada pertemuan.
Satu sisi Asma kembali berkumpul bersama orang tuanya, sedangkan Reyhan kembali bertemu Bagas. Keduanya sibuk mengurus pekerjaan hingga melupakan waktu. Tiga hari telah berlalu. Selama itu pula, sikap sang sahabat sangatlah berbeda. Biasanya suka jahil dan bikin darting.
"Nando!" Panggil Rey saat jam istirahat dan keduanya baru menyelesaikan meeting secara virtual dengan pusat.
Bagas mendongak malas, tatapan matanya terus tertuju pada sebuah pulpen yang mendiami tempat penanya. "Ya, apa?"
Kelakuan yang benar-benar aneh. Semangat pun tidak bisa ditemukan dalam diri seorang Bagas Fernando. Apa ada yang meninggal? Seingatnya, pria itu tidak memiliki kekasih. Mungkin saja, lagi patah hati. Iya kah? Segudang asumsi bergejolak dalam pikiran Reyhan.
Sementara itu, Bagas sendiri tengah memikirkan kegagalannya untuk mendapatkan calon adik ipar. Bagaimana bisa semangat? Berharap ada perubahan, eh malah jatuh ke jurang. Sakit bukan? Yah, kepergian Asma merenggut setengah harapannya.
Rey berjalan menghampiri Bagas, tangannya terangkat memeriksa kening. Lalu turun ke leher. Tidak panas. Tidak juga dingin. Suhu tubuh masih normal, tapi kenapa ada awan mendung yang menyelimuti kehidupan sahabatnya itu?
"Rey. Lepas!" Bagas menyingkirkan tangan Reyhan dari lehernya. Risih, jangan sampai ada yang masuk dan berpikir yang bukan-bukan. "Kenapa lagi? Harus ya, natap aku seintens itu."
Seperti tengah ketahuan mencuri. Tatapan serius nan tajam dengan alis terangkat sebelah. Rey menatapnya tanpa berkedip. Bukan aneh, tetapi hanya tak suka dengan kekhawatiran yang berlebihan seperti itu. Orang yang harus dikhawatirkan, malah tidak pernah disebut namanya.
Rey hanya menghela nafas panjang. Langkah kaki berjalan, lalu menarik kursi lain. Kemudian duduk hingga berhadapan dengan Bagas Fernando. Tatapan mata saling beradu menyelami apa yang tersembunyi. Namun, tidak ada pemahaman tanpa penjelasan.
"Diammu, gak buat aku paham. Bisa katakan, cewek mana yang menghancurkan hatimu." ucap Rey memulai obrolan, membuat Bagas mengambil sikap.
Sibuk menggeser posisi duduknya hingga nyaman, lalu mengambil pulpen milik Asma yang pernah ia pinjam. Entah kenapa, kemarin kepikiran untuk meminjam barang. Padahal pulpen numpuk di kantor. Walau pulpen terlihat cewek, tapi pilihan yang bagus karena saat digunakan untuk menulis kecil dan juga tajam.
"Bisa bantu aku?" Bagas menyerahkan pulpen ke tangan Reyhan, tatapan tanya sahabatnya. Tidak ia hiraukan. "Kembalikan pulpen ini pada pemiliknya. Dia selalu mendapatkan inspirasi dengan memakai pulpen kesayangannya."
Sebuah pulpen berwarna putih keabu-abuan. Tutupnya bening berbentuk mahkota raja. Sudah pasti DIA yang dimaksud Bagas adalah seorang wanita. Mana mungkin cowok pake pulpen semanis itu. Bisa aneh kalau dilihat banyak orang.
"Ini punya siapa? Aku akan bantu buat balikin, tapi kenapa seorang CEO malah jadi kurir paket, ya. Rumahnya dimana?" Rey bertanya, tetapi juga menerima kegalauan sahabatnya itu, tanpa pria itu sadari. Jika Bagas tersenyum puas didalam hatinya.
Bukannya menjawab. Bagas justru mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya. Lalu menghubungi seseorang untuk mengirimkan alamat yang dia inginkan. Sedikit bicara, banyak bekerja. Begitulah cara pria satu itu mengatasi masalah pandemi dalam hidupnya. Pulpen adalah alasan klasik.
"Kita akan kesana bersama. Aku tidak mau nanti badai menghempaskan sahabat ku yang tampan. Lagi pula, pekerjaan disini sudah selesai. Jadi, ayo kita jalan-jalan." Kata Bagas sumringah dengan imajinasi yang membahagiakan.
Melihat tingkah jahil sang sahabat sudah kembali. Rey tersenyum lega karena itu lebih baik. Dibandingkan melihat wajah kusut, seperti pakaian belum disetrika. Hari ini, menjadi harapan baru bagi Bagas, tetapi bagi Reyhan? Pria itu masih tak memahami rencana yang tergambar jelas di mata sahabatnya.
Lima jam kemudian.
Pukul sembilan belas WIB, tanggal 23, bulan Februari 2022. Tidak ada angin. Tidak ada hujan. Kebahagiaan, ketidaksabaran tercetak jelas menghiasi wajah Bagas disepanjang perjalanan meninggalkan kota Temanggung. Kali ini, yang menyetir adalah Rey.
Kerlap-kerlip lampu kota menambah suasana tentram. Impian yang akan ia jemput, terus saja melambaikan tangan. Menanti kedatangannya untuk menuju peraduan kebersamaan. Senandung ria mengikuti irama musik yang sengaja diputar oleh Bagas.
Anak ini, kenapa sih? Seumur hidupku, baru kali ini melihat kebahagiaannya memuncak mengalahkan puncak gunung Himalaya. ~batin Rey seraya menggelengkan kepala kecil, lalu kembali fokus menyetir.
Bagas tahu dan sadar. Lirikan mata sahabatnya berulang kali tertuju padanya. Namun, bukan saatnya untuk mengatakan apa yang ada di balik hati dan pikiran. Apa alasan kebahagiaan yang memenuhi relung hatinya. Sebelum Rey bertemu dengan Asma. Maka lebih baik diam dan berpura-pura seperti dia menemukan kekasih baru.
Perjalanan selama tiga jam lebih lima belas menit karena menggunakan mobil pribadi. Akhirnya gapura selamat datang KEBUMEN menyambut mereka berdua. Bagas menggunakan ponselnya untuk menemukan tempat peristirahatan terbaik.
"Rey, kita terus saja. Cari hotel yang deket semua fasilitas umumnya. Disini ada beberapa referensi hotel, tapi setelah dicek. Hotel Patra lokasi strategis. Di pusat kota, dekat stasiun kereta, jadi pasti banyak fasilitas lainnya." Jelas Bagas antusias, sedangkan Rey hanya pasrah mengikuti alur.
Akhirnya, kedua pria itu memilih Hotel Patra sebagai tempat penginapan sementara waktu. Malam ini, menjadi awal mulai perjuangan Bagas untuk memberikan pasangan terbaik bagi sahabatnya. Pria itu tidak tahu. Jika kehidupan Asma tidak sesederhana yang ia pikirkan.
Suara isak tangis yang tertahan. Lelehan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Penyesalan itu datang, setiap kali ia merasa kesepian. Dunia yang ia kenal hanyalah pelarian, namun dunia nyata menjadi kesendirian. Tidak seorangpun tau, luka yang menganga di hatinya.
Ya Allah, apakah mungkin ada pria yang bisa menerimaku, apa adanya? Kekurangan diriku karena tak mampu menjaga diri sendiri sebagai wanita. Rasa ini, terus menenggelamkanku dalam keputusasaan. Bimbinglah hamba-Mu yang tersesat ini, Ya Rabb.~batinnya dengan derai air mata dalam kesunyian malam.
Sayup-sayup terdengar suara adzan. Kelopak mata begitu terasa berat untuk dibuka, namun Asma tetap membuka matanya. Sudah waktunya untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu sholat. Pagi hari yang sama dengan rutinitas yang sama pula. Selepas menunaikan ibadah, gadis itu selalu membuatkan minuman untuk kedua orang tuanya.
Selesai melakukan hal yang biasa. Pasti gadis itu duduk di kamar, lalu memegang ponsel untuk memulai harinya dengan melepaskan beban emosi yang merenggut perasaannya. Jemari menari diatas tuts, menikmati huruf demi huruf menyatukan bersama asa dan frasa. Tentu karena gadis itu seorang penulis online. Tiba-tiba terdengar panggilan khas yang selalu menjadi pusat dunianya.
"Ndu, nulis di luar sini! Minum teh bareng, Ibu."
.
.
.
.
Morning 🤭 Semuanya.
Mungkin ada yang berpikir, tokoh namanya kok sama seperti nama othoor ya?
Memang iya, tapi gak berarti real semua, ya.
Othoor mau, menyajikan karya yang beda.
Felling, emosi, dan alur yang gak sesuka hati.
Cerita kali ini, pokoknya semakin sepenuh hati.
Eh, malah curi hati orang lain juga 😅
Pokoknya stay tuned, semoga bawang mahal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Mommy Ai💙
masalah apa yg menimpa asma sampai dia berfikir seperti itu, pasti akan ada laki" yg mau menerima kamu apa adanya asma.
2023-03-25
0
☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ
ihh gak sabar aku ehh pen tau gimana kisah lanjut nya rey ini
2023-03-25
0
Ⴆι Ⴆσყ 404
demi apa coba, ya demi mau nemuin Asma ma Rey lg. maka ny apapun bagas akan lakukan
2023-03-25
0