Mimpi kamu, Rey. Aku tidak akan membiarkan gajiku di potong, tapi bolehlah membuatmu meminta tambahan gaji. Tentu setelah misi ku berhasil.~ batin Bagas dengan senyum kemenangan.
Reyhan tidak tahu apapun selain mengikuti permainan sang sahabat. Pria itu sibuk memainkan ponsel hanya sekedar memeriksa jalannya ritme saham perusahaan, sedangkan yang menyetir fokus ke jalanan dengan pikiran cerdiknya.
Malam ini, dia akan melakukan sesuatu yang bisa membuat seorang Reyhan terkejut. Ntah bagaimana caranya, tetapi harus berjalan sempurna seperti tidak pernah direncanakan. Tiba-tiba terdengar dering ponselnya.
[Bos, ini alamat rumah gadis itu.]~lapor dari seseorang di tempat lain yang menjadi suruhan Bagas, bahkan sebuah foto rumah kayu juga ikut sebagai bukti nyata.
Senyuman manis tersungging, lirikan matanya menangkap bayangan Reyhan yang sepertinya masih sibuk dengan dunia kerja. Semua seperti keberuntungan yang bisa mempermudah harapannya. Mobil berganti arah, tetapi sang sahabat masih tidak menyadari.
Jalanan sempit dan gelap. Jalan itu hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat dan satu kendaraan roda dua, jika berseberangan. Jalan yang berkelok dan juga naik turun walau tak seberapa, membuat Reyhan mengalihkan fokusnya ke sekitar. Kenapa gelap?
Baik kanan atau kiri, ternyata adalah perkebunan atau yang biasa disebut alas. Alas tidak lain adalah hutan, tetapi kalau lebih kecil disebut kebun. Sementara kalau luas disebut hutan. Daerah tempat Reyhan berada memang terletak diantara keramaian industri, tetapi juga dikelilingi beberapa alas.
Jadi, ketika keluar ke jalan raya. Maka bisa melihat sepanjang jalan utama berdiri banyak pabrik industri, dan ketika kembali masuk ke jalan desa. Maka yang ada hanya jalan yang terhimpit alas. Setelah melewati alas barulah ada rumah warga sekitar. Jika dilihat dari satelit. Sudah pasti seperti sebuah kawah pemukiman.
Jika orang baru masuk daerah pedesaan. Bisa saja tersesat karena banyak jalan yang bercabang. Akan tetapi, bagi para warga ya sudah biasa saja, bahkan bisa menggunakan jalan alas sebagai jalan potong agar cepat mencapai tujuan. Seperti melewati tengah hutan untuk mencapai jalan utama yang lebih jauh lagi.
Mobil itu melintasi alas, membuat Reyhan mengernyit tak paham. Lalu, ia menoleh ke arah Bagas, "Nando, ini mau ke kuburan atau gimana? Kok jalan malah lewat hutan kanan kiri. Jangan bilang?"
Reyhan selalu memanggil sahabatnya Nando ketika diluar wilayah pekerjaan karena persahabatan bukan tentang komitmen tanggung jawab untung dan rugi.
"Pikiranmu, Rey. Serem amat, memangnya kamu mau cari pelarisan? Gak 'kan. Jadi buang deh, pikiran negatifmu itu." Sahut Bagas tak kalah cepat, membuat Reyhan menghela nafas lega. "Ini namanya jalan pintas buat ke jalan raya yang memasuki daerah Secang."
Secang? Kenapa gak lewat jalan utama saja. Jalan yang melewati beberapa tempat dan cabang, tetapi jelas masuk perkotaan. Bukan malah masuk pemukiman warga. Sepertinya memang salah membiarkan sahabatnya menyetir mobil malam ini.
"Terserah deh. Aku cuma mau makan, udah laper." ucap pasrah Reyhan menyerah, percuma juga berdebat karena sudah terlanjur lewat jalan horror juga.
Senyuman tipis di bawah temaram sinar rembulan menghiasi wajah Bagas. Ia menyetir perlahan ketika kelokan mulai memasuki wilayah pemukiman. Rumah-rumah disekitar nampak mewah ala pedesaan. Yah, pasti uang tebusan pembelian lahan dijadikan untuk membangun rumah impian.
Jadi, tidak heran ketika banyak rumah dengan desain baru dan nampak mencolok karena ada di dekat alas. Saking pelannya laju kendaraan, Reyhan bisa menghitung bunga mawar yang tumbuh di salah satu depan rumah warga. Heran saja, kenapa mobil jalan seperti siput.
"Nando, kita sebenarnya mau kemana? Feelingku udah gak enak dari tadi. Jangan aneh-aneh, ya." Reyhan memperingati sang sahabat, tetapi tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi oleng. "Astaga, kenapa mobilnya malah yang ngambek."
Bagas terkekeh mendengar ketidaknyamanan Reyhan. Bukan maksudnya meledek, tetapi ia paham. Jika pria satu itu, tidak suka daerah yang terlalu gelap, bahkan menghindari yang namanya kegelapan. Bukan fobia, melainkan hasil dari trauma kecil di masa lalu.
"Santai, Rey. Ada ban cadangan, sepertinya ban kempes. Jadi harus diganti. Lihat disana ada sedikit ruang, jadi izin parkir disana saja." jelas Bagas menenangkan sahabatnya, membuat Reyhan menghela nafas berat.
Mau, tak mau. Reyhan ikut turun dari mobil, begitu Bagas turun dan bersiap untuk mengganti ban. Pria itu memperhatikan sekelilingnya. Beberapa rumah warga yang tidak mewah, bahkan sebuah rumah paling kecil dan hanya sepetak menarik perhatiannya.
Kenapa desa ini, tidak semua warga memiliki rumah bagus? Padahal banyak hutan yang dijual untuk pembangunan pabrik industri. Sorot lampu yang temaram membuat Rey jelas melihat pintu bercat hijau tosca. Tatapan matanya terus tak lepas dari rumah itu.
"Rey, bisa minta air gak? Disini habis, sedangkan kita butuh air untuk ....,"
Entah apa yang dikatakan oleh Bagas. Pria yang dimintai tolong tenggelam sibuk memikirkan hal yang tidak di perlukan, hingga terdengar suara deru motor yang datang dari jalan bawah. Deg. Wajah yang sama, tetapi nampak dingin. Kenapa gadis pabrik itu lewat di depannya?
Tatapan mata trus mengikuti kemana perginya motor itu dan rumah yang ia pandangi sejak tadi. Ternyata rumah dari salah satu buruh pabriknya. Motor berhenti tepat di depan rumah, lalu si gadis turun. Percakapan singkat di lakukan, hingga motor itu putar balik, kemudian pergi.
Rey berpura-pura tidak memperhatikan, namun pria yang mengantar si gadis malah berhenti di dekatnya. Entah apa yang akan terjadi. Jangan sampai pria itu tahu, jika ia memperhatikannya sejak awal. Pikiran memang sangat suka berkelana.
''Apa yang terjadi? Apa butuh tukang bengkel?" tanya pria yang menghampiri Reyhan dan Bagas.
Bagas menghentikan kegiatannya yang sibuk mengganti ban mobil. "Tidak, ini hanya ban bocor sepertinya tertusuk paku. Mas ini, orang sini?"
"Iya, itu rumah nenekku dan kebetulan baru mengantarkan adikku pulang. Mau mampir, sepertinya butuh kopi biar kembali segar." jawab pria yang tak lain adalah kakaknya Asma.
Reyhan melirik ke arah Bagas. Berharap pria itu menolak karena ia tak ingin semakin jauh dalam hal yang tidak dipahami. Sayangnya, Bagas tersenyum sumringah dan menyetujui tawaran yang sangat menggiurkan. Harap maklum bagi penikmat kopi.
"Ayo, desa ini aman. Jadi gak papa kalau ditinggal, nanti langsung ke rumah saja. Aku tak kabari adikku dulu." Jelas kakak Asma tanpa rasa sungkan.
Singkat cerita. Reyhan dan Bagas dipersilahkan masuk kerumah paling sederhana. Bak dunia langit dan bumi. Ketika langkah memasuki rumah, pemandangan pertama yang di dapat adalah sofa berlubang dengan warna yang pudar. Meja kaca mini berselimut kain segitiga. Tempat sampah di sudut pojok dinding.
Tirai khas bunga warna hijau lumut, bukan pintu kayu sebagai penyekat. Ruang tamu dengan ukuran tiga meter kali dua meter. Sempit dan tidak luas. Reyhan duduk di kursi kayu yang terlihat lebih aman untuk di duduki, sedangkan Bagas memilih duduk di single sofa.
"Ndu, buatin kopi, ya. Di depan ada temennya, Mas." Ucap Sang Kakak membuat Asma yang baru saja selesai ganti pakaian membuka pintu kamar, kepala yang menyembul melihat ruang di depannya yaitu meja makan.
"Ok, Mas. Sebentar." jawab Asma singkat jelas dan padat, tetapi nada suaranya lembut.
Reyhan dan Bagas saling berpandangan, mereka berdua tidak tahu. Apa yang tengah terjadi, tetapi bisa mendengarkan semua dengan jelas. Memang seberapa kecil rumah ini? Entahlah. Untung saja, tuan rumah segera datang dan membawa botol kaleng.
"Rokok alami orang desa. Mau coba?" tanya Kakak Asma sembari membuka kaleng yang ternyata isinya adalah mbako (tembakau), klembak, dan menyan.
Tirai terbuka, bersama aroma kopi yang menguar menyebarkan keharuman menggoda. Nampan plastik hijau muda menjadi tempat tiga gelas kecil kopi mengepulkan asap putih. Asma menyajikan kopi buatannya tanpa sepatah katapun.
"Silahkan diminum." Kakak Asma mempersilahkan, "Ndu, jangan tidur begadang. Besok kamu kerja."
"Seperti biasa, Mas. Cuma nulis bentar, trus tidur." Jawab Asma, lalu berbalik meninggalkan ruang tamu.
*Dingin sekali. Kopinya panas, tapi pembuat kopinya yang dingin. Astafirullah, Rey. Jangan ngomong sembarangan.~ ucap hati Reyhan karena tertegun melihat wajah gadis itu dari dekat, namun ternyata jauh lebih dingin*.
Kegalauan yang terekam jelas di wajah sahabatnya, membuat Bagas menahan tawanya. Siapa sangka alam berkehendak sama, seperti keinginannya. Ia ingin menjodohkan sang boss bersama gadis yang tidak memandang rupa. Apalagi harta.
"Boleh tahu, adiknya, Mas itu. Bekerja dimana?" tanya Bagas mencoba mengalihkan perhatian semua orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Mommy Ai💙
emangnya kamu yakin akan berhasil bagas, mencomblangkan rayhan sama asma. kira" mslh apa ya yg membuat rayhan takut sm kegelapan.
2023-03-25
0
☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ
ayo bagas semangat kamu pasti bisa membuat bos mu makin galau wkwkw aku gak sabar deh jadinya
2023-03-25
0
☯︎B ᴢᴀʀ⋰
cie si Rey lagi kepo tuh, kira² si asma lagi ngapain tuch di balik tirai
2023-03-25
0