Bab 3: Ditengah Alas, Rumah itu

Mimpi kamu, Rey. Aku tidak akan membiarkan gajiku di potong, tapi bolehlah membuatmu meminta tambahan gaji. Tentu setelah misi ku berhasil.~ batin Bagas dengan senyum kemenangan.

Reyhan tidak tahu apapun selain mengikuti permainan sang sahabat. Pria itu sibuk memainkan ponsel hanya sekedar memeriksa jalannya ritme saham perusahaan, sedangkan yang menyetir fokus ke jalanan dengan pikiran cerdiknya.

Malam ini, dia akan melakukan sesuatu yang bisa membuat seorang Reyhan terkejut. Ntah bagaimana caranya, tetapi harus berjalan sempurna seperti tidak pernah direncanakan. Tiba-tiba terdengar dering ponselnya.

[Bos, ini alamat rumah gadis itu.]~lapor dari seseorang di tempat lain yang menjadi suruhan Bagas, bahkan sebuah foto rumah kayu juga ikut sebagai bukti nyata.

Senyuman manis tersungging, lirikan matanya menangkap bayangan Reyhan yang sepertinya masih sibuk dengan dunia kerja. Semua seperti keberuntungan yang bisa mempermudah harapannya. Mobil berganti arah, tetapi sang sahabat masih tidak menyadari.

Jalanan sempit dan gelap. Jalan itu hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat dan satu kendaraan roda dua, jika berseberangan. Jalan yang berkelok dan juga naik turun walau tak seberapa, membuat Reyhan mengalihkan fokusnya ke sekitar. Kenapa gelap?

Baik kanan atau kiri, ternyata adalah perkebunan atau yang biasa disebut alas. Alas tidak lain adalah hutan, tetapi kalau lebih kecil disebut kebun. Sementara kalau luas disebut hutan. Daerah tempat Reyhan berada memang terletak diantara keramaian industri, tetapi juga dikelilingi beberapa alas.

Jadi, ketika keluar ke jalan raya. Maka bisa melihat sepanjang jalan utama berdiri banyak pabrik industri, dan ketika kembali masuk ke jalan desa. Maka yang ada hanya jalan yang terhimpit alas. Setelah melewati alas barulah ada rumah warga sekitar. Jika dilihat dari satelit. Sudah pasti seperti sebuah kawah pemukiman.

Jika orang baru masuk daerah pedesaan. Bisa saja tersesat karena banyak jalan yang bercabang. Akan tetapi, bagi para warga ya sudah biasa saja, bahkan bisa menggunakan jalan alas sebagai jalan potong agar cepat mencapai tujuan. Seperti melewati tengah hutan untuk mencapai jalan utama yang lebih jauh lagi.

Mobil itu melintasi alas, membuat Reyhan mengernyit tak paham. Lalu, ia menoleh ke arah Bagas, "Nando, ini mau ke kuburan atau gimana? Kok jalan malah lewat hutan kanan kiri. Jangan bilang?"

Reyhan selalu memanggil sahabatnya Nando ketika diluar wilayah pekerjaan karena persahabatan bukan tentang komitmen tanggung jawab untung dan rugi.

"Pikiranmu, Rey. Serem amat, memangnya kamu mau cari pelarisan? Gak 'kan. Jadi buang deh, pikiran negatifmu itu." Sahut Bagas tak kalah cepat, membuat Reyhan menghela nafas lega. "Ini namanya jalan pintas buat ke jalan raya yang memasuki daerah Secang."

Secang? Kenapa gak lewat jalan utama saja. Jalan yang melewati beberapa tempat dan cabang, tetapi jelas masuk perkotaan. Bukan malah masuk pemukiman warga. Sepertinya memang salah membiarkan sahabatnya menyetir mobil malam ini.

"Terserah deh. Aku cuma mau makan, udah laper." ucap pasrah Reyhan menyerah, percuma juga berdebat karena sudah terlanjur lewat jalan horror juga.

Senyuman tipis di bawah temaram sinar rembulan menghiasi wajah Bagas. Ia menyetir perlahan ketika kelokan mulai memasuki wilayah pemukiman. Rumah-rumah disekitar nampak mewah ala pedesaan. Yah, pasti uang tebusan pembelian lahan dijadikan untuk membangun rumah impian.

Jadi, tidak heran ketika banyak rumah dengan desain baru dan nampak mencolok karena ada di dekat alas. Saking pelannya laju kendaraan, Reyhan bisa menghitung bunga mawar yang tumbuh di salah satu depan rumah warga. Heran saja, kenapa mobil jalan seperti siput.

"Nando, kita sebenarnya mau kemana? Feelingku udah gak enak dari tadi. Jangan aneh-aneh, ya." Reyhan memperingati sang sahabat, tetapi tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi oleng. "Astaga, kenapa mobilnya malah yang ngambek."

Bagas terkekeh mendengar ketidaknyamanan Reyhan. Bukan maksudnya meledek, tetapi ia paham. Jika pria satu itu, tidak suka daerah yang terlalu gelap, bahkan menghindari yang namanya kegelapan. Bukan fobia, melainkan hasil dari trauma kecil di masa lalu.

"Santai, Rey. Ada ban cadangan, sepertinya ban kempes. Jadi harus diganti. Lihat disana ada sedikit ruang, jadi izin parkir disana saja." jelas Bagas menenangkan sahabatnya, membuat Reyhan menghela nafas berat.

Mau, tak mau. Reyhan ikut turun dari mobil, begitu Bagas turun dan bersiap untuk mengganti ban. Pria itu memperhatikan sekelilingnya. Beberapa rumah warga yang tidak mewah, bahkan sebuah rumah paling kecil dan hanya sepetak menarik perhatiannya.

Kenapa desa ini, tidak semua warga memiliki rumah bagus? Padahal banyak hutan yang dijual untuk pembangunan pabrik industri. Sorot lampu yang temaram membuat Rey jelas melihat pintu bercat hijau tosca. Tatapan matanya terus tak lepas dari rumah itu.

"Rey, bisa minta air gak? Disini habis, sedangkan kita butuh air untuk ....,"

Entah apa yang dikatakan oleh Bagas. Pria yang dimintai tolong tenggelam sibuk memikirkan hal yang tidak di perlukan, hingga terdengar suara deru motor yang datang dari jalan bawah. Deg. Wajah yang sama, tetapi nampak dingin. Kenapa gadis pabrik itu lewat di depannya?

Tatapan mata trus mengikuti kemana perginya motor itu dan rumah yang ia pandangi sejak tadi. Ternyata rumah dari salah satu buruh pabriknya. Motor berhenti tepat di depan rumah, lalu si gadis turun. Percakapan singkat di lakukan, hingga motor itu putar balik, kemudian pergi.

Rey berpura-pura tidak memperhatikan, namun pria yang mengantar si gadis malah berhenti di dekatnya. Entah apa yang akan terjadi. Jangan sampai pria itu tahu, jika ia memperhatikannya sejak awal. Pikiran memang sangat suka berkelana.

''Apa yang terjadi? Apa butuh tukang bengkel?" tanya pria yang menghampiri Reyhan dan Bagas.

Bagas menghentikan kegiatannya yang sibuk mengganti ban mobil. "Tidak, ini hanya ban bocor sepertinya tertusuk paku. Mas ini, orang sini?"

"Iya, itu rumah nenekku dan kebetulan baru mengantarkan adikku pulang. Mau mampir, sepertinya butuh kopi biar kembali segar." jawab pria yang tak lain adalah kakaknya Asma.

Reyhan melirik ke arah Bagas. Berharap pria itu menolak karena ia tak ingin semakin jauh dalam hal yang tidak dipahami. Sayangnya, Bagas tersenyum sumringah dan menyetujui tawaran yang sangat menggiurkan. Harap maklum bagi penikmat kopi.

"Ayo, desa ini aman. Jadi gak papa kalau ditinggal, nanti langsung ke rumah saja. Aku tak kabari adikku dulu." Jelas kakak Asma tanpa rasa sungkan.

Singkat cerita. Reyhan dan Bagas dipersilahkan masuk kerumah paling sederhana. Bak dunia langit dan bumi. Ketika langkah memasuki rumah, pemandangan pertama yang di dapat adalah sofa berlubang dengan warna yang pudar. Meja kaca mini berselimut kain segitiga. Tempat sampah di sudut pojok dinding.

Tirai khas bunga warna hijau lumut, bukan pintu kayu sebagai penyekat. Ruang tamu dengan ukuran tiga meter kali dua meter. Sempit dan tidak luas. Reyhan duduk di kursi kayu yang terlihat lebih aman untuk di duduki, sedangkan Bagas memilih duduk di single sofa.

"Ndu, buatin kopi, ya. Di depan ada temennya, Mas." Ucap Sang Kakak membuat Asma yang baru saja selesai ganti pakaian membuka pintu kamar, kepala yang menyembul melihat ruang di depannya yaitu meja makan.

"Ok, Mas. Sebentar." jawab Asma singkat jelas dan padat, tetapi nada suaranya lembut.

Reyhan dan Bagas saling berpandangan, mereka berdua tidak tahu. Apa yang tengah terjadi, tetapi bisa mendengarkan semua dengan jelas. Memang seberapa kecil rumah ini? Entahlah. Untung saja, tuan rumah segera datang dan membawa botol kaleng.

"Rokok alami orang desa. Mau coba?" tanya Kakak Asma sembari membuka kaleng yang ternyata isinya adalah mbako (tembakau), klembak, dan menyan.

Tirai terbuka, bersama aroma kopi yang menguar menyebarkan keharuman menggoda. Nampan plastik hijau muda menjadi tempat tiga gelas kecil kopi mengepulkan asap putih. Asma menyajikan kopi buatannya tanpa sepatah katapun.

"Silahkan diminum." Kakak Asma mempersilahkan, "Ndu, jangan tidur begadang. Besok kamu kerja."

"Seperti biasa, Mas. Cuma nulis bentar, trus tidur." Jawab Asma, lalu berbalik meninggalkan ruang tamu.

*Dingin sekali. Kopinya panas, tapi pembuat kopinya yang dingin. Astafirullah, Rey. Jangan ngomong sembarangan.~ ucap hati Reyhan karena tertegun melihat wajah gadis itu dari dekat, namun ternyata jauh lebih dingin*.

Kegalauan yang terekam jelas di wajah sahabatnya, membuat Bagas menahan tawanya. Siapa sangka alam berkehendak sama, seperti keinginannya. Ia ingin menjodohkan sang boss bersama gadis yang tidak memandang rupa. Apalagi harta.

"Boleh tahu, adiknya, Mas itu. Bekerja dimana?" tanya Bagas mencoba mengalihkan perhatian semua orang.

Terpopuler

Comments

Mommy Ai💙

Mommy Ai💙

emangnya kamu yakin akan berhasil bagas, mencomblangkan rayhan sama asma. kira" mslh apa ya yg membuat rayhan takut sm kegelapan.

2023-03-25

0

☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ

☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ

ayo bagas semangat kamu pasti bisa membuat bos mu makin galau wkwkw aku gak sabar deh jadinya

2023-03-25

0

☯︎B ᴢᴀʀ⋰

☯︎B ᴢᴀʀ⋰

cie si Rey lagi kepo tuh, kira² si asma lagi ngapain tuch di balik tirai

2023-03-25

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tangisan bayi, Flasback
2 Bab 2: Dunia Pabrik
3 Bab 3: Ditengah Alas, Rumah itu
4 Bab 4: Waktu yang Berlalu
5 Bab 5: Alasan Klasik
6 Bab 6: Usaha Bagas, Rumah Asma
7 Bab 7: Mencari Alasan lagi
8 Bab 8: TANGGUNG JAWAB PENJEMPUTAN
9 Bab 9: Alun-alun Kota
10 Bab 10: Menjauh dari KehidupanKu
11 Bab 11: Rey ketiduran, Pagi Kebenaran
12 Bab 12: Pencarian Kebenaran
13 Bab 13: Kesendirian berujung Lamaran
14 Bab 14: Jika Jodoh, Doa Kita Se-Amin
15 Bab 15: Ikrar Janji Suci berteman Senja
16 Bab 16: Malam Pertama, Video Call?
17 Bab 17: Makan Malam, Diam
18 Bab 18: Ujian Malam Pertama
19 Bab 19: Aroma Cinta Halal
20 Bab 20: Treatment By Tuan Kulkas
21 Bab 21: Awal Mula, Karena Ponsel
22 Bab 22: KELUARGA
23 Bab 23: KELUARGA II
24 Bab 24: KELUARGA III
25 Bab 25: Berjalan Lancar, Satu Pertanyaan
26 Bab 26: Hanya tentang Emosi
27 Bab 27: Perpisahan itu Nyata
28 Bab 28: Sederhana, tetapi Rumit
29 Bab 29: Babak Baru Kehidupan
30 Bab 30: Makam Malam rasa Kuburan
31 Bab 31: SORRY
32 Bab 32: Nyata, dibilang Drama
33 Bab 33: Rasa Takut
34 Bab 34: Secercah Cahaya
35 Bab 35: Tanggung Jawab
36 Bab 36: Sudah Cukup?
37 Bab 37: END
38 Bab 38: Sepenggal Kenangan
39 Bab 39: Seperti Itu
40 Bab 40: Menu Makanan
41 Bab 41: Penjelasan Bagas, Keputusan Rey
42 Bab 42: Saudara Sepupu
43 Bab 43: Saudara Sepupu II
44 Bab 44: KOMPROMI
45 Bab 45: Sajak Resepsi
46 Bab 46: Syarat Menjebak, Deal?
47 Bab 47: Impian dan Perjuangan
48 Bab 48: MAKAN MALAM BERSAMA
49 Bab 49: Asma Ngambek, Rey Kelabakan
50 Bab 50: HUKUMAN
51 Bab 51: KELUARGA
52 Bab 52: Lamunan Bagas, Duduk Bersama
53 Bab 53: Penasaran yang Serentak
54 Bab 54: Masalah?
55 Bab 55: Mengatur atau Diatur?
56 Bab 56: Keraguan Bagas Atas Pilihannya
57 Bab 57: Calling Lucky
58 Bab 58: Ifii Vs Nau
59 Bab 59: Ternyata Begitu...
60 Bab 60: Pemikiran, Sistem Simbiosis
61 Bab 61: Sadar diri?
62 Bab 62: Sadar Diri! Posesif
63 Bab 63: Flasback ~ Tanda Tanya
64 Bab 64: Support Pertanyaan
65 Bab 65: Keputusan Final, Karena Novel?
66 Bab 66: Tekanan Bagas, Pertemuan
67 Bab 67: Keputusan Final
68 Bab 68: Lorong Pertemuan
69 Bab 69: Kesalahpahaman
70 Bab 70: Ifii Sabar, Butterfly
71 Bab 71: Tentang Elora
72 Bab 72: Diam? Pertanyaan
73 Bab 73: Dilema...
74 Bab 74: INSIDEN
75 Bab 75: Alibi Bagas, Canggung
76 Bab 76: REKAMAN
77 Bab 77: Asma with Fay
78 Bab 78: Ide Nau? Obrolan Seru
79 Bab 79: Rey with Bagas
80 Bab 80: Prinsip?
81 Bab 81: Hadiah?
82 Bab 82: Rumah Mewah
83 Bab 83: Nginep?
84 Bab 84: Di tengah Rasa Penasaran
85 Bab 85: Bibit Pelakor, Tamu
86 Bab 86: Jovanka Ileana Humeera
87 Bab 87: Makan Malam
88 Bab 88: Akhir dari Salah Paham
89 Bab 89: Kepentok Masalah
90 Bab 90: Karena Jovanka
91 Bab 91: Kisah Milik Axel, Squash?
92 Bab 92: Gadis MINIM Harga Diri
93 Bab 93: Ending Suketi
94 Bab 94: Masalah Bisnis?
95 Bab 95: Kebiasaan Buruk
96 Bab 96: Paket Suasana Lengkap
97 Bab 97: Bisnis is Bisnis
98 Bab 98: Setuju dengan Syarat, Kehilangan Akal
99 Bab 99: Tantangan? Wanita lain.
100 Bab 100: Konsekuensi? Persetujuan
101 Bab 101: Kemesraan, Pertanyaan?
102 Bab 102: Cafe Hause Rooftop JakSel
103 Bab 103:Pelakor teriak Pelakor
104 Bab 104: Speechless, Teman yang Waras
105 Bab 105: Si PeKo
106 Bab 106: Sama-sama Dingin
107 Bab 107: Klarifikasi Rey, Tuan Pemarah
108 Bab 108: Ditengah Malam
109 Bab 109: Persetujuan, Pertanyaan
110 Bab 110: Dua Pertemuan Berbeda
111 Bab 111: Asma, Fay
112 Bab 112: Pertemuan Pertama
113 Bab 113: El
114 Bab 114: RA Company's
115 Bab 115: BERSYARAT
116 Bab 116: Mode Kalem
117 Bab 117: Rey Berpikir Ulang
118 Bab 118: Ayah dan Anak
119 Bab 119: Waktu tlah Berlalu
120 Bab 120: Permintaan Sang Adik
121 Bab 121: PASUTRI
122 Bab 122: Belum Dimulai
123 Bab 123: RESEPSI
124 Bab 124: RESEPSI II
125 Bab 125: Jodoh?
126 Bab 126: KEBERSAMAAN
127 Bab 127: Ratu Drama
128 Bab 128: Tiga Keputusan Para Pria
129 Bab 129: Ternyata ...
130 Bab 130: Cinta?
131 Bab 131: Saudara?
132 Bab 132: Salah Waktu
133 Bab 133: Antara Andreas dan Elora
134 Bab 134: Jalan Sesat
135 Bab 135: Cafe Outdoor
136 Bab 136: Masih Di Cafe
137 Bab 137: Nau Vs Ifii
138 Bab 138: Star Light Dream Party
139 Bab 139: Suasana Hati atau Pesta?
140 Emergency Time
141 Bab 140: Masa Lalu yang Terdampar
142 Bab 141: Diamnya Rey, Dua Insan
143 Bab 142: Keraguan, Lagi
144 Bab 143: Cafe Rooftop
145 Bab 144: Dua Sisi Cerita
146 Bab 145: Kalingga Keras Kepala
147 Bab 146: SADAR
148 Bab 147: Bayaran Kontan
149 Bab 148: Ego yang Diabaikan
150 Bab 149: Juan dan Baby
151 Bab 150: Drama Perkenalan
152 Bab 151: Pengakuan Baby
153 Bab 152: Saling Menasehati
154 Bab 153: Kendrick Al Zafran
155 Bab 154: Memilih Pergi
156 Bab 155: Plan in KASHMIR
157 Bab 156: Mengawali Honeymoon
158 Bab 157: Seindah Waktu
159 Bab 158: Tanya Jawab, Karena Kulfi
160 Bab 159: Perjalanan Hati
161 Bab 160:Penjelasan Rey
162 Bab 161: End-Perpisahan
163 Promo Novel
Episodes

Updated 163 Episodes

1
Bab 1: Tangisan bayi, Flasback
2
Bab 2: Dunia Pabrik
3
Bab 3: Ditengah Alas, Rumah itu
4
Bab 4: Waktu yang Berlalu
5
Bab 5: Alasan Klasik
6
Bab 6: Usaha Bagas, Rumah Asma
7
Bab 7: Mencari Alasan lagi
8
Bab 8: TANGGUNG JAWAB PENJEMPUTAN
9
Bab 9: Alun-alun Kota
10
Bab 10: Menjauh dari KehidupanKu
11
Bab 11: Rey ketiduran, Pagi Kebenaran
12
Bab 12: Pencarian Kebenaran
13
Bab 13: Kesendirian berujung Lamaran
14
Bab 14: Jika Jodoh, Doa Kita Se-Amin
15
Bab 15: Ikrar Janji Suci berteman Senja
16
Bab 16: Malam Pertama, Video Call?
17
Bab 17: Makan Malam, Diam
18
Bab 18: Ujian Malam Pertama
19
Bab 19: Aroma Cinta Halal
20
Bab 20: Treatment By Tuan Kulkas
21
Bab 21: Awal Mula, Karena Ponsel
22
Bab 22: KELUARGA
23
Bab 23: KELUARGA II
24
Bab 24: KELUARGA III
25
Bab 25: Berjalan Lancar, Satu Pertanyaan
26
Bab 26: Hanya tentang Emosi
27
Bab 27: Perpisahan itu Nyata
28
Bab 28: Sederhana, tetapi Rumit
29
Bab 29: Babak Baru Kehidupan
30
Bab 30: Makam Malam rasa Kuburan
31
Bab 31: SORRY
32
Bab 32: Nyata, dibilang Drama
33
Bab 33: Rasa Takut
34
Bab 34: Secercah Cahaya
35
Bab 35: Tanggung Jawab
36
Bab 36: Sudah Cukup?
37
Bab 37: END
38
Bab 38: Sepenggal Kenangan
39
Bab 39: Seperti Itu
40
Bab 40: Menu Makanan
41
Bab 41: Penjelasan Bagas, Keputusan Rey
42
Bab 42: Saudara Sepupu
43
Bab 43: Saudara Sepupu II
44
Bab 44: KOMPROMI
45
Bab 45: Sajak Resepsi
46
Bab 46: Syarat Menjebak, Deal?
47
Bab 47: Impian dan Perjuangan
48
Bab 48: MAKAN MALAM BERSAMA
49
Bab 49: Asma Ngambek, Rey Kelabakan
50
Bab 50: HUKUMAN
51
Bab 51: KELUARGA
52
Bab 52: Lamunan Bagas, Duduk Bersama
53
Bab 53: Penasaran yang Serentak
54
Bab 54: Masalah?
55
Bab 55: Mengatur atau Diatur?
56
Bab 56: Keraguan Bagas Atas Pilihannya
57
Bab 57: Calling Lucky
58
Bab 58: Ifii Vs Nau
59
Bab 59: Ternyata Begitu...
60
Bab 60: Pemikiran, Sistem Simbiosis
61
Bab 61: Sadar diri?
62
Bab 62: Sadar Diri! Posesif
63
Bab 63: Flasback ~ Tanda Tanya
64
Bab 64: Support Pertanyaan
65
Bab 65: Keputusan Final, Karena Novel?
66
Bab 66: Tekanan Bagas, Pertemuan
67
Bab 67: Keputusan Final
68
Bab 68: Lorong Pertemuan
69
Bab 69: Kesalahpahaman
70
Bab 70: Ifii Sabar, Butterfly
71
Bab 71: Tentang Elora
72
Bab 72: Diam? Pertanyaan
73
Bab 73: Dilema...
74
Bab 74: INSIDEN
75
Bab 75: Alibi Bagas, Canggung
76
Bab 76: REKAMAN
77
Bab 77: Asma with Fay
78
Bab 78: Ide Nau? Obrolan Seru
79
Bab 79: Rey with Bagas
80
Bab 80: Prinsip?
81
Bab 81: Hadiah?
82
Bab 82: Rumah Mewah
83
Bab 83: Nginep?
84
Bab 84: Di tengah Rasa Penasaran
85
Bab 85: Bibit Pelakor, Tamu
86
Bab 86: Jovanka Ileana Humeera
87
Bab 87: Makan Malam
88
Bab 88: Akhir dari Salah Paham
89
Bab 89: Kepentok Masalah
90
Bab 90: Karena Jovanka
91
Bab 91: Kisah Milik Axel, Squash?
92
Bab 92: Gadis MINIM Harga Diri
93
Bab 93: Ending Suketi
94
Bab 94: Masalah Bisnis?
95
Bab 95: Kebiasaan Buruk
96
Bab 96: Paket Suasana Lengkap
97
Bab 97: Bisnis is Bisnis
98
Bab 98: Setuju dengan Syarat, Kehilangan Akal
99
Bab 99: Tantangan? Wanita lain.
100
Bab 100: Konsekuensi? Persetujuan
101
Bab 101: Kemesraan, Pertanyaan?
102
Bab 102: Cafe Hause Rooftop JakSel
103
Bab 103:Pelakor teriak Pelakor
104
Bab 104: Speechless, Teman yang Waras
105
Bab 105: Si PeKo
106
Bab 106: Sama-sama Dingin
107
Bab 107: Klarifikasi Rey, Tuan Pemarah
108
Bab 108: Ditengah Malam
109
Bab 109: Persetujuan, Pertanyaan
110
Bab 110: Dua Pertemuan Berbeda
111
Bab 111: Asma, Fay
112
Bab 112: Pertemuan Pertama
113
Bab 113: El
114
Bab 114: RA Company's
115
Bab 115: BERSYARAT
116
Bab 116: Mode Kalem
117
Bab 117: Rey Berpikir Ulang
118
Bab 118: Ayah dan Anak
119
Bab 119: Waktu tlah Berlalu
120
Bab 120: Permintaan Sang Adik
121
Bab 121: PASUTRI
122
Bab 122: Belum Dimulai
123
Bab 123: RESEPSI
124
Bab 124: RESEPSI II
125
Bab 125: Jodoh?
126
Bab 126: KEBERSAMAAN
127
Bab 127: Ratu Drama
128
Bab 128: Tiga Keputusan Para Pria
129
Bab 129: Ternyata ...
130
Bab 130: Cinta?
131
Bab 131: Saudara?
132
Bab 132: Salah Waktu
133
Bab 133: Antara Andreas dan Elora
134
Bab 134: Jalan Sesat
135
Bab 135: Cafe Outdoor
136
Bab 136: Masih Di Cafe
137
Bab 137: Nau Vs Ifii
138
Bab 138: Star Light Dream Party
139
Bab 139: Suasana Hati atau Pesta?
140
Emergency Time
141
Bab 140: Masa Lalu yang Terdampar
142
Bab 141: Diamnya Rey, Dua Insan
143
Bab 142: Keraguan, Lagi
144
Bab 143: Cafe Rooftop
145
Bab 144: Dua Sisi Cerita
146
Bab 145: Kalingga Keras Kepala
147
Bab 146: SADAR
148
Bab 147: Bayaran Kontan
149
Bab 148: Ego yang Diabaikan
150
Bab 149: Juan dan Baby
151
Bab 150: Drama Perkenalan
152
Bab 151: Pengakuan Baby
153
Bab 152: Saling Menasehati
154
Bab 153: Kendrick Al Zafran
155
Bab 154: Memilih Pergi
156
Bab 155: Plan in KASHMIR
157
Bab 156: Mengawali Honeymoon
158
Bab 157: Seindah Waktu
159
Bab 158: Tanya Jawab, Karena Kulfi
160
Bab 159: Perjalanan Hati
161
Bab 160:Penjelasan Rey
162
Bab 161: End-Perpisahan
163
Promo Novel

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!