Boleh tahu, adiknya, Mas itu. Bekerja dimana?" tanya Bagas mencoba mengalihkan perhatian semua orang.
"Pabrik kayu yang paling ujung atas, kalau ndak salah namanya PT Kayu Indonesia. Mau pake bahasa asing gak paham gimana ngomongnya." Jelas kakak Asma dengan logat Jawa yang kental.
Malam itu, Reyhan hanya menjadi pendengar tanpa berniat nimbrung. Satu yang menjadi pikirannya, apa yang dilakukan gadis dingin di balik tirai di depannya? Rasa penasaran yang menyadarkan malam semakin larut. Perbincangan itu berakhir bersamaan seruput terakhir kopi milik Bagas.
Keduanya pamit, dan tidak lupa berterimakasih. Perjalanan malam yang panjang. Malam ini, ada sesuatu yang menelusuri hatinya. Ingin bertanya, tapi tak tahu apa pertanyaannya. Kerlap-kerlip lampu perkotaan tak membuat pikirannya kembali tenang.
"Nando, kamu bisa handle pekerjaan disini?" tanya Reyhan tanpa angin ataupun hujan, membuat sahabatnya menatap curiga. "Aku mau istirahat."
Helaan nafas panjang, "Rey, jangan macem-macem kamu. Waktu kita cuma sedikit, tentu sebelum balik ke Jakarta. Ada apa denganmu? Apa karena gadis itu."
Hening tanpa jawaban. Walau diam, Bagas sebagai sahabat. Dia tahu, saat ini Reyhan tengah mencoba untuk melarikan diri. Entah mau lari sejauh apa lagi. Meski begitu, ia tak bisa memaksakan sesuatu yang memang tidak ditakdirkan.
"Ok, pulanglah ke Jakarta. Aku akan handle pekerjaan disini. Jangan khawatir soal pekerjaan." ujar Bagas meyakinkan sahabatnya.
Sesuai kesepakatan. Seluruh tanggung jawab PT akan menjadi beralih ke tangan Bagas, sedangkan Reyhan memilih kembali ke Jakarta. Kedua pria itu hanya menghabiskan malam bersama, lalu keesokan harinya sudah berpisah.
Waktu berjalan terlalu cepat, satu minggu telah berlalu. Tidak ada yang istimewa, tetapi usaha Bagas untuk mendekati Asma berjalan sempurna. Walau harus berpura-pura menjadi salah satu karyawan baru PT. Pria itu tetap berpegang teguh pada niat hatinya.
Pagi hari yang selalu sejuk karena masih termasuk kawasan pegunungan. Terkadang kabut juga menyelimuti. Hari ini adalah hari senin, tanggal 20 bulan Februari 2022. Semua karyawan sudah masuk ke area pabrik. Pintu gerbang nan tinggi sudah tertutup rapat, tetapi dari CCTV.
Bagas tidak melihat gadis yang biasanya datang awal. Lirikan mata terus mengawasi. Benar saja waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Namun, tidak ada tanda dari gadis yang selalu menjadi tujuan hidupnya.
"Apa sakit, ya? Kemarin kulihat, dia baik, tapi tatapan matanya sayu." Gumamnya pada diri sendiri sembari mengingat pertemuan terakhir di antara dia dan Asma.
Tak ingin berpikiran buruk. Bagas mulai memeriksa file. Hari ini, ia memilih bekerja di balik meja. Padahal hampir seminggu berpura-pura menjadi karyawan baru yang bekerja keras seperti buruh pabrik lainnya. Detik berganti menit, menit berganti jam. Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan jam istirahat.
Sejenak meregangkan otot agar kembali relax, tetapi tatapan matanya tertuju di luar. Tepatnya di daerah tempat istirahat para buruh pabrik. Dari sekian orang-orang yang hilir mudik, nyatanya tak nampak batang hidung si gadis incarannya.
Namun, suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. "Pak, boleh masuk?"
"Ya." Jawab Bagas to the point, ia menatap pintu kaca di depan sana. Ternyata pak satpam yang datang, tetapi membawa amplop coklat beberapa lembar. "Lamaran baru, lagi?"
Pak satpam menganggukkan kepala, ia menyerahkan tiga amplop coklat lamaran pekerjaan. Akan tetapi menyisakan satu amplop ditangan kirinya. "Ini pelamar yang baru, Pak. Satu lagi, tapi surat pengunduran diri. Sudah dikirim sejak pagi."
Deg. Entah kenapa firasat tidak baik menyapa relung hatinya. Apakah mungkin, ketidakhadiran Asma bersangkutan dengan datangnya amplop coklat pengunduran diri? Jika iya, kenapa? Apakah selama bekerja ada masalah yang tidak diketahui olehnya.
"Makasih, Bapak bisa kembali." kata Bagas sopan tak mengurangi jiwa kepemimpinannya.
Kepergian Pak Satpam, membuat Bagas secepat kilat menyambar amplop coklat yang tergeletak di atas meja. Betapa terkejutnya dia, ketika apa yang menjadi ketakutan. Justru menjadi kenyataan. Asma mengundurkan diri, padahal kontrak kerja masih ada beberapa minggu kedepan. Kemana gadis itu akan pergi?
Sudah lumrah, ketika buruh pabrik keluar masuk dari satu industri ke industri lain. Namun, jarang yang menggunakan cara terhormat yaitu dengan memberikan surat pengunduran diri sebagai bentuk menghargai perusahaan yang telah memberikan pekerjaan sebelumnya.
"Sekarang bagaimana?" Bagas melepaskan kancing kemeja yang terasa mencekik lehernya, tatapan mata nanar menatap kertas putih dengan tinta hitam tulisan tangan. "Kenapa harus sekarang? Di pending dulu gitu, setidaknya sampai Rey kembali kesini."
Frustasi. Benar-benar pikiran sesuka hati. Dunia tidak mengikuti perintah Bagas Fernando, tetapi pria itu berharap Asma tahu isi pikiran dan hatinya. Kegalauan yang menguasai, tak ubahnya suasana hati mendung yang terkoneksi. Satu sisi ada Bagas, dan sisi lain ada Asma.
Dimana gadis itu sudah duduk manis di dalam salah satu bus jurusan Gombong yang melaju. Asma tengah mempertimbangkan segala sesuatunya. Ia kembali karena memang harus kembali. Perjalanan menuju kota yang menjadi tempat tumbuh kembangnya. Setelah menyerahkan surat pengunduran diri yang dititipkan pada sang kakak.
*Ya Allah, semoga ini yang terbaik. Aku tidak sanggup, jika harus menjadi beban orang lain. Apa yang ku lakukan selalu di anggap salah. Aku sadar, diri ini terlalu lemah. Bismillah.~batin Asma lalu memejamkan mata, membiarkan seluruh masalah yang ia tanggung melebur ke alam mimpi*.
Di dunia selalu memiliki banyak rintangan. Namun, ketika keluarga menjadi alasan utama untuk keterpurukan. Maka, manusia harus bangkit memutuskan jalan hidupnya. Rasanya sakit, ketika kerja keras tidak dihargai. Begitu juga dengan kehidupan Asma.
Dimana selama bekerja menjadi buruh pabrik. Masalah yang timbul justru dari dua arah. semua itu karena ia tinggal bersama keluarga, tetapi terasa seperti orang asing. Sedangkan di dunia pekerjaan, perasaan semakin tertekan karena sikap senior yang tidak bisa membimbing.
Walau begitu, Asma tidak menyalahkan siapapun. Ia tahu diri, siapa dirinya dan harus melakukan apa. Setelah menikmati beban yang berat selama dua bulan lebih. Akhirnya keputusan jatuh untuk kembali ke kota tempatnya di besarkan. Kembali tinggal bersama kedua orang tua.
Perjalanannya membutuhkan waktu kurang lebih lima jam dengan jalanan yang berkelok naik turun. Deretan pegunungan berteman keindahan alam dan juga bangunan perkotaan. Selama perjalanan, Asma hanya menatap luar menikmati apa yang Allah ciptakan.
Sementara itu, dari arah lain. Reyhan tengah menikmati perjalanan kembali menuju tempat usahanya berapa. Pria itu sudah lebih baik, dan pekerjaan di Jakarta sudah selesai. Maka, sudah waktunya untuk memeriksa pekerjaan di pabrik.
Ketika takdir tidak mempertemukan. Bukan berarti, mereka tidak berjodoh. Sejauh mana air mengalir, maka tujuannya hanya satu yaitu muara sungai dan lautan. Begitulah alur takdir yang misterius. Perpisahan sesaat, lalu pertemuan kembali. Walau terkadang, setelah berpisah, tidak lagi ada pertemuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Mommy Ai💙
kalau jodoh ga akan kemna, sejauh mn pun kita pergi klu emang jodoh pasti balik lgi. sabar ya asma itulah cobaan hidup, ada aja yg tak kena.
2023-03-25
0
☠ᵏᵋᶜᶟ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔🍾⃝𝚀ͩuᷞεͧεᷠnͣ
Wah asma pulang ke kota, apa nanti dia akan bertemu dengan Reyhan ya
2023-03-25
0
ᔑᗴᖇᗩᕼ しᑌ
sabar aja kali Rey, noh Sabahat lu kan udah kaga sabar lagi mau lanjut cr alamat nya si asma
2023-03-25
0