Besok adalah hari pernikahan Zara dan Mike. Mulai seminggu yang lalu gadis itu sudah tidak boleh keluar dari kamar dan ponselnya juga disita oleh Zeni.
Zara hanya bisa pasrah, ia berharap segera pagi untuk bisa menghubungi calon suaminya. Tiba-tiba perasaannya tidak enak, hingga tepat pukul tiga dini hari Zafa baru bisa memejamkan matanya.
**
Pagi harinya Zeni sudah berada di kamar Zara, wanita itu merasa heran kenapa putrinya belum bangun.
“Zara bangun, Nak.” Zeni mengusap lengan putrinya yang sebentar lagi tidak akan menjadi tanggung jawabnya lagi.
Zafa yang merasa tidurnya terusik, kembal menutup wajahnya dengan selimut.
“Astagfirullah, Zara. Ayo bangun, Nak. Ini sudah pukul lima lewat!” seru Zeni kesal.
“Bunda ... Zara masih ngantuk berat,” kata Zara yang langsung kembali berbaring .
Zeni melihat putri kembali tidur, langsung menarik tangan Zara hingga putrinya itu duduk .
“Zara cepat mandi, jangan sampai mempelai pria datang kamu belum siap!” perintah sang Bunda.
Zara dengan langkah gontai, karena masih begitu mengantuk akhirnya masuk kamar mandi.
Zeni melihat itu hanya menarik napas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Ia sendiri tidak yakin bagaimana putrinya itu menjalani rumah tangganya nanti.
Ia berharap Mike bisa membimbing Zara untuk menjadi lebih baik lagi dari sekarang. Tepat pukul enam Zara mulai dirias, dua orang wanita dan satu pria yang begitu gemulai itu mulai meriasnya.
Zara dilarang untuk melihat ke arah cermin, gadis itu hanya ingin di make up natural saja.
*
Tepat pukul delapan pagi, Tama mendapatkan kabar jika Mike dari tadi malam tidak pulang. Pihak keluarganya juga sampai sekarang sedang mencarinya.
Tama merasa dipermalukan dengan tidak datangnya mempelai prianya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Namun, tidak ada tanda-tanda jika keluarga Mike akan datang.
Tamu undangan sudah banyak yang datang, sebagai pengusaha sukses dan banyak relasi pria itu begitu malu jika sampai pernikahan putri satu-satunya itu akan batal.
Zeni yang baru tahu hanya bisa menangis, sedangkan Leon orang kepercayaan tiba-tiba masuk.
“Maaf, Tuan Nathan sudah hadir,” kata Leon sambil menunduk.
Tama hanya mengangguk, pria itu melihat benda mahal yang melingkar di tangannya itu hanya bisa menarik napas panjang.
“Bagaimana, Ayah? sekarang sudah pukul sepuluh?"tanya Zeni.
Tama keluar dari ruangan itu, saat akan keluar ia bertemu rekan bisnisnya yang tidak lain Nathan. Keduanya saling berjabat tangan.
“Tuan Nathan, apa kita bisa bicara sebentar?” tanya Tama.
Nathan menatap wajah Tama dengan mengerutkan keningnya.
“Ada apa Tuan Tama?” tanya Nathan.
Tama menjelaskan semua yang terjadi, jika mempelai prianya menghilang.
“Lalu apa yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Nathan.
Nathan memiliki hutang Budi kepada Tama karena pria itu pernah menolongnya saat berada di Berlin waktu itu. Kini hubungan keduanya dekat walaupun jarang bertemu.
“Menikahlah dengan putriku!” pinta Tama.
Mendengar apa yang dikatakan rekan kerjanya itu, Nathan tersenyum getir. Jauh-jauh dari Turki untuk menghadiri undangan pernikahan anak dari rekan bisnisnya, tapi nyatanya harus menjadi Mempelai pengganti untuk wanita yang tidak dikenalnya itu.
“Boleh kasih saya waktu?” tanya Nathan.
“Lima menit, Tuan,” kata Tama .
“What? Itu bukan waktu!” kata Nathan menatap kesal Tama.
Tama tersenyum, sedangkan Nathan terlihat sedang berpikir.
“Dengan Anda diam berarti setuju,” kata Tama.
“No, i-itu,” kata Nathan gugup.
“Saya harap Anda bisa membahagiakan Zara, Tuan,” kata Tama.
Nathan menarik napas panjang, bukannya tidak mau menolong. Apa wanita itu mau menikah tanpa cinta dengannya.
“Baiklah, tapi dengan syarat bisa saya bertemu dengan putri Anda lebih dulu!” Nathan ingin melihat seperti apa putri dari rekan bisnisnya itu.
Tama tersenyum dan langsung mengangguk, tapi sebelumnya pria itu membawa Nathan untuk mengurus datanya.
Kedua pria beda usia itu menghampiri petugas untuk menganti nama mempelai prianya.
Mendengar itu petugas itu hanya mengangguk, pria itu sudah sering mendapatkan hal seperti ini.
Setelah itu, Nathan minta waktu lima belas menit kepada yanga lain karena ia ingin melihat calon istrinya dulu.
Nathan berjalan mengikuti Tama, entah mimpi apa dirinya harus mengakhiri masa lajangnya sekarang.
“Tuan, saya harap pernikahan ini dirahasiakan,” kata Nathan.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Nathan, membuat Tama menghentikan langkahnya. Pria berbadan tegap dengan umur yang tidak muda lagi itu menatap tajam ke arah calon menantunya itu.
“Ada alasannya?” tanya Tama.
Nathan menarik napas panjang, pria itu kini mengusap wajahnya dengan kasar.
“Suatu saat Anda akan tahu!” tegas Nathan.
Tama tersenyum getir, pria itu menatap pintu yang masih tertutup rapat.
Di dalam sana ada putrinya yang pasti begitu cemas saat ini, entah kenapa Tama menjadi ragu untuk menikahkan putrinya dengan Nathan.
“Jika kamu ingin merahasiakan pernikahan ini, jangan sentuh putriku jika belum ada rasa cinta diantara kalian.” Tama kembali melangkah dan meninggalkan Nathan begitu saja.
Nathan menghembuskan napas kasar. Menikahi, tetapi dilarang untuk menyentuh. Pria itu membiarkan Tama masuk lebih dulu. Namun, melihat calon mertuanya itu ragu untuk membuka pintu. Pria itu mengerutkan keningnya, saat melihat Tama begitu murung. Entah apa yang dipikirkannya Ayah satu anak itu.
Tama bersandar di dinding, hatinya begitu sakit pasti akan membuat putri semata wayangnya itu begitu kecewa. Apalagi harus menikah dengan sosok Nathan. Pria yang dikenal kejam dan tak berperasaan di kalangan pebisnis itu.
"Ingat Tuan, saya hanya minta waktu lima menit dan sekarang sudah lebih," kata Nathan.
"Kamu ini tidak ada sopan-sopannya dengan mertua sendiri," ujar Tama menatap tajam ke Nathan.
Nathan hanya menaikkan bahunya acuh, pria itu melihat jam yang melingkar di tangannya."Kita sudah lewat lima belas menit, Ayah mertua."
Saat Tama hendak memutar handle pintu, dikejutkan dengan seseorang yang memeluknya dari belakang. Isakan tangis itu membuat hatinya begitu sakit, Zeni yang baru mau menemui putrinya kembali menangis di punggung suaminya.
"Ayah, dari satu minggu yang lalu perasanan Bunda sudah tidak enak." Zeni mempererat pelukannya di pinggang suaminya.
Tama ingat istrinya berapa kali mengingatkan dirinya untuk membatalkan lamaran Mike, tetapi pria itu merasa jika putrinya begitu mencintai pria brengsek yang kabur saat hari pernikahannya itu.
"Bunda, Ayah tidak sanggup untuk mengatakan kepada Zara.Jika pernikahannya batal," kata Tama.
Zeni mengusap air matanya, wanita itu mengerti karena suaminya begitu dekat dengan putrinya itu.
"Nak Nathan, apa kamu yakin untuk menikahi putri kami?" tanya Zeni.
Nathan diam terpaku, tiba-tiba terlintas bagaimana Mamanya memintanya untuk segera menikah karena ingin cepat menimang cucu.
"Saya yakin," jawab Nathan tidak terlihat ragu sama sekali.
Zeni tersenyum, diusapnya lengan pria yang sebentar lagi akan menjadi suami dari putrinya."Tolong cintai Zara, jangan pernah melukai hatinya. Cukup kali ini saja air matanya mengalir dan jangan biarkan putriku kembali merasakan hal yang sama."
Tangis Zeni kembali pecah, Tama langsung memeluk wanita yang setia mendampinginya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Oci Aqilah
Semakin penasaran dengan ceritanya👍 Bagus untuk teman tidur🥰👍
2023-10-07
1
🇮🇩A Firdaus🇰🇷
masih nyimak
2023-10-03
0
buk e irul
hadir Thor
2023-09-19
1