Uang pengganti

Abila terbangun dengan tubuh yang terasa sakit dan lemas, dia benar-benar lemas seperti habis melakukan lari maraton seratus kilo.

Bayangan mengenai kejadian semalam kembali muncul di kepalanya, Abila mengingat jelas bagaimana ia menyerahkan keperawanannya pada pria yang bahkan baru ia temui.

"Akh! Lo bodoh Abila! Bisa-bisanya lu serahin mahkota lu ke cowok asing!" umpatnya.

Gadis itu bangkit, berusaha menggerakkan kakinya turun ke lantai walau sedikit sulit karena bagian bawahnya serasa terkoyak.

"Kemana ya tuh cowok? Kurang ajar banget abis enak-enak langsung pergi gitu aja!" kesalnya.

"Tapi salah gue juga sih, kan gue yang tawarin diri gue sendiri ke dia semalam," sambungan.

Disaat ia hendak bangun, betapa kagetnya ia melihat sebuah koper terbuka berisi sejumlah uang terletak di atas nakas.

Mulutnya menganga lebar, ia bingung uang darimana itu dan bagaimana bisa ada uang sebanyak itu di kamar tersebut.

"Hah? Anjir ini uang siapa? Masa iya jatuh dari langit? Kan gak mungkin," pikirnya.

Lalu, Abila bergerak perlahan mendekati nakas. Dilihatnya sebuah kertas tergeletak disana, sontak ia langsung mengambil kertas tersebut.

Rupanya terdapat tulisan pada kertas itu, Abila pun membacanya dengan serius.

Abila, terimakasih ya atas pelayanan kamu semalam! Saya benar-benar puas, saya gak nyangka untuk ukuran pemula kamu cukup lihai sayang! Oh ya, maaf saya tidak bisa temani kamu sampai kamu bangun! Anak saya sudah menelpon dan minta ketemu soalnya, tapi jangan risau! Saya sudah tinggalkan banyak uang untuk kamu sebagai bayaran karena kamu sudah mau menyerahkan perawan kamu ke saya.

Air mata berlinang di pipinya, betapa bodohnya ia menyerahkan keperawanan yang ia jaga selama ini kepada seorang pria yang sudah memiliki anak.

Abila terus merutuki dirinya sendiri, uang sebanyak itu tak akan bisa mengembalikan kesucian tubuhnya yang sudah direnggut pria itu.

"Aaarrgghh dasar pria sialan!!" umpatnya kesal.

Gadis itu mere-mas kuat kertas di tangannya dan melemparnya ke tong sampah, ia terus menjerit keras sembari menutupi wajahnya dan menangis sekuat mungkin.

Bisa dibilang ini adalah hari penuh penyesalan di hidupnya, Abila akan terus mengingatnya sebagai kenangan terburuk yang pernah ia alami.

Bayangkan saja, ia dijebak dan diperkosa oleh pria yang nyatanya sudah memiliki anak. Abila benar-benar terpuruk dan tak tahu harus bagaimana saat ini.

"Gue emang bodoh! Seharusnya gue gak kabur dari rumah semalam, mungkin kejadian ini gak akan terjadi dan gue masih perawan!" teriaknya.

Terus begitu, penyesalan datang selalu di paling akhir. Bagaimanapun juga semua sudah terjadi dan Abila tak akan mampu mengembalikan kejadian buruk itu apapun caranya.

Disisi lain, tampak seorang pria tengah panik mencari putrinya yang hilang entah kemana.

Dialah Devano Alexander, ayah dari Abila yang kini terus berusaha menemukan keberadaan putrinya.

"Haish, saya harus cari Abila kemana lagi? Hampir semua teman-temannya sudah saya hubungi, termasuk pacarnya. Tapi, mereka gak ada satupun yang tahu dimana Abila. Bagaimana ini? Kemana kamu Abila sayang?" gumam Devano.

Karena tak tahu lagi harus kemana, Devano memutuskan pulang ke rumah setelah semalaman mencari putrinya di sekeliling kota.

Begitu sampai, ia langsung disambut oleh Nadya, istri tercinta yang juga panik memikirkan kepergian putrinya.

"Mas, gimana Abila? Kamu udah berhasil ketemu sama dia?" tanya Nadya cemas.

"Belum sayang, aku udah berusaha cari ke seluruh tempat, tapi hasilnya nihil," jawab Devano.

"Duh, terus gimana dong? Aku gak mau terjadi sesuatu sama Abila mas!" ucap Nadya.

"Tenang ya! Abila pasti akan baik-baik aja, mungkin dia sekarang lagi di suatu tempat untuk nenangin dirinya. Kamu tahu sendiri kan kemarin aku sama dia abis berdebat hebat," ucap Devano.

"Iya mas, huh harusnya Abila gak bersikap seperti itu sama kamu semalam!" ucap Nadya.

"Enggak sayang, bukan Abila yang salah. Disini aku yang salah, karena aku sudah memaksakan kehendak aku ke dia," ucap Devano.

Devano terlihat gusar dan terus mengusap kasar wajahnya.

"Haish, maafin papa Abila! Papa nyesel udah paksa kamu buat turutin maunya papa, cepat pulang sayang!" racau Devano.

Nadya merasa kasihan melihat suaminya seperti itu, ia mendekat dan coba menenangkannya.

"Yang sabar ya mas! Nanti kita cari lagi Nadya bareng-bareng sampe ketemu, sekarang kita sarapan dulu yuk!" ucap Nadya.

"Gimana bisa aku sarapan sayang? Sedangkan di luar sana belum tentu Abila bisa makan seperti kita," ucap Devano.

"Kamu gausah cemas, Abila kan semalam pergi sambil bawa kartu debit dari kamu. Dia pasti bisa beli makan kesukaan dia," ucap Nadya.

"Iya sih, ya semoga aja dia gak kenapa-napa! Aku akan jadi orang yang sangat bersalah kalau sampai terjadi sesuatu sama dia!" ucap Devano.

"Udah ya mas, kamu tenang!" bujuk Nadya.

Akhirnya Devano mengangguk dan mau mengikuti perkataan istrinya.

Mereka pun melangkah menuju meja makan untuk melaksanakan sarapan bersama.

Ting nong ting nong

Raden menekan bel berkali-kali, berharap seseorang di dalam sana bisa mendengarnya.

Ia kini sudah berada di depan rumah mantan istrinya, sesuai janji ia akan mengunjungi putranya yang masih berusia lima tahun itu setiap pagi.

Ceklek

"Papa!" seorang anak kecil berteriak setelah membuka pintu, dia langsung menghampiri ayahnya dan berpelukan erat disana.

"Eh jagoan papa, selamat pagi ganteng! Uhh papa gemes banget sama kamu!" ujar Raden.

"Iya pa, aku juga gemes sama papa! Kenapa papa telat sih datangnya? Papa lupa ya sama janji papa buat datengin aku tiap pagi?" ucap anak.

"Enggak dong jagoan, masa iya papa lupa? Papa tuh tadi ada kerjaan aja makanya terlambat, maafin papa ya Enzo!" ucap Raden mengusap kepala putranya.

"Aku pasti maafin papa kok, tapi kayaknya mama marah deh pa karena papa telat datangnya. Daritadi mama ngedumel terus," ucap Enzo.

"Oh ya? Wah berarti mama kamu kangen sama papa, makanya dia marah begitu papa telat datang ke rumah Enzo," kekeh Raden.

"Hahaha, iya pa." Enzo tertawa renyah.

Tiba-tiba saja, seorang wanita menyusul keluar dan menyela obrolan mereka.

"Kata siapa aku kangen kamu?"

Raden sontak menoleh ke asal suara, ya disana sudah berdiri sosok wanita cantik yang tak lain ialah mantan istrinya, yakni Maura.

"Maura, kamu gak perlu malu buat mengakui kalau kamu kangen sama aku!" goda Raden.

"Cukup ya Raden! Udah yuk Enzo kita masuk! Kamu udah puas kan ketemu papanya? Sekarang biarin papa kamu pergi buat kerja, kita siap-siap pergi ke sekolah sayang!" bujuk Maura.

"Ih gak mau ma, aku masih mau sama papa. Aku juga mau diantar ke sekolah sama mama sama papa," rengek Enzo.

"Enggak ya Enzo, jangan manja! Kamu tau kan mama gak suka anak yang manja? Sekarang masuk dan beres-beres!" tegas Maura.

Enzo cemberut lalu menunduk sedih.

"Jagoan, jangan sedih dong! Dengerin apa kata mama, biar kamu bisa jadi anak yang berbakti!" ucap Raden membujuk putranya.

"Tapi pa, aku masih mau sama papa tau," ucap Enzo.

"Eee gini aja deh, papa janji nanti siang papa bakal datang lagi kesini buat ajak Enzo jalan-jalan! Gimana? Setuju gak?" usul Raden.

"Yang bener pa? Kalo gitu aku setuju!" jawab Enzo antusias.

"Bagus! Yaudah, sekarang Enzo masuk dulu ya? Nanti siang kita ketemu lagi, okay?" ucap Raden.

"Oke pa, bye bye!" Enzo melambaikan tangannya dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Disaat Maura berniat menyusul putranya, tiba-tiba Raden justru memanggilnya dan membuat langkahnya terhenti.

"Maura tunggu!" ucap Raden.

Maura menoleh sinis, dia masih menyimpan dendam pada pria di depannya itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" ucap Raden meminta izin.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Terpopuler

Comments

Leriana Macmillan

Leriana Macmillan

done👏🏻

2023-01-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!