Nadin pasrah, dia benar-benar kehilangan uang tabungannya, kini mereka akan mengalami kesulitan keuangan yang sesungguhnya, uang yang sudah dia sisihkan untuk keperluan makan selama sebulan, untung saja kemarin dia sudah membeli beras satu karung dan membeli perlengkapan masak, minyak, bumbu dapur, penyedap dan telur.
"Makan." Nadin menyiapkan makanan untuknya dan kedua orang tuanya.
"Telor?" tanya Raharjo.
"Iyah, kenapa? Papih enggak suka?" Ketus Nadin.
Nadin bahkan meletakkan piring dan lauk dengan perasaan yang kesal, dia sedikit melempar karena perasaan kecewanya masih terasa. Bukan bermaksud tidak sopan terhadap orang tuanya, hanya saja begitu sakit ketika sudah berusaha yang terbaik, tapi salah satu membuat kekacauan.
Raharjo menyesal dengan keputusannya untuk ikut pertandingan kedua, tapi dia tetap merasa dia benar, karena dia melakukan itu agar bisa mendapatkan uang lebih untuk keluarganya namun, ternyata keputusannya keliru.
"Maafkan Papih, Papih janji tidak akan mengulangi hal yang dapat merugikanmu lagi, Mih, maafkan Papih juga," kata Raharjo.
"Sudah kita makan saja dulu, saat makan jangan bicara apapun, setelah ini baru jika mau kita cari jalan keluarnya." Nia menyuap makan malamnya.
Bagi Nadin mungkin saat ini sebaiknya dia tidak ikut bicara, jika dia bicara mungkin yang ada hanya emosi sesaat yang akan membuatnya menyesal karena sudah marah kepada papinya.
Anak sudah berusaha tapi orang tuanya masih bersikap seenaknya, Aaah itulah terkadang manusia tidak mengukur kemampuannya, bertindak semaunya dan menyesal ketika ekspektasinya tidak tercapai.
.
.
Pagi harinya Raharjo langsung pergi dari rumah, dia berkeliling kampung lagi, entah apa yang sedang dia cari.
"Pak, maaf mau tanya apa ada pekerjaan di sini?" tanya Raharjo.
"Maaf, di sini tidak terima karyawan," jawab pemilik toko.
Ternyata Raharjo sedang berusaha mencari pekerjaan, dia tidak diam saja. Raharjo melanjutkan mencari pekerjaan dari toko ke toko lainnya, bahkan dia juga mencari pekerjaan ke sebuah rumah makan, tapi tidak ada satupun yang membutuhkan pekerja.
"Aku lelah sekali, kemana lagi harus aku cari, kenapa sulit sekali mencari pekerjaan, padahal gaji yang mereka bayar juga pasti tidak besar." Sangking lelah Raharajo jadi mendumal.
Raharjo memutuskan untuk pulang kerumah, dia sudah lelah dan juga sudah mandi keringat karena berjalan kaki dan panas-panasan, tak jauh dari rumahnya dia bertemu dengan beberapa penagih hutang.
"Bayar sisa utang, Lo!" Pria itu mencengkam kerah baju Raharjo.
"Saya sedang berusha mencari pekerjaan," ujar Raharjo.
"Dasar pengangguran, pengangguran ajah berani-beraninya berhutang." Hina salah satu penagih hutang itu.
Rasanya Raharjo sangat ingin memukul wajah pria itu, tapi sayangnya dia sekarang bukanlah seorang bos lagi, dulu dia bisa bebas memukul orang dan membuat mereka bertekuk lutut, tapi apalah daya, dia sekarang hanya seorang pengangguran dan jatuh miskin.
"Saya janji, akan membayarnya secepatnya." Janji Raharjo sambil memohon.
Mereka melepaskan Raharjo dan memberikan kesempatan lagi, dengan tenang dia menarik napas panjang dan melanjutkan perjalanan menuju rumah kontrakan.
"Kemana Nadin?" tanyanya ketika sampai di rumah.
"Pergi kuliah, Papih dari mana? Jangan bilang abis ikut judi lagi." Tuduh Nia.
"Apa sih Mamih, dari mana aku punya uang untuk ikut judi?" Kesal Raharjo.
"Jadi kalau ada uang, Papih mau ikut judi lagi?" tanya Nia.
"Apaan sih kamu, pusing aku denger pertanyaan kamu, aku mendingan tidur ajah." Raharjo masuk ke dalam kamarnya.
.
.
Nadin masuk ke dalam kelasnya, sekarang adalah jam mata kuliah dosen killer yang super duper menyebalkan bagi Nadin, di dalam kampus ini ada dua orang yang bisa membuat dirinya jengkel dan mendadak punya penyakit darting alias darah tinggi yaitu dosen killer alias Jhonson dan si Mumu.
"Hai, Guys, tau enggak sih sekarang OMB ini setiap hari numpang mobil temennya, duuh kasian banget ya temennya dimanfaatkan sama dia."
"Eh, kalo punya mulut di jaga ya, siapa yang manfaatin temen, lo kali tuh yang suka manfaatin temen." Kesal Nadin, darahnya mungkin kalau di tensi sekarang diatas 200, emosi tingkat langit emang ngadepin mulut si Mumu.
Shasha mencoba menenangkan Nadin. "Udahlah," kata Shasha, "Eh Mumu, gue ajah yang jadi temennya enggak ribet, kenapa Elo jadi yang ribet? Kenapa, ngiri ya, enggak punya temen yang tulus?" sindiran Shasha sangat mengena.
Shasha dan Nadin kembali duduk, mereka tidak mau mendapat masalah dari dosen killer yang biasanya akan masuk kelas sepuluh menit sebelum jam mata kuliah di mulai.
"Kalau udah jam mata kuliah Dosen killer, jangan bikin masalah, nanti yang ada Lo kena hukuman lagi, mau?" tanya Shasha dan Nadin menggeleng.
Jelas Nadin tidak mau ada maslah lagi, dia mumet mengerjakan tugas-tugas dari dosen killer.
"Selamat siang." Jhonson muncul.
Kelas seketika menjadi hening, kelas seakan menjadi tempat uji nyali di rumah angker.
"Kalian berdua yang kemarin mendapat hukuman dari saya, tolong kumpulkan tugas kalian dan kita semua akan belajar dengan tenang, jangan ada yang membuat keributan lagi." Jhonson melihat mereka dengan tatapan elangnya.
Nadin dan Muza berjalan ke arah meja dosen, mereka meletakkan tugas dan kembali lagi ke bangku masing-masing.
Pelajaran dimulai dengan sangat membosankan, Nadin bahkan menguap ketika dosen sedang menjelaskan.
"Kalau ngantuk tidur."
"Boleh, Pak?" Nadin spontan bicara tanpa sadar itu hanya sebuah sindiran dari Jhonson.
"Boleh ... tapi di rumah kamu dan saya akan berikan kamu nilai C." Jhonson langsung memandang Nadin sepenuhnya.
Nadin melipat mulutnya, dia sangat-sangat kehilangan kendali karena mengantuk, semalam dia begadang untuk mengerjakan tugas dari dosennya.
"Kamu, habis ini ke ruangan saya." Pinta Jhonson.
Kelas bubar, Nadin dengan rasa menyesal langsung mengekori Jhonson, dia tidak bisa kabur karena sudah pasti dia akan mendapatkan tugas lebih berat.
Nadin dan Jhonson keluar beriiringan, seseorang di luar sana, sedang menunggu mereka, dan lagi-lagi senyuman mengembang dari wajah Jhonson.
.
.
"Aku akan segera menyampaikan laporan kepada Pak Edgard, dia pasti sangat senang, karena akhirnya bisa menemukan wanita yang disukai oleh cucunya." Leon mengirimkan pesan kepada Edgard.
Leon pergi meninggalkan Kampus Internasional Pratama yang terkenal dan banyak lulusannya menjadi orang berhasil.
.
.
Nadin dan Jhonson berada di ruang dosen.
"Kamu kenapa menguap di dalam kelas?" tanya Jhonson sambil membuka benda pipih berbentuk persegi panjang.
"Maaf, Pak, saya mengantuk karena begadang mengerjakan tugas dari Bapak." jujur Nadin.
"Jadi kamu mengantuk karena kesalahan saya begitu?" Jhonson menaikkan salah satu alisnya.
"Bukan begitu, Pak." Nadin menggerakkan tangannya menyilang.
"Lalu?" Jhonson menopang wajahnya dengan kedua tangannya, sontak membuat Nadin menjadi panik.
Keringat dingin sudah bermunculan, wajahnya berubah seperti orang yang kepergok mencuri, dan tubuhnya mengaku.
.
.
Jawaban apa yang akan Nadin beri?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments