WSS 3 - Dosen Killer

Nadin mulai pergi ke kampus, dia pergi dijemput oleh Shasha sahabatnya yang begitu setia kepadanya, Shasha yang memiliki nama panjang Shania Agustin, usia nya dengan Nadin hanya beda beberapa bulan saja, mereka berteman sejak masih di bangku sekolah menengah atas.

"Aku pergi kuliah dulu, Mih, Pih." Nadin bersalaman tapi entah mengapa Papinya seakan tidak mendengar perkataan Nadin.

Nadin menoleh ke arah Maminya, lalu maminya hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.

Mereka berdua tidak mengetahui apa yang terjadi kepada Raharjo, sehingga mereka merasa aneh dengan sikapnya.

"Papih kenapa?" tanya Nia saat putrinya sudah berangkat.

"Mih." Tatapan sendu diperlihatkan.

"Pih, ada apa? Cerita dong, kalo Papih enggak cerita, gimana Mamih ngerti? Terakhir kali Papih seperti ini saat rumah mau disita Bank, kalo sekarang karena apa?" Nia bicara dengan lemah lembut kepada suaminya.

"Uang." singkat dan padat perkataannya.

"Papih pusing karena enggak punya uang?" tanya Nia dan Raharjo mengangguk.

"Papih cari kerja ajah, kali ajah nanti dapet uang dan kita bisa makan enak." Hanya makanan eak yang ada di pikiran Nia, wanita ini memang kerap kali membeli makanan mewah dan lezat dengan harga yang fantastis.

Raharja menundukkan kepalanya, betapa lelahnya dia bicara dengan istrinya yang terlalu polos dan terlalu lemot ini, Nia terlahir dari keluarga kaya, dia terbiasa hidup mewah sebenarnya, tapi dia bukan tipe pengeluh, sehingga tinggal di rumah kontrakan yang kecil ini, biasa saja baginya, berbeda dengan Raharjo, bekerja dari nol, menjadi pengusaha karena ada kesempatan, membuat dirinya lupa diri sehingga ikut terjerumus dalam permainan judi, kehidupan mewah yang sudah puluhan tahun dia ciptakan sekejap hilang dalam hitungan bulan saja.

.

.

"Nad, kita makan di cafe yuk pulang kampus," ujar Shasha.

Nadin menatap Shaha dan menepuk pundaknya. "Sorry, Sha, bukannya enggak mau, tapi sekarang gue harus menghemat uang, Lo tau sendirikan sekarang Papih gue udah bangkrut? Jadi gue harus pinter-pinter atur keuangan sampe dapat pekerjaan."

"Kalo begitu kita nongkrong di kantin kampus aja, kali ajah ada makanan yang sesuai selera Lo di sana," ujar Shaha dan disetujui oleh Nadin.

Nadin dan Shaha jarang dan bahkan belum pernah menginjakkan kakinya di kantin kampus, karena mereka sering pergi ke cafe setelah mata kuliah usai.

Masuk ke dalam kelas dan mengikuti mata kuliah sampai selsai adalah kegemaran mereka berdua, memang mereka bukan kutu buku, tapi Nadin dan Shasha termasuk mahasiswi teladan dan selalu mendapatkan beasiswa, meski mereka orang kaya tapi mereka belajar dengan sungguh-sungguh.

Tidak seperti selebritis kelas satu ini, Muza Maharani sering dipanggil Mumu setiap kali dia membuat keributan di kelas, dia tidak ditakuti oleh teman-teman di kelas, hanya saja karena dia keponakan dari Rektor kampus, membuat mereka enggan berkelahi dengannya. Nadin yang sering menjadi bahan kekejamannya dan juga bahan nyinyiran, membuat mereka menjadi musuh bebuyutan di dalam kelas.

"Eh, ada OMB," celetuk Muza saat melihat Nadin yang sudah duduk di bangkunya.

"OMB, apaan tuh?" tanya Shasha.

"Orang miskin baru laaaah ...." Cekikikan kencang terdengar dari gank mereka.

Muza, Dina dan Nova tiga sekawan yang berteman karena status sosial mereka yang tinggi. Nadin pernah diajak untuk masuk gank mereka, karena tidak sejalan akhirnya Nadin memutuskan untuk keluar dan sejak itulah mereka menjadi musuh bebuyutan.

"Orang mah jadi orang kaya baru, eh , ini malahan jadi orang miskin baru." Tawanya lagi saat puas mengejek Nadin.

"Sabar ... sabar, setan lagi bertebaran, tapi tenang sebentar lagi setan bakalan di kurung pas bulan puasa menjelang." Sindiran Nadin mengundang tawa seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang ada di kelasnya.

Itulah Nadin, pribadi yang humble, meski memiliki tatapan yang dingin, dia berhati lembut, dia sering membantu tema-temannya tanpa pamrih, sedangkan Muza hanya bisa mencemooh mereka karena statusnya sebagai keponakan Rektor.

"Hei ... hei, jangan ribut di sini, ini kelas," ujar seorang Dosen yang begitu menyebalkan bagi satu kelas.

"Kalian hanya mau berdiri di situ? Cepat duduk dan buka buku yang kemarin saya tugaskan." Jhonson memerintahkan mahasiswanya untuk membuka buku.

Nadin melihat sekitar, mungkin hanya dia saja yang tidak membawa buku, sudah pasti dia akan mendapatkan hukuman berat dari sang dosen.

Jhonson menelisik lewat ekor matanya, dia pura-pura tidak melihat suasana panik beberapa mahasiswanya. "Yang tidak membawa buku, saya harap keluar dari kelas saya dan berdiri di depan pintu kelas sambil menjewer kuping teman kalian." Perintah Jhonson.

Dengan cepat Nadin dan Muza keluar kelas, mereka tidak akan mendapat absen kelas hari ini dan menanti hukuman selanjutnya yang bisa membuat mereka kejang-kejang.

Di luar kelas, Nadin dan Muza saling menjewer kuping, Muza menjewer kuping kiri Nadin, sedangkan Nadin menjewer kuping kanan Muza.

"Aaaw, pelan kali enggak perlu menjewer beneran, udah kayak Emak tiri ajeh." Sosor Nadin.

"Ya, kan , kata Pak Jhonson, suruh jewer, jadi enggak salah dong kalo gua jewer kuping lo." Nyolot Muza.

"Aaaaah." teriak Muza sambil menggosok kupinya. " Gila ya lo, sakit kuping gua." Kuping Muza memerah sedikit.

"Ya, kan, kata Pak Jhonson, suruh jewer, jadi enggak salah dong kalo gua jewer kuping lo." Nadin meniru setiap kata yang diucapkan Muza.

Muza hendak memukul Nadin, tapi suara pintu kelas terbuka.

"Kalian bisa enggak sih, sehari ajah enggak ribut."

"Enggaak bisa." ujar mereka serempak dan langsung mengunci mulut mereka ketika melihat wajah dosennya yang ada dihadapan mereka.

"Mati, tugas makin berat kalau begini situasinya." Nadin merutuki dirinya sendiri sambil membatin.

Muza mulai dengan plying victimnya. "Pak ... saya sepertinya sakit, saya lemes banget, kayaknya saya enggak sanggup buat melanjutkan hukuman ini. "Wajahnya mulai dibuat seolah-olah terserang Flu.

Melihat sikap Muza membuat Nadin ingin mengeluarkan seluruh isi perutnya. Nadin membuka matanya lebar-lebar ketika Muza melanjutkan aksinya, Muza bersandar di dada bidang Jhonson.

"Gila, berani juga nih cewek, punya nyawa sembilan kayaknya jadi enggak takut mati di tangan tuh dosen." Nadin melipat bibirnya.

Bruuugh

Jhonson menarik tubuhnya, sehingga Muza terjatuh, suara terjatuhnya dan jatuh tepat diantara pintu yang terbuka, membuat si Mumu menanggung malu, seisi kelas menertawakannya terbahak, tak terkecuali kedua sahabat Mumu dan juga Nadin yang begitu puas melihat Mumu malu.

"Hahahahahahha." Nadin tertawa terbahak.

Mungkin saat ini Jhonson juga ingin tertawa, tapi sayang dia tidak bisa melakukannya, dia harus menjaga imagenya sebagai seorang Dosen Killer.

"Pelajaran selesai hari ini, jangan lupa materi hari ini di rangkum dan langsung di email kepada saya, saya tunggu sampai jam 20:00." Jhonson meninggalkan kelas sambil melirik kecil kearah Nadin yang masih tertawa lepas.

Melangkah melewati Nadin, Jhonson ternyata menyelipkan senyuman ketika melihat wajah mahasiswanya yang begitu senang.

.

.

"Cari tahu tentang wanita itu, aku akan menaklukkan anak nakal itu."

Pria tua itu memberikan perintah kepada anak buahnya saat melihat sekilas senyuman.

.

.

.

.Siapa pria itu? apa hubungannya dengan Jhonson? saksikan di kisah selanjutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!