Raharjo dan keluarganya sudah satu Minggu tinggal di kontrakan sempit, dia memutuskan untuk berkeliling kampung untuk mencari udara segar.
"Aku suntuk sekali di rumah, biasanya aku jam segini selalu berada di kantor, menikmati kopi mahal dan mengamati karyawan bekerja. Aku kini jatuh miskin, bahkan makan saja menumpang kepada anak sendiri." Raharjo terus berjalan menyusuri kampung.
Raharjo melihat orang berkerumun, dia begitu tertarik untuk mengetahui ada apa di sana.
"Ada apa ini?" tanya Raharjo.
"Ada tanding Mahjong, yang menang akan mendapatkan uang banyak." Seorang pria memberikan informasi.
"Berapa banyak?" tanyanya semakin penasaran.
"Lima juta."
"Berapa taruhannya?"
"cukup pasang sesuai isi kantongmu, jika kamu beruntung maka uang itu akan menjadi milikmu." Pria itu lalu menoleh, dia penasaran siapa yang mengajaknya bicara.
Raharjo maju ke depan, dia memberikan sisa uang yang dia miliki.
"Aku ikut bermain." Dia meletakkan beberapa lembar uangnya.
Raharjo dengan cepat memasang taruhannya, dia begitu percaya diri, permainan dimulai, dengan cepat Raharjo membuat siasat dan dia ternyata memenangkan pertandingan mahjong di wal permainan.
"Aku menaaang," teriaknya sambil mencium uang yang dia dapat dari taruhan.
"Lima juta." Raharjo memasang semua uang taruhannya dengan sangat percaya diri.
Permainan kedua dilaksakan, kali ini dari tingkat rendah menjadi tingkat sedang, setiap kali menang permainan, lalu ikut lagi maka permainan akan naik tingkat.
Raharjo mulai dengan jalan yang mulus namun siapa sangka dipertengahan permainan dia mulai kesulitan, Raharjo mulai berkeringat dingin menyaksikan lawan mainnya bermain cukup lihai padahal awal tadi penantang yang menjadi lawan mainnya di awal begitu mudah dia kalahkan.
"Sial! Kenapa dia tiba-tiba menjadi jago bermain? Aku tidak boleh kalah, aku harus memenangkannya!" batin Raharjo.
"Sepertinya kamu mulai kehilangan fokusmu!" ejek lawan mainnya.
Tidak terima Raharjo langsung mengambil langkah tanpa memikirkan langkahnya benar atau salah.
"Aku tidak akan kalah," ujarnya penuh semangat.
Beberapa penonton yang menyaksikan ikut bersorak-sorai, ada yang mendukung Raharjo ada pula yang mendukung lawan mainnya, semua kebisingan itu semakin membuatnya kehilangan fokus.
Raharja merasa kupingnya sakit dengan teriakan nyaring dari kubu yang mendukung lawan mainnya.
Raharjo tanpa gentar tetap mencoba mengambil langkah dan pada akhirnya dia kalah, seluruh uang yang dia dapatkan diraup oleh lawan mainnya dan hilang seketika.
"Silahkan pergi, anda sudah kalah!"
Raharjo terusir, tapi dia tidak terima, dia langsung menelisik dan mendengar beberapa orang mendapat pinjaman taruhan.
"Aku akan tetap bertahan, aku pinjam uang dari kalian, jika aku menang aku akan mengembalikannya!" Raharjo dengan cepat mengambil keputusan.
Melihat Raharjo begitu yakin dengan kata-katanya, pihak penyelenggara menyetujuinya, dia langsung mendapatkan pinjaman.
"Tanda tangani surat perjanjian ini, jika tidak, kau tidak akan bisa mendapatkan pinjaman."
Seorang petugas menyodorkan surat resmi peminjaman uang dengan diberi materai, yang berarti Raharjo tidak bisa kabur dari hutangnya.
Raharjo langsung menanda tangani surat itu, dia tidak tahu, bahwa judi mahjong ini terkenal sebagai sarang penipuan, mereka sengaja membuat tertarik para pemain judi dengan memberi kesempatan memasang taruhan suka-suka, tapi akan mendapatkan hadiah yang besar, saat permainan awal mereka sengaja mengalah dan membuat si pemain menang di awal, dan pada akhirnya kalah lalu terlilit hutang yang uangnya bahkan tak pernah mereka terima, itulah kelicikan mereka kelompok Master yang menyediakan judi Mahjong.
.
.
Nia mencari keberadaan suaminya, tapi tidak dia temukan, di desa yang padahal tidak terlalu luas ini sudah membuat kaki Nia merasa pegal.
Nia sudah berjalan dari rumahnya sampai ke masjid yang berada di tengah desa, tapi sayang dia sudah lelah dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
"Ketemu, Mih?" tanya Nadin.
"Tidak! Papih kamu tidak ada. Mamih juga lelah mencarinya." Nia memijat betisnya yang keram.
"Mamih, makanya rajin olah raga, biar enggak cepat lelah." Sindir Nadin sambil membawakan air putih.
"Minum dulu." Nadin menyodorkan segelas minuman.
"Terima kasih, sayang." Nia langsung meneguk habis air di dalam gelas.
"Doyan apa haus?" Sindir Nadin lagi.
"Haus lah, ya kali air putih ajah doyan." Nia memperhatikan gelasnya yang kosong.
"Mamih ... Mamih, air putih itu bagus untuk kesehatan, bisa menghilangkan kerutan di wajah Mamih." Nadin mengambil gelas kosong dari tangan maminya, dia takut maminya khilaf dan melempar gelas ke arahnya.
"Kamu pikir, Mamih wajahnya udah keriput?" Nia melotot kearah Nadin.
Mendengar nada kesal dari perkataan Maminya, Nadin tertawa kecil dan menyembunyikan tawanya, puas sekali dia menggoda Maminya.
.
.
"Kamu kalah lagi, sekarang kamu tinggal membayar hutangmu, waktumu hanya tiga hari." Seorang pria memberikan kertas salinan perjanjian pinjaman.
"Tiga hari? Secepat itu? Ini bukan perkara uang sedikit!" keluh Raharjo.
"Ini surat perjanjiannya, sudah jelas tertulis di sana, seharusnya kamu protes sebelum menandatangani suratnya." Pria itu memberikan salinan perjanjian ke tangan Raharjo.
Betapa terkejutnya dia, Raharjo adalah korban kelima dari kelicikan kelompok Master, mereka meminjam uang sebanyak lima juta rupiah sebagai taruhan ketiga dalam permainan. Kini hanya Raharjo yang memiliki hutang terbanyak, sedangkan yang lainnya hanya meminjam kekurangan uang yang mereka dapat dari awal permainan.
Raharjo hanya bisa pasrah, Raharjo berjalan menuju arah pulang, dalam perjalanan dia terus berpikir, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu, bahkan teman-temannya saja yang menjerumuskannya dalam permainan judi tidak perduli dengan keadaannya, apalagi jika dia meminjam uang sudah pasti mereka tidak akan memberikannya.
"Bodoh ... Bodoh ... bodoh, kenapa harus tergiur, sudah tau jatuh miskin masih saja bertingkah," Raharjo membatin sambil memukuli kepalanya.
.
.
Raharjo masuk kedalam rumah dengan langkah gontai, dia seperti tidak memiliki tulang lagi untuk menopangnya berdiri.
Raharjo hanya melihat kearah istri dan putrinya bergantian, dia begitu menyesal, sudah pasti jika istri dan anaknya tahu dia berhutang sebanyak lima juta, dia akan habis dimaki, atau bisa jadi istrinya akan menggugat cerai dirinya yang sudah tidak punya apa-apa tapi beraninya berhutang.
"Papih kenapa, Mih?" tanya Nadin.
"Mamih juga enggak tahu, Din." Nia memperhatikan langkah Raharjo.
"Mungkin karena belum makan kali, kan dia dari tadi pergi, udah sore baru pulang, pasti laper, kamu siapin makan sana." Nia dengan entengnya menyuruh anaknya menyiapkan makan untuk Raharjo.
Istri macam apa itu? Aaah itulah, istri pengusaha kaya, kalau sudah kaya dan jatuh miskin tetep ajah enggak mau mandiri. hehehee kidding ya guys.
Nia menyusul suaminya masuk ke dalam kamar, di dalam kontrakan yang mereka tempati, terdapat dua kamar tidur, dapur dan ruang tamu, semua ruangan berukuran kecil, hanya muat untuk kasur ukuran nomor dua, dan lemari plastik kecil.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments