Selesai sarapan bersama, Naya pun segera saja membersihkan meja makan dan hendak mencuci piringnya.
"Naya, apa yang kamu lakukan Sayang?" Tanya Dania.
"Aku mau membersihkan meja dan mencuci piring ini Ma," jawab Naya.
"Tidak perlu Sayang, biar saja Bibi yang membersihkannya. Kamu sudah repot-repot masak pagi-pagi, masa sekarang harus kamu juga yang membersihkannya," kata Dania.
"Justru karena aku yang sudah memasaknya Ma, jadi aku juga yang harus membersihkannya," kata Naya lalu melanjutkan aktivitasnya.
Dania tersenyum bahagia, ia sungguh sangat kagum melihat sikap menantunya itu. Ia tidak salah pilih menantu, sudah pasti Naya adalah menantu idaman para mertua.
Selesai membersihkan dapur, Naya pun menghampiri ibu mertuanya yang saat ini sedang berada di depan rumah menyirami tanaman bunga kesayangannya.
"Ma, mau Naya bantuin nggak?" Tanya Naya.
"Tidak usah Sayang, kamu di situ aja ya temenin Mama," jawab Dania.
"Tapi aku tidak enak Ma kalau hanya berdiri di sini saja dan melihat Mama menyiram tanaman," kata Naya yang memang sangat tidak enak jika hanya diam saja, sementara mertuanya itu sedang sibuk melakukan aktivitasnya.
"Ya sudah, kalau begitu kamu saja yang melanjutkan menyiram bunga, biar Mama memotong dahan-dahan ini ya . Karena Mama lihat dahan-dahannya sudah mulai tidak beraturan," kata Dania.
"Boleh Ma," jawab Naya yang langsung saja menyetujuinya.
Lalu Naya pun mulai menyirami tanaman itu dengan telaten sambil sesekali mengobrol dengan mertuanya itu.
Dania begitu sangat bahagia mempunyai menantu yang sangat rajin, ramah, dan juga sangat sopan. Ia berharap jika hubungan Gerald dan Naya akan segera menumbuhkan rasa cinta diantara keduanya serta cepat memberikannya cucu, mengingat usianya yang mungkin saja tidak lama lagi.
Saat itu tiba-tiba saja Dania merasakan kepalanya begitu sakit, pandangannya berangsur buram hingga ia jatuh pingsan begitu saja.
"Ma, Mama sudah berapa lama menanam bunga-bunga ini sampai bunganya bisa terlihat sangat cantik seperti ini?" Tanya Naya yang belum menyadari kondisi Dania di belakangnya.
Akan tetapi, karena tidak mendapatkan jawaban dari mertuanya, Naya pun menoleh ke arah Dania. Betapa terkejutnya Naya saat melihat ibu mertuanya itu sudah tergeletak di tanah. Ia pun langsung saja mencampakkan selang yang saat itu sedang digunakannya dan menghampiri Dania.
"Mama … Mama kenapa Ma, Mama … !" Teriak Naya sembari mengguncang tubuh mertuanya itu.
Karena suara teriakan Naya itu, telah mengundang satpam dan juga para Asisten Rumah Tangga untuk segera menghampirinya.
Naya begitu terlihat sangat panik, ia segera meminta tolong supir untuk segera mengantar Dania ke rumah sakit saat itu juga. Dalam kondisi yang sangat terburu-buru, sehingga Naya dan Dania sama-sama tidak membawa ponsel bahkan Naya saja saat ini masih menggunakan piyama. Dia juga sama sekali tidak ingat nomor Gerald, boro-boro ingat bahkan ia sama sekali tidak mempunyai nomor suaminya itu di ponselnya. Untungnya saat ini Naya bersama supir, jadi Naya meminta supirnya itu untuk segera memberitahu Gerald jika mereka saat ini sedang membawa ibunya ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, Dania langsung saja dibawa ke ruang UGD untuk segera dilakukan pemeriksaan dan penanganan, Naya begitu sangat khawatir menunggunya di depan ruang UGD, ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan ibu mertuanya.
***
Di sebuah ruang rapat pada perusahaan besar, tampak Gerald yang saat itu sedang memimpin sebuah rapat di depan investor dan jajaran dewan direksi yang mana investornya itu adalah investor dari luar Negeri. Gerald begitu sangat serius mempresentasikan apa yang sudah ia persiapkan dari jauh hari, ia benar-benar sangat berharap jika kali ini akan memenangkan tender yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Para investor tampak begitu serius memperhatikan Gerald dan seakan menyetujui dengan apa yang disampaikan olehnya.
Saat itu, Boy yang merupakan asisten Gerald, merasa sangat risih karena sedari tadi ponsel Gerald yang sedang dipegangnya itu terus saja bergetar karena ada yang menelponnya. Tetapi saat dilihatnya ternyata yang menelepon adalah pak Budi supir keluarga Gerald. Boy mendadak tak enak hati dan penasaran untuk apa supir Gerald menelepon jika tidak ada sesuatu yang penting. Tetapi Boy juga tidak dapat menjawab telepon itu sekarang, karena ia sedang mendampingi Gerald presentasi.
Plok … plok … plok … terdengar suara tepuk tangan dari investor dan jajaran dewan direksi yang menghadiri rapat pada pagi hari ini. Investor itu begitu tampak senang dan puas akan penjelasan yang diberikan oleh Gerald, tentu saja investor besar dari luar Negeri itu juga menyetujui untuk bekerjasama dengan Gerald.
"Selamat bekerja sama Tuan Gerald, saya benar-benar sangat puas dengan presentasi yang Anda sampaikan. Saya harap Anda benar-benar bisa menjalankan prosedurnya seperti apa yang telah anda presentasikan tadi. Dan semoga saja kerjasama kita ini benar-benar berjalan dengan sangat lancar dan sukses untuk kedepannya," ucap Mr. Brandon yang merupakan investor dari Jerman, akan tetapi dia lahir dan besar di Indonesia sehingga ia sangat lancar berbahasa Indonesia.
"Terima kasih Mr. Brandon. Senang bisa bekerja sama dengan Tuan. Semoga saja apa yang kita harapkan akan menjadi kenyataan," ucap Gerald.
"Ya semoga saja," ucap Mr. Brandon, lalu berpamitan untuk segera pergi meninggalkan lokasi rapat karena ia akan melakukan penerbangan ke Singapore satu jam lagi.
Tanpa Gerald sadari, ternyata ada seseorang yang merupakan saingan bisnisnya sedang menatapnya tidak suka. Alasan apa lagi kalau bukan karena kalah tender. Pria tersebut adalah Calvin Clyde yang merupakan CEO dari perusahaan Clyde Group milik kelurganya sendiri. Memang baik Perusahaan Gerald maupun keluarganya adalah saingan perusahaannya sedari dulu.
Calvin tampak murka menatap Gerald dan penuh dendam. Sedangkan Gerald hanya menanggapi dengan senyuman sinisnya.
"Tuan, sejak tadi Pak Budi supir Anda menelepon," ucap Boy, sehingga pandangannya kini pun teralihkan.
"Pak Budi?" Tanya Gerald untuk memastikan.
"Iya Tuan, aku rasa ada hal yang sangat penting, karena sudah beberapa kali Pak Budi mencoba menghubungi Tuan," jelas Boy.
"Ya sudah biar aku menghubunginya kembali," kata Boy, lalu mengambil ponselnya dari tangan Boy dan segera saja menelpon nomor supir pribadi keluarganya itu.
"Halo tuan," ucap Budi dari seberang telepon.
"Halo Pak Budi, ada apa menghubungiku berkali-kali?" Tanya Gerald, perasaannya itu pun mendadak menjadi tidak enak.
"Nyo-Nyonya, Nyonya Tuan," ucap Budi terbata-bata.
"Kenapa dengan Mama?" Tanya Gerald yang begitu tampak panik.
"Nyonya tadi pingsan, saya dan Nona Naya sedang mengantarkan Nyonya ke rumah sakit Tuan," jawab Budi.
"Apa? Dimana rumah sakitnya?" Tanya Gerald.
"Rumah Sakit Medical tempat biasa Tuan," jawab Budi.
Gerald langsung saja mematikan teleponnya, ia pun mengajak Boy untuk segera pergi menuju ke rumah sakit.
"Naya, apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibuku bisa pingsan? Bukankah sudah aku katakan padamu, jika Ibuku itu sakit dan harusnya kau menjaganya," gumam Gerald dalam hati sembari menahan emosi.
...Bersambung... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments