“Mana saja yang harus saya tanda tangani?” ucap Liam ketika Indah sudah kembali, dan selesai membantunya mengurus nyonya Nani.
Indah duduk di sofa tunggal yang ada di sebelah Liam. Sedangkan di ranjang rawatnya, nyonya Nani tampak hendak kembali tidur. Diurus Indah, nyonya Nani tampak jauh lebih tenang. Wanita tua itu seolah menemukan sesuatu yang sempat hilang dan membuat wanita itu merasa sangat gamang.
Indah langsung meraih setumpuk map di meja kaca yang ada di tengah kebersamaan mereka. Ia menyiapkannya satu per satu kemudian menyuguhkannya kepada Liam dengan santun. Kebersamaan mereka terjadi di ruang sebelah nyonya Nani terbaring, dan hanya dipisahkan oleh tirai tipis warna krem.
Indah yang masih agak membungkuk memastikan jalannya proses tanda tangan yang akan Liam mulai, menatap heran yang bersangkutan. “Maaf, Pak.”
Teguran dari Indah, membuat Liam tak jadi menggoreskan pulpen di tangannya pada kolom tanda tangan yang juga sudah dihiasi meterai di sana. Liam menengadah, menatap heran Indah.
Setelah tatapan mereka bertemu, Indah menghela napas pelan kemudian berkata, “Anda tidak membaca setiap berkas sekaligus surat tanda tangannya terlebih dahulu?”
“Semuanya sudah beres, kan? Dan kamu sudah memeriksanya juga?” sergah Liam.
Indah refleks menggeleng dan memberikan tanggapan raut wajah tidak nyaman. Di sebelah mereka, nyonya Nani yang awalnya sudah memejamkan kedua matanya, menjadi tidak jadi dan menjadikan kebersamaan di sebelahnya sebagai fokus perhatian.
“Ada beberapa bagian dari lampiran yang menurut saya aneh bahkan terkesan mirip surat perjanjian untuk urusan personal,” jelas Indah.
“Urusan personal?” sergah Liam langsung menyikapi dengan serius.
Tak beda dengan sang putra, nyonya Nani juga langsung mengernyit kemudian melirik serius kebersamaan Liam dan Indah. Kok firasatku makin enggak enak, ya? Batin nyonya Nani. Adanya Liam di sini tanpa pengawalan ditambah wajah Liam yang lebam sekaligus ada bekas tamparan saja, sudah mencurigakan. Aku yakin hubungan Liam dan Fello enggak baik-baik saja. Dan sekarang, ada lampiran pribadi yang terselip di dokumen pekerjaan, pikir nyonya Nani.
Indah mengangguk-angguk. “Iya. Setelah saya mengeceknya seperti permintaan Pak Liam, di salah satu dokumen pemberian pihak pak Wijaya, di dokumen ini ada bagian dokumen yang aneh. Di bagian tengah lampiran berisi hak dan kewajiban Anda secara personal. Lampirannya sangat tidak nyambung dan sama sekali tidak berkaitan dengan surat kerja sama perusahaan. Tadi saya sudah sempat menanyakannya kepada asisten pribadi pak Wijaya selaku yang mengantarkan, tapi beliau meminta saya untuk langsung menyerahkan semuanya kepada Pak Liam. Beliau berdalih, Pak Liam sudah tahu.” Indah mendapati sang bos yang sejak awal pertemuan menyikapinya dengan hangat, langsung menjadi emosional hanya karena kenyataan yang ia jelaskan termasuk bagian aneh di dalam lampiran yang ia maksud.
Liam membaca saksama dokumen pertamanya. Tidak ada yang ia lompati dan ia sungguh menemukan kejanggalan yang Indah ceritakan. Tentu saja ini masih berkaitan dengan urusan pribadinya dan Fello karena pak Wijaya saja merupakan papah Fello. Dalam lampiran aneh tersebut menegaskan, Liam akan kehilangan semua haknya baik itu di perusahaan maupun kehidupan Fello dan pak Wijaya, andai Liam berani macam-macam dan salah satunya melukai Fello.
Bisa-bisanya mereka menyelipkan ini di sini, agar aku tidak menyadari dan asal tanda tangan. Mereka membahas hak-hakku? Batin Liam benar-benar emosional. Tak lama kemudian, ia pamit sambil memboyong semua map yang ia tekuk menggunakan tangan kiri.
Indah menatap khawatir sang bos yang melakukan segala sesuatunya dengan kasar sekaligus cepat tersebut.
“Kamu tetap di sini, tolong jaga mamah aku,” ucap Liam.
“Kamu ikut Liam, agar kalau ada apa-apa, kamu bisa membantunya,” sergah nyonya Nani.
Liam menghela napas kasar sembari menatap sang mamah. Tentu, ia menolak saran sang mamah. “Mah—”
Dengan dingin, nyonya Nani berkata, “Kalau memang enggak mau, abaikan saja. Sudahi semuanya. Block nomor mereka, mulai usaha baru! Kita lihat saja, mau jadi apa mereka tanpa kamu!” nyonya Nani benar-benar marah. Tak terima lantaran sang putra terus dipermainkan layaknya boneka yang bahkan merangkap sebagai budak.
Sepertinya, semuanya memang tidak baik-baik saja, batin Indah. Ia menggigiit kuat-kuat bibir bawahnya seiring ia yang menunduk khawatir. Namun ia berharap, semoga semuanya baik-baik saja khususnya keselamatan Liam dan nyonya Nani yang baginya orang baik.
Fello, setega ini kamu ke aku. Dalam hatinya, Lia. Juga yakin, istrinya itu telah mengadu macam-macam kepada sang ayah hingga sekelas pak Wijaya murka dan sampai menjadikan semua aset Liam termasuk aset dari keluarga Liam, sebagai taruhannya. “Aku benar-benar harus pergi!” sergah Liam yang memang langsung pergi tanpa terlebih dahulu menunggu saran apalagi izin.
Indah yang ditinggal menjadi kebingungan lantaran biar bagaimanapun, tadi baik Liam maupun sang mamah, sama-sama memberinya titah. Liam memintanya menjaga sang mamah, dan nyonya Nani meminta Indah untuk mengikuti ke manapun Liam pergi. Layaknya kini, nyonya Nani langsung memintanya untuk menyusul Liam. Buru-buru ia melakukannya sembari mendekap erat tas kerja yang menghiasi pundak kanannya, tapi ia kehilangan jejak. Indah nekat menunggu di pintu keluar dekat jalan karena ia yakin, harusnya Liam belum keluar dan tengah mengambil mobil di tempat parkir bagian dalam rumah sakit. Benar saja, ia memergoki salah satu sedan hitam yang akan keluar dari area rumah sakit, dikemudikan oleh Liam. Namun, pria itu kembali memaksanya untuk menjaga nyonya Nani.
“Terus saya harus bagaimana? Nanti jika saya kembali dan membiarkan Pak Liam pergi sendiri, saya pasti makin dimarahi.” Kali ini Indah sungguh berkeluh kesah. Karena tadi saja, nyonya Nani memang sampai memarahinya untuk segera menemukan sekaligus mengikuti Liam. Terlebih biar bagaimanapun, Indah juga merasa andil dalam kekacauan sekarang. Karena andai bukan karenanya, pasti semuanya akan baik-baik saja. Walau di balik keadaan baik-baik saja tersebut, nasib Liam sekeluarga juga terancam.
“Saya benar-benar minta maaf,” ucap Indah menyesal. Ia sudah duduk di sebelah Liam yang memang mengemudi sendiri. Pria itu masih tampak emosional, dan jauh dari baik-baik saja.
“Untuk sementara, jangan bicara apa-apa dulu,” balas Liam masih berusaha fokus. Di sebelahnya, Indah mendadak menunduk dalam. Wanita itu mengulumm bibir kuat-kuat sembari terpejam. Menegaskan bahwa Indah benar-benar merasa bersalah.
Mereka mengarungi perjalanan di tengah kesunyian lantaran keduanya kompak diam, larut dengan pikiran masing-masing. Namun, sekitar tiga puluh menit kemudian, ponsel Liam berdering. Dering telepon masuk dan itu daru suster Surti. Liam langsung mengernyit serius seiring jantungnya yang juga menjadi berdetak lebih kencang. Entah kenapa, telepon dari suster sang mamah malah membuatnya tambah kacau.
“Iya, Sus? Bagaimana?”
“Den ... Mamah ....”
Suara panik suster Surti membuat Liam refleks mengerem laju mobilnya. Pengemudi di belakangnya sampai menabrak bagian belakang mobil Liam lantaran Liam mengerem secara spontan.
Suasana sekitar yang memang terbilang ramai pengemudi menjadi kacau akibat ulah Liam yang seketika menimbulkan kemacetan. Kecelakaan beruntun sekaligus maut juga nyaris terjadi. Indah yang menjadi bagiannya sampai gemetaran. Lebih gemetaran sekaligus kacau lagi ketika tatapan Liam berhenti kepadanya hingga pandangan mereka beradu. Kedua mata Liam tak hanya basah sekaligus merah. Karena pria itu juga sampai menangis. Hidung bangir Liam sampai ikut merah.
Tadi yang di telepon bilang mamah ... maksudnya mamah pak Liam? Mamah pak Liam kenapa? Batin Indah ketar-ketir sekaligus merasa makin bersalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Mama AldyNovi
katanya bisu 🧐🧐
2023-12-29
0
Prasetia Putri
katanya indah ga bisa ngomong ko itu bisa ngomong 🤔🤔
2023-11-26
0
Sandisalbiah
Liam jd simalakama ini.. semoga dia masih bisa berfikir waras..
2023-11-11
1