Flash back lima tahun lalu.
Sebuah rumah bercat putih. Dengan tiga ruang tidur, satu ruang tamu, serta dapur yang menyatu dengan kamar mandi.
Rumah itu memiliki teras berukuran 2x4 meter. Berlantaikan plesteran semen yang nampak mulai rusak hingga memperlihatkan lubang-lubang semen dan gerusan kasar pasir di beberapa bagian lantai.
Di halaman rumah sebelah kiri, tertata dengan rapi beberapa pohon seperti jambu dan jeruk nipis. Dan seolah untuk mempercantik halaman, berjajar pula dengan rapih tanaman bunga kertas berwarna merah dan putih di sisi kanan halaman.
Rumah teduh nan sederhana itu dihuni oleh keluarga Atmaja.
Keluarga Atmaja terdiri dari Atmaja sebagai kepala keluarga, Sundari yang adalah istri dari Atmaja serta Yuna, putri semata wayang pasangan suami istri tersebut.
"Papa! Yuna rangking dua lagi! Lihat ini! Yuna dikasih hadiah buku sama Bu Guru!" Seru Yuna yang langsung menghampiri Atmaja d depan rumah.
Atmaja pun tampak nya baru pulang dari bekerja.
"Papa kok udah pulang? Ini kan baru tengah hari.." sapa Sundari yang langsung menghampiri suami dan juga anak nya, Yuna.
Atmaja tak segera menjawab pertanyaan Sundari. Ia langsung mendudukkan diri pada kursi plastik yang ada di teras rumah. Sebuah helaan napas terdengar berat berhembus dari mulut lelaki tersebut.
"Pa! Pa! Lihat dulu nih, Pa! Nilai Yuna bagus-bagus semuanya! Gak ada yang tujuh! Hebat kan?!" Yuna masih terlihat girang ingin mendapatkan perhatian dari sang ayah.
Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 6 SD tersebut tak menyadari kalau sang ayah sedang mengalami masalah. Namun Sundari menyadari hal itu.
Maka Sundari pun bergegas menitahkan Yuna untuk pergi ganti baju terlebih dahulu.
"Yuna, pergi ganti baju dulu, sana! Seragam nya langsung taruh di bak baju kotor ya!" Titah Sundari dengan sangat jelas.
"Iya, Ma! Tapi lihat dulu nih, Ma! Nilai Yuna bagus-bagus!" Yuna masih ingin mendapatkan perhatian. Kali ini ia langsung bergelayut kepada Sundari. Berharap ia bisa mendapatkan pujian atas prestasi nya di semester awal ini.
Sundari segera mengambil buku raport dari tangan Yuna. Lalu melihat semua angka delapan dan sembilan yang berjajar rapih di sana.
"Wahh.. anak Mama hebat banget! Mama bangga sama ku, Nak! Semakin semangat ya belajar nya!" Ujar Sundari mengapresiasi prestasi Yuna.
"Iya, Ma! Yuna akan semakin semangat! Yuna mau ngejar Dito buat jadi juara umum sekolah!" Cerita Yuna dengan berapi-api.
"Dito? Anak nya Bu RT itu, Yun?" Tanya Sundari memastikan.
"Iya, Ma! Dia selalu aja ngeledekin Yuna karena gak bisa ngalahin dia. Dia kan rangking satu terus dari kelas tiga! Hu uh!" Yuna menggebrakkan kaki nya ke lantai berkali-kali, dalam mengungkapkan kekesalan nya.
Sundari tersenyum melihat tingkah putri nya yang mulai beranjak remaja tersebut.
"Sudah.. sekarang kamu ganti baju dulu, sana! " Tegur Sundari kembali mengingatkan Yuna.
"Iya, Ma.."
Tapi Yuna tak langsung masuk ke dalam rumah. Ia malah kembali menghampiri Atmaja yang kini duduk terdiam di ruang tengah. Pandangan lelaki itu menatap tak fokus ke langit-langit ruangan. Tampak jelas ada beban berat yang sedang dipikirkan nya.
"Pa! Pa! Pa! Lihat juga dong raport Yuna! Nih!" Ujar Yuna sambil menodongkan buku raport ke wajah sang Papa.
Melihat tingkah Yuna dan sikap Atmaja yang acuh, Sundari pun mencoba menengahi keduanya.
"Yuna.. ganti baju dulu sana. Papa lagi capek, Nak.. biarin Papa istirahat dulu ya?" Pinta Sundari membujuk Yuna.
"Huuh.. Papa gak asik!" Rajuk Yuna yang langsung membawa lari buku raport nya ke dalam kamar.
Remaja tersebut lalu menggebrak pintu kamar nya cukup keras.
Brak!
"Yuna! Jangan banting pintu!" Teriak Sundari mengingatkan sang putri.
Tak ada sahutan dari dalam kamar Yuna. Sundari pun menghela napas letih.
Kemudian perhatian Sundari beralih pada Atmaja. Dilihat nya ssng suami masih tepekur diam dengan pandangan terangkat ke atas.
Sundari lalu beralih ke dapur terlebih dahulu. Ia membuatkan teh hangat untuk Atmaja. Kemudian mengisi ulang stoples dengan cemilan biskuit kelapa yang digemari oleh sang suami.
Wanita berhati lembut itu lalu membawa secangkir teh serta stoples berisi biskuit ke ruang tengah. Ia menyuguhkan panganan itu di atas meja yang ada di depan Atmaja.
"Minum dulu teh nya, Mas?" Tawar Sundari.
Atmaja tak bergeming dengan tawaran cemilan dari sang istri. Ia masih saja terdiam menatap langit-langit ruangan.
Sundari jadi cemas dengan suami nya itu. Ia pun lalu meraih jemari Atmaja untuk ia usap punggung tangan nya secara berulang-ulang.
"Mas? Mas kenapa? Cerita ke Adek. Adek siap untuk mendengarkan, Mas.." ujar Sundari dengan sikap tenang.
Atmaja masih tak bergeming..
"Mas..?"
Dan akhirnya, pada panggilan Sundari yang ketiga itu lah akhirnya Atmaja memberikan jawaban dari sikap ganjil nya siang itu.
Lelaki itu lalu menengokkan kepala nya ke arah Sundari. Dan Sundari akhirnya mampu membaca kegalauan yang tersirat jelas pada manik milik suami nya itu.
"Kenapa, Mas? Cerita ke Adek.. Adek siap mendengarkan.." bujuk Sundari lagi dengan suara menenangkan.
"Mas.."
Atmaja kesulitan untuk melanjutkan ucapan nya lagi. Ditatapnya wajah teduh Sundari dengan perasaan sesal yang sulit untuk diraba nya sendiri.
'Bagaimana cara nya aku mengatakan pada Ndari tentang nasib sial ku ini? Aku tak kuasa untuk melihat kesedihan itu tercermin di wajah nya.. ahh.. sial! Sial! Sial!' rutuk Atmaja dalam hati.
Bersamaan dengan itu, lelaki itu juga menggebrak meja dengan tangan kanan nya yang bebas. Sementara tangan kiri nya tak sengaja imterlepas dari genggaman tangan Sundari sesaat tadi.
BRAK!! BRAK!! BRAKK!!
"Mas!" Pekik Sundari yang terkejut dengan sikap brutal Atmaja barusan.
Kini Atmaja menelungkupkan kepala nya ke atas meja. Tubuh nya bergetar oleh rasa sedih juga kecewa nya pada diri sendiri.
Ketidakmampuan nya untuk melawan sistem, sungguh membuat Atmaja berpikir kalau dirinya adalah lelaki yang payah. Lelaki yang lemah. Dan itu sangat tak disukai oleh nya.
Kini semua amarah, sedih juga kecewa yang dirasakan nya itu bergemuruh bercsmpur di dalam dada. Dan Atmaja tak tahu, pada siapa ia akan melampiaskan semua emosi negatif itu.
Pada rekan nya kah? yang telah menuding nya berlaku korupsi.
Atau kepada kepala manajer nya kah? Yang begitu mudah menindak lanjuti isu ti daknkorupsi nya itu dengan sesuka hati. Hingga akhirnya keputusan di PHK itu pun dijatuhkan kepada nya?
Ya. Atmaja baru saja di PHK dari kantor tempat nya bekerja selama sepuluh tahun terakhir. Dan ini adalah pukulan berat bagi lelaki tersebut.
Dengan gemuruh sedih dan kecewa yang menghimpit dada, akhirnya Atmaja pun melirihkan jawaban nya kepada Sundari.
"Kang Mas dipecat, Dek. Kang Mas baru saja di PHK!" Atmaja mengaku jujur pada akhirnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Yg ini udh tamat ya, soalnya ada dipajang di tamat bln ini. Selamat Kak Mel, makin byk karyanya.
2023-02-16
2
Mom La - La
sabar ya...
2023-02-15
1
khey
sabaaarrr atmaja
2023-01-12
1