Cafe Selera
Ditempat lain. Dengan amarah didada seorang wanita cantik tengah duduk menunggu seseorang. Yaitu pria yang sudah menjebaknya semalam.
Sudah satu jam dia menunggu. Tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Membuat dia kesal tak karuan. Kesal yang tadi belum hilang. Dimana dirinya dijebak lalu ditinggalkan dalam keadaan tertidur pulas tanpa baju yang menutupi tubuhnya. Dan sekarang dia disuruh menunggu, sesuatu yang membosankan baginya.
Dari arah pintu cafe terlihat seorang lelaki membawa buket bunga dan cokelat. Dengan baju santainya. Membuat dia semakin tampan dan gagah rupawan. Membuat semua mata sulit mengalihkan pandangannya.
"Selamat siang sayang. " sapa Ferdi. Mencium puncuk rambut Gladis. Menatap lekat gadisnya. Orang yang membuatnya selalu jatuh cinta dengan tingkahnya. Dan dia melakukan segala cara agar orang yang dia cintai tidak pindah kelain hati.
Gladis yang tengah kesal. Kini menatap fokus. Pria yang ada dihadapannya. Tanpa senyum atau kebahagiaan seperti yang biasa dia lakukan saat bertemu.
"Kenapa kamu berani melakukan sesuatu yang aku jaga selama ini, Kenapa? " sentak Gladis. Wajah pria yang tadi dihiasi dengan senyum. Kini berubah menjadi wajah yang datar tanpa ekspresi.
"Jawab Fer? " tambah Gladis tidak sabar. Panggilan sayang yang biasa dia ucap. Kini telah lenyap begitu saja
"Karena aku mencintaimu. " jawab Ferdi.
"Cinta? Kalau kau mencintaiku. Hal semalam tidak akan terjadi. Kau menjebakku disaat aku lengah. Kau memanfaatkanku. Padahal kita tahu. Kita belum mendapat restu kedua orang tua kita. " ujar Gladis.
"Jika mereka tahu kita telah melakukan sesuatu yang dilarang itu. Aku yakin. Mereka akan merestui kita. Dan mereka tidak akan bermusuhan lagi. " ujar Ferdi tanpa ekspresi. Dia menatap lekat wanita yang ada dihadapannya.
"Aku mau kita putus. " ucap Galdis.
"Sudah kuduga. " balas Ferdi tersenyum sinis. "Kamu sudah jatuh cinta padanya. Padahal kamu berjanji. Hanya akan memanfaatkan dia untuk hubungan kita. Nyatanya kamu memakai hati. "
"Jangan menyalahkan cinta. Aku ingin kita putus karena kelakuan kamu yang menipuku. " ujar Gladis.
"Benarkah? Jangan sampai kau menjadi perusak hubungan orang. Arfa yang kamu banggakan itu sudah menikah. Baru memulai hidup baru. " sindir Ferdi.
"Kau pikir aku tidak tahu. Karena siapa pernikahan itu terjadi. Dasar licik. " balas Gladis. Dia membetulkan pakaiannya. Dan beranjak dari duduknya. Dia tahu mengapa Arfa sampai jadi menikah dengan Sofia. Padahal Arfa sudah meminta Sofia agar menolaknya. Gladis menatap kesal pria yang kini menjadi mantannya.
"Jangan pernah menghubungiku lagi. Kita sudah tidak memiliki hubungan apapun. " lalu dia pergi. Meninggalkan Ferdi seorang diri. Dengan bunga yang tidak disentuh sedikitpun oleh mantan kekasihnya itu.
"Empat tahun kita bersama. Dan kamu memutuskannya begitu saja. Demi laki - laki bodoh itu! Ternyata pengorbananku tidak ada harganya dimatamu." Ferdi tersenyum getir. Menatap punggung gadis yang selama empat tahun kebelakang menemaninya terus menjauh.
Semula ia yang merencanakan untuk membuat Arfa dan Gladis menyesal. Namun dia belum bisa mengendalikan perasaannya. Tangannya terkepal. Pikirannya kacau. Setelah berhasil dia menikahkan Arfa dengan Sofia. Dan menjebak kekasihnya. Dia tetap terbuang. Karena cinta Gladis sudah besar untuk Arfa. Bukan dirinya lagi.
Waktu terus berlalu. Dia masih duduk termenung di cafe itu. Tanpa makanan dan minuman. Dia mengedarkan pandangannya. Matanya melihat perempuan dengan kerudung panjang. Dan kaca mata tebal bertengger dihidungnya. Bibirnya menyunggingkan senyum. Sofia Marianna. Pikirnya. Lalu dia menekan panggil nomor wanita itu dihpnya.
"Dimana? Dateng ke cafe Selera milikku sekarang! Aku tunggu. " ucapnya pada gadis yang dia hubungi lewat telpon.
"Jangan lama. " titahnya. "Tahukan kalau tidak menurut!" perintahnya tegas.
•
•
Gladis masih belum beranjak dari duduknya dimobil. Dia melihat mobil milik mantannya, belum meninggalkan cafe itu. Ia tersenyum licik.
"Kamu liat. Aku yakin. Arfa lebih percaya aku dibanding vidio yang kamu kirim ke dia. Dasar licik." Gladis berbicara sendiri.
Dua puluh menit berlalu. Mobil Arfa memasuki parkiran cafe yang luas itu. Dia mengedarkan pandangannya.
"Sayang! " panggil Gladis ketika melihat Arfa keluar dari mobilnya. Pria itu hanya diam. Dan berjalan kearah gadis itu. Gladis ingin menggandeng tangan kekasihnya. Namun dengan cepat kekasihnya menepis.
"Jaga batasanmu! " ucapnya dingin. Gladis hanya bisa menelan ludah.
Mereka memasuki cafe milik Ferdi. Arfa tidak tahu jika cafe itu milik rivalnya. Jika tahu, dia tidak akan sudi masuk kedalam cafe itu.
Gladis sengaja mengajak Arfa bertemu dicafe itu. Ia ingin membuat perhitungan dengan mantan kekasihnya. Karena mantan kekasihnya itu sudah berani mengirimkan vidio vulgar mereka kepada Arfa. Ia ingin membuktikan bahwa Arfa tidak akan meninggalkannya. Meski ia sudah tidak gadis lagi.
Selama empat tahun ia menjalain hubungan dengan Ferdi. Ia mengenal watak mantannya itu. Dia yakin sebentar lagi Sofia akan datang. Sebagai pelampiasan atas kekesalan pria itu. Kesempatan yang akan ia manfaatkan untuk mengkambing hitamkan gadis itu atas masalahnya.
Mereka memasuki cafe itu. Terlihat Ferdi sedang menundukan wajahnya dimeja dengan bantalan kedua tanganya. Dugaannya benar. Mantannya selalu butuh teman saat keadaan terpuruk. Dia tahu. Karena dulu dia orang yang selalu ada buat Ferdi ketika terpuruk. Dia yakin. Sebentar lagi Sofia akan datang menemui mantan kekasihnya.
"Sayang kita duduk disini. " pinta Gladis kepada Arfa. Ferdi menyipitkan matanya. Dia mengenal suara gadis itu. Dan benar. Gladis duduk dimeja belakang tempat yang dia duduki. Dan Arfa tepat dibelakangnya. Memunggunginya.
"Kita pesan dulu yah. " ujar Gladis.
"Tidak usah. Cepat katakan. Waktuku tidak banyak. " ucap Arfa dingin.
"Aku dijebak. Seseorang menaruh obat diminumanku. Kamu tahukan? Kita sudah tiga tahun pacaran. Tapi tidak pernah bersentuhan fisik. Aku selalu minta sama kamu. Tapi kamu tidak mau. Semalam saat seseorang menjebakku, aku kira itu kamu, dibayanganku hanya ada kamu. Ternyata,,, " ucap Gladis Mencoba meyakinkan kekasihnya dengan memasang wajah sedihnya. Arfa hanya diam. Sedangkan Ferdi mengepalkan kedua tangannya.
"Jadi sudah lama kamu ingin bersentuhan dengannya. Dasar murahan." Ucap Ferdi dalam hati.
"Aku tidak tahu apa yang kami lakukan. Aku sangat menyesal. Sungguh aku benar - benar dijebak." ucap Gladis lagi. Karena Arfa hanya diam tidak peduli.
"Kita putus. Aku tidak mau dengan gadis bekas orang lain." ujar Arfa. Gladis menangis. Menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Tidak mau. Aku tidak mau putus. Sayang. Aku benar - benar dijebak." ujar Gladis. Terus membujuk Arfa agar tidak putus.
Ferdi tersenyum puas mendengarnya. Itu yang dia harapkan. Orang yang mengkhianatinya harus hancur ditangannya.
Gladis yakin. Sebentar lagi Sofia akan datang. "Cepatlah datang." Gumamnya dalam hati.
Tak butuh waktu lama. Dugaannya benar. Sofia melambaikan tangan ke arah Ferdi. Dia datang ke cafe akan bertemu Ferdi selaku bosnya.
"Istrimu dalang dari penjebakkanku. " ujar Gladis sedikit berbisik kepada Arfa. Karena takut Ferdi dengar.
"Sekarang dia ada dibelakangmu. Bertemu pria itu." bisik Gladis. Arfa ingin berbalik, ingin membuktikan perkataan Gladis. Tapi tangannya segera ditahan gadis disampingnya..
"Suuut! " Gladis menyimpan telunjuknya dibibirnya. Ia mengkode pada Arfa agar diam.
"Bagaimana kamu tahu? Dia pria yang bersamamu." tanya Arfa curiga.
"Sayaang. Sebelum dia pergi meninggalkan aku sendiri. Aku melihat dia berbicara ditelepon. Dia akan mengirimkan vidio yang dia buat untuk menghancurkan hubungan kita." dengan apik dia membuat alasan yang masuk akal. Tidak mungkinkan dia memberi tahu bahwa Ferdi kekasih yang tidak direstui keluarganya.
Sofia sampai dimeja yang terdapat Ferdi duduk disalah satu kursinya. Nafasnya belum teratur karena kecapean. Dia takuuuuut telat dan dimarahi.
"Bawa apa?" tanya Ferdi saat Sofia sudah duduk didepannya. Sofia menyerahkan satu kotak nasi kepadanya. Matanya menatap Ferdi.
"Arfa tidak mau memakan makanan buatanku. Jadi aku bungkus buat bapak. Cobain. Enak loh pak. Aku masak sendiri." ujar Sofia. Ia berusaha tersenyum. Menyembunyikan perasaannya yang hancur. Dia tidak mau membuka aib pernikahannya pada orang lain. Satu rumah tapi seperti hidup sendiri. Bertanya sandi pintu pun, suaminya hanya menjawab lewat pesan hp.
Ferdi memajukan bibir bawahnya. Mengangguk - anggukkan kepala. Ia tersenyum. Lalu mencoba makanan yang Sofia bawa.
"Gila enak banget ini. Kamu beli kali bukan masak sendiri." ujarnya sedikit keras. Dia tahu Gladis dan Arfa sedang mendengar pembicaraan mereka.
"Apaan sih? Orang aku masak sendiri. " jawab Sofia memanyunkan bibirnya. Ferdi hanya tersenyum melihat tingkah karyawannya.
"Besok kekantor bawain aku makanan buatan kamu lagi. Ini sangat lezat." ujar Ferdi. Sembari terus memasukan makanan dari Sofia kemulutnya. Karena rasannya beneran enak.
"Bayar yah. " ucap Sofia.
"Berapa? " tanya Ferdi menggoda. Alisnya ia naik turunkan. Membuat Sofia tertawa lepas karena wajah atasannya terlihat sangat lucu.
"Seratus ribu perporsi. " ucap Sofia tersenyum senang. Karena ia baru pertama kali mendapat pujian dari oranglain atas masakkannya.
"Murah amat. Iya nanti aku bayar. Tapi ingat. Setiap hari. " ucap Ferdi. Dia memanas - manasi kedua pasangan dibelakangnya. Terutama ingin melihat reaksi Arfa.
"Oke boooosss!!! Asyeek tambah banyak nih uangku. Hahaa. " ucap Sofia sambil tertawa.
Arfa mengepalkan tangannya. Dia berdiri. Lalu menghampiri meja Sofia.
BRAAAK!
Arfa menggebrak meja yang ditempati Sofia dan Ferdi.
"Jadi benar. Kalian berdua yang menjebak gadisku. Kalian berdua benar - benar licik. " sindir Arfa. Menatap tajam istrinya. Sedangkan istrinya hanya menatapnya terkejut. Ferdi mengerutkan kening. Sedangkan Gladis tersenyum licik.
Praaang teeeng
Suara tempat makan dan sendok jatuh. Makanan yang sedang Ferdi makan berhamburan dilantai. Semua mata yang ada dicafe itu memandang kearah mereka.
"Arfa. " lirih Sofia semakin terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu suaminya. Sedangkan suaminya menarik kasar baju bosnya.
Bug bug bug
"Pria breng***! Kurang ajar. Berani - beraninya kau menyentuh gadisku. " teriak Arfa. Ia memukul wajah dan bagian perut Ferdi dengan membabi buta. Ferdi hanya diam, tersenyum sinis kepada Arfa.
Sofia yang melihat suaminya terus memukul tanpa ada perlawanan dengan cepat ia menarik tangan suaminya. Para pegawai cafe berhamburan mengerubuni keributan.
"Arfa stop! " teriak Sofia. Tangan lembutnya menarik jemari suaminya. Karena suaminya sangat sulit dikendalikan. Laki - laki yang sedang dikuasai amarah itu menepis tangannya.
"Pulang! " titah suaminya tegas karena merasa tidak ditanggapi oleh lawannya. Ia menarik kasar tangan istrinya.
Setelah melihat kedua pengantin baru itu pergi. Ferdi tersenyum licik. "Akan kubuat kau menyesal. Arfa Dahlan. Teruslah membenci istrimu. Dan jika kau tahu yang sebenarnya dia sudah tidak ada disampingmu."
Sedangkan Gladis. Dia memandang rendah Ferdi. Tersenyum sinis. Lalu pergi dari sana.
"Lepas Ar! Sakit. " teriak Sofia pelan. Arfa tidak mendengar. Mereka terus berjalan kearah mobilnnya. Lalu mendorong tubuh Sofia kekursi penumpang depan mobilnya.
Dia ikut masuk kemobilnya. Membawa mobilnya dengan kencang menuju apartemenya.
"Naik keatas! " titahnya. Setelah mereka sampai diparkiran apartemen.
Merekapun berjalan bareng. Masuk lift keatas lantai apartemen. Tangannya tak lepas mencengkram pergelangan tangan istrinya.
Arfa membuka pintu apartemennya. Ia menyeret Sofia. Mengempaskan tubuh istrinya disopa. Membuat betis istrinya terbentur meja. Lalu ia melempar hpnya sampai mengenai tulang lengan istrinya.
"Awwsh.. " Sofia meringgis kesakitan.
"Jelasin! " bentak Arfa. Sofia mengambil hp Arfa. Lalu melihat Ferdi dan Gladis sedang beradegan mesum diatas kasur. Dia melebarkan kelopak matanya. Lalu menjauhkan hp dari wajahnya.
"Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti. " ujar Sofia bingung.
"Jangan pura - pura! "teriak Arfa. Jantung Sofia berdetak kencang. Baru dua hari ia menikah dengan Arfa. Tapi sudah menerima banyak bentakkan. Ia memberanikan diri menatap Arfa.
"Aku tidak tahu. Kamu bertanya sesuatu yang aku tidak tahu jawabannya Ar! " balas Sofia kesal.
"Ferdi siapa aku tanya? " tanya Arfa emosi.
"CEO perusahaan aku. Aku kerja dibagian desain grafisnya. " jawab istrinya pelan.
"Kenapa dia sampai tidur dengan Gladis? Kamu tahukan dia kekasihku? " tanya Arfa masih emosi. "Aku yakin. Kamu mampu membayarnya. Untuk menghancurkan nama baik kekasihku didepanku."
"Sudah aku bilang aku tidak tahu. Kenapa kamu tidak tanya langsung pada Ferdi. " ujar Sofia. Kesal ia terus mendengar nama Gladis. Tidak Ferdi tidak Arfa. Sama saja. Lalu ia berdiri akan melangkah kekamar.
"Aku belum selesai. " ucap Arfa. Dengan kasar ia menarik tangan istrinya. Lalu mengukungnya diatas sopa. Sofia menutup matanya saat Arfa kembali mencengkram rahangnya.
"Jangan macam - macam denganku! " ancam Arfa. Tatapannya jatuh pada bibir istrinya yang tadi tersenyum dan tertawa bahagia bersama rivalnya. Ia menggigit bibir bawah istrinya sampai mengeluarkan darah segar.
"Sakiit ish! " teriak Sofia memukul dada suaminya. Dia membuka mata. Air matanya mengalir lurus dari ujung matanya. Tatapan kecewa terpancar dari wajahnya.
Setelah melihat istrinya menangis. Arfa pergi keluar. Kembali menemui kekasihnya.
•
•
Waktu telah berganti malam. Ini sudah pukul sepuluh malam. Biasanya jam delapan Sofia sudah tidur. Tapi setelah menikah. Dua hari ini. Ia memutuskan akan tidur setelah suaminya tidur. Ia ingin membuat kenangan antara dirinya dan suaminya karena ia sadar pernikahan ini tidak baik jika terus dilanjutkan.
Dia pura - pura tidur menutup matanya. Saat terdengar suaminya masuk kekamar mandi.
Arfa selesai dengan mandinya. Ia menatap tempat tidurnya. Terlihat istrinya sudah tidur dengan gaun tidur seperti semalam. Gaun tipis seatas lutut. Karena Sofia terburu pura - pura tidur, dia lupa memakai selimut. Dan kini tampaklah kaki jenjang miliknya. Rambut terurai dengan cantik. Arfa menelan ludah. Saat semakin dekat menatap wajah istrinya. Wajah istrinya telihat sangat cantik dan bersih. Ia naik keatas tempat tidur. Lalu tidur membelakangi istrinya.
Sepuluh menit Sofia menunggu. Suara dengkuran halus sudah terdengar dari arah suaminya. Ia mendekati suaminya. Lalu memeluk tubuhnya dari belakang. Membenamkan wajah dipunggung suaminya.
"Maafkan aku Arf. Aku tidak tahu apa yang terjadi. " batinnya.
Arfa yang pura - pura tidur hanya diam. Pikirannya seperti benang kusut. Banyak hal yang tidak dia ketahui. Pelukkan istrinya semakin melemah. Ia berbalik menatap wajah istrinya. Matanya tertuju kebibir sang istri. Sangat terlihat jelas luka bekas gigitan dirinya.
"Dasar bodoh! " ujarnya pelan. Lalu menjauhkan tubuh istrinya dari dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments