...🌏🌏🌏...
Tak cukup lama bagiku untuk menanti para kawanan berseragam sekolah dasar yang tingginya hampir sama denganku mereka semua adalah teman-temanku dan mari kusebutkan satu persatu.
Kita mulai dari sebelah paling kanan. Anak laki-laki yang bertubuh paling gemuk itu bernama Jono, hobinya adalah makan bahkan selain membawa bekal dari rumah ia juga membawa beberapa uang untuk membeli cemilan di sekolah. Terdengar sangat rakus bukan.
Kami selalu menjulukinya dengan sebutan nama buto ijo. Ya tentu saja karena perutnya yang besar persis seperti buto ijo. salah satu karakter dalam film horor itu. Apakah aku salah? Sepertinya tidak tapi dia terlihat sedikit kesal saat kami membullynya dengan nama itu.
Harus bagaimana lagi, mamaknya pun memanggilnya dengan sebutan itu. Anak buto ijo.
Yang kedua adalah Samal. Pria bertumbuh paling tinggi di antara kami disertai dengan tubuhnya kurus kering persis seperti artis yang bernama Dato maringgi yang ada di film Dono, Kasino dan Indro itu.
Rambut hitamnya terlihat sedikit menipis. Ia selalu membawa sisir panjang plastik berwarna pink yang berada di saku bajunya. Rambutnya selalu terlihat rapi dan bahkan ia selalu membawa minyak kemiri saat ia pergi ke sekolah. Katanya supaya rambutnya tidak berantakan ketika sampai di sekolah.
Yang ketiga adalah Mansur. Anak laki-laki yang bertubuh berisi dengan kulit yang paling gelap di antara kami. Jika kulit kami berwarna lebih putih karena suhu di desa kami yang lebih dingin berbeda dengan kulit yang mensur punya. Bapaknya yang merupakan keturunan orang Papua membuat kulitnya menjadi lebih gelap. Tapi sepertinya kulit gelap hanya ditakdirkan kepada Mansur saja karena aku lihat kulit kakak dari Mansur yang perempuan itu terlihat lebih putih.
Dan satu lagi anak perempuan yang berdiri paling ujung. Namanya leha, gadis yang paling tercantik di antara kami. Tentu saja karena hanya dia yang perempuan di antara kami berlima.
Leha ini berbeda daripada yang lainnya. Hobinya hanya menangis dan menangis. Aku tidak tahu apakah di dalam matanya itu ada pabrik air mata hingga air matanya tidak pernah habis walaupun sering dipakai menangis atau memang perempuan diciptakan untuk menjadi gadis yang manja bayangkan saja leha adalah salah satu beban di dalam persahabatan kami. Jika dia tidak mampu menyeberangi sungai maka dia akan menangis dengan air mata yang seakan ingin memenuhi sungai.
Setibanya teman-temanku mendekati aku kami tak tinggal diam, setibanya kami langsung beranjak berjalan bersisian sambil sesekali menyapa para pejalan kaki yang sedang berangkat menuju ke kebun dan sawah mereka.
Di desa kami sangat jarang terdapat kendaraan seperti motor atau mobil yang marak digunakan di kota besar. Yang sering kamu lihat hanyalah sepeda. Ya di desa ini sepeda adalah alat transportasi yang sering digunakan namun, kebanyakan para warga desa swatani menggunakan kuda sebagai alat transportasi.
"Tidak mau naik?" tawar seorang pria membuat kami menoleh.
Kami tersenyum menatap paman Karim yang setiap harinya selalu berangkat ke kebun sambil membawa bendi. Bendi ini semacam delman yang terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan tempat duduk yang berhadapan, tak ada atap pada bendi milik Paman Karim ini hingga saat bendi itu bergerak hembusan udara dingin berhasil membuat kami tersenyum-senyum sendiri. Entah karena terlalu merasa senang hari ini kami tidak perlu berjalan kaki untuk menggapai sungai.
Selama perjalanan Paman Karim selalu mengajak kami bercerita. Pak Karim selalu mendengarkan cerita yang kami alami di sekolah seperti pekerjaan tugas sekolah dan kegiatan sekolah yang kami lakukan.
Paman Karim selalu manggut-manggut persis burung beo saat kami bercerita dan sepertinya ia sangat tertarik mendengar kisah kami yang berbicara bergantian. Terlebih lagi aku sangat suka ketika menceritakan Jono membuat Jono hanya mampu menatapku dengan sinis saat aku menceritakan betapa banyaknya makanan yang ia beli di sekolah.
"Tidak apa-apa kalau makan banyak yang penting tidak mubazir. Beli makanan boleh saja yang penting jangan dibuang-buang."
Itu yang dikatakan Paman Karim saat ia menanggapi tentang ceritaku membuat Jono tersenyum bangga. Saat ia tersenyum firasatku seakan tidak enak sepertinya setelah ini ia akan membeli makanan sebanyak-banyaknya lagi.
Kami melompat satu persatu menuruni bendi dan mengucapkan kata terima kasih kepada Paman Karim setelah mengantar kami ke siring sungai.
Setelahnya kami akan berjejer di tepi sungai menatap permukaan sungai yang sepertinya masih surut. Kami masih bisa melihat bebatuan-bebatuan di permukaan sungai yang terlihat.
"Jam enam lewat sepuluh menit kalau sudah pukul lima belas menit menit maka airnya sudah akan naik," itu yang dikatakan Mansur lengkap dengan logat papuanya.
Satu hal yang aku suka saat Mansur berbicara yaitu logat papuanya. Walaupun ia tidak sedang berkomedi atau membuat sebuah lelucon tapi aku selalu dibuat tertawa saat ia berbicara. Yah terkadang Mansur selalu marah jika aku tertawa saat ia bicara.
Rupanya selain hitam ia juga punya otak yang encer. Sepertinya kelebihannya adalah kepintaran yang tidak dimiliki oleh aku dan juga teman-temanku. Mansur sudah hafal kapan air sungai naik dan surut. Mansur adalah salah satu kunci jawaban saat kami sedang ujian ataupun mendapatkan tugas sekolah.
Dan di antara kami berlima otaknya adalah yang paling sangat encer. Entah karena apa atau mungkin karena ia suka makan mangga. Aku tidak tahu tapi yang jelas bapak dari Mansur punya kebun mangga yang sangat luas.
Kami menginjakkan kaki secara bergantian pada permukaan bebatuan melewati sungai yang cukup panjang ini. Gerakan yang lincah sudah menjadi bagian dariku mungkin ini adalah satu kelebihanku. Anak yang lincah melompat bak ninja warrior yang aku tonton di TV ruangan kepala sekolah. Aku kini memiliki cita-cita bisa menjadi seorang ninja yang memakai pakaian hitam mirip pahlawan.
Aku tiba di siring sungai lebih dulu lalu duduk di atas bebatuan paling besar dan menontoni teman-temanku yang masih melompati batu satu persatu untuk menyeberangi sungai. Aku sesekali meneriaki mereka menyuruhnya untuk lebih cepat.
Suara tangisan kembali terdengar. Tak perlu mencari tahu itu siapa pemilik tangisan itu. Tentu saja sang pemilik suara yang cempreng itu adalah Leha. Gadis berambut yang diikat mirip dengan tanduk kambing itu kembali menangis karena tak mampu menyeberangi sungai dan terpaksa Samal, si kurus kering itu senantiasa menjemputnya ke tengah sungai dan menuntunnya persis seperti wanita tua yang ingin menyeberang jalanan sampai ke siring sungai.
Sepertinya di antara kami hati yang paling lembut adalah Samal karena diantara kami pula hanya Samal yang sangat perhatian dengan Leha. Ya mungkin saja karena Samal yang punya adik perempuan di rumah.
...🌏🌏🌏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments