Pria tampan dengan perawakan tubuh atletis, hidung mancung, bibir sexy menggoda para kaum wanita dan tatapan mata tajam bagaikan mata elang. Membuat para kaum wanita yang melihatnya bagaikan terhipnotis dengan penampilannya yang nyaris sempurna dan rela jatuh ke dalam pelukannya tanpa di minta.
Pria itu adalah Tuan Jaka Wicaksana seorang pengusaha berusia tiga puluh lima tahun yang mempunyai banyak Cafe di berbagai kota, daerah dan mancanegara. Tuan Jaka hidup sebatang kara, kedua orang tuanya telah lama meninggal dunia karna kecelakaan. Dan sebagai pewaris tunggal, dia meneruskan usaha Cafe Ayahnya hingga berkembang. Pria itu baru saja kembali dari Jerman setelah hampir dua tahun mengurus dan mengelola cabang Cafe yang baru Ia buka di sana.
“Klining” suara lonceng pintu Cafe yang di buka. Masuklah seorang pria tampan gagah rupawan dan berwibawa sambil menggenggam sebuah telepon genggam mahal di tangannya. Semua karyawan Cafe yang menoleh ke arah pintu Cafe yang berbunyi tadi langsung menegakkan badan mereka dan membungkukkan setengah badan memberi hormat sambil memberikan salam.
“Selamat siang Tuan Jaka” sapa para karyawan Cafe.
“Selamat siang” sahut Tuan Jaka dengan wajah dinginnya.
Pak Eka manajer di Cafe itu yang melihat Wati hanya diam saja karna tidak pernah tahu siapa pria yang datang langsung mencoleknya memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya memberikan salam kepada pria yang ada di hadapannya.
Dengan refleks gadis itu langsung memberikan salam.
“Selamat siang Tuan Jaka.”
Mendengar ada suara yang tertinggal memberikan salam, Tuan Jaka menoleh ke arah datangnya suara tadi.
Deg ... Deg ... Deg ... Terdengar suara degup jantung Tuan Jaka. Pria itu langsung terpesona dengan kecantikan gadis yang ada di hadapannya. "Cantik sekali wanita itu," monolog Tuan Jaka dalam hatinya.
“Siapa dia” tanya Tuan Jaka pada Pak Eka sambil menunjukkan jarinya ke arah Wati.
“Dia Fatmawati, di panggil Wati. Sudah bekerja di sini satu tahun lebih sebagai kasir,” terang Pak Eka pada Tuan Jaka.
“Oh” sahut Tuan Jaka dengan ekspresi dingin sambil berjalan menuju ruangannya yang berada di belakang.
Setelah Tuan Jaka menghilang dari hadapannya, Wati langsung menghembuskan nafas lega. Betapa bodoh dirinya selama ini sampai tidak mengetahui siapa pemilik Cafe tempat dia bekerja. Karna memang dia terbilang karyawan baru di sana sedangkan teman-temannya yang lain termasuk kekasihnya adalah karyawan lama.
Di dalam ruangan Tuan Jaka. Pak Eka selaku Manajer di sana sedang di interogasi.
“Pak Eka, sejak kapan gadis itu bekerja di sini?.”
“Kalau tidak salah setelah dua hari Tuan berangkat ke Jerman, Wati di terima bekerja di sini. Dia hidup sebatang kara, kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Rumah peninggalan orang tuanya dia jual untuk menutupi hutang-hutang orang tuanya semasa hidup dan dia kos tidak jauh dari Cafe ini. Itu yang Saya tahu dari cerita teman-teman kerjanya Wati,” terang Pak Eka pada Tuan Jaka.
“Apa gadis itu sudah punya kekasih?.”
“Yang Saya dengar, Reno adalah kekasihnya,” jawab Pak Eka.
”Reno yang pramusaji itu kan ?.
"Betul Tuan."
"Hem ... Gadis yang menarik,” ujar Tuan Jaka sambil mengetuk-ngetuk kan jarinya di atas meja.
Melihat Tuannya seperti ada ketertarikan pada Wati, Pak Eka hanya bisa terdiam. Dia tidak mungkin ikut campur dengan urusan Tuannya. Dia tahu siapa Tuannya, seorang pria yang akan mendapatkan apa yang di inginkannya dengan berbagai cara.
“Baik kalau begitu Pak Eka bisa kembali ke tempat. Terima kasih untuk informasinya,” ucap Tuan Jaka menyuruh Pak Eka keluar dari ruangannya.
Setelah keluar dari ruangan Tuan Jaka, Pak Eka memandang Wati dengan diam-diam. Dalam hati dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada gadis itu.
Semenjak pertemuan dengan Wati tempo hari, Tuan Jaka selalu datang ke Cafe dan memperhatikan gadis itu dari salah satu meja tamu di sana. Wati yang merasa Tuannya memperhatikan dirinya dari jauh merasa tidak nyaman. Reno pun merasa cemburu ketika menyadari Tuan Jaka selalu memperhatikan kekasihnya. Tapi apa daya dia tidak ada keberanian untuk menegur Tuannya. Apalah dirinya yang hanya seorang bawahan di bandingkan dengan Tuannya.
“Yank ... Aku melihat akhir-akhir ini Tuan Jaka selalu datang ke Cafe dan duduk sambil memandangi mu. Aku Ngga suka kekasihku di pandang oleh pria lain,” ujar Reno ketika suatu hari mengungkapkan kecemburuannya.
“Kamu cemburu Mas?. Tenang saja, aku milikmu dan cintaku hanya untukmu. Lagian wajarkan kalau Tuan Jaka datang ke sini, karna Cafe ini miliknya,” ucap Wati menenangkan hati kekasihnya.
“Tapi Mas tidak suka dengan cara dia memandangmu Yank. Pandangan matanya seolah-olah ingin menelanmu hidup-hidup.”
Mendengar kecemburuan kekasihnya, Wati hanya terkekeh.
Begitu pun sebaliknya, Tuan Jaka juga menunjukkan ke tidak sukaannya ketika melihat Wati bersama dengan kekasihnya. Hatinya terasa panas ketika melihat gadis itu bersama dengan Reno. Dia berpikir keras bagaimana caranya untuk mendapatkan gadis itu agar menjadi miliknya.
Hingga suatu hari.
“Wat ... Elu di panggil Tuan Jaka tuh,” ujar Sari teman kerja Wati.
“Ada apa Sar, Tuan Jaka panggil Gue?.”
“Ya mana Gue tahu, Wat. Elu cepat ke sana aja, nanti keburu Tuan Jaka marah loh. Biar di sini Gue yang hendel dulu selagi Elu menghadap Tuan Jaka.”
“Oke ... Thank’s Sar” ujar Wati sambil melangkah pergi menuju ruangan Tuan Jaka.
“Tok ... Tok ... Tok”
“Masuk,” terdengar suara perintah dari dalam ruangan.
Wati pun memutar hendel pintu ruangan Tuan Jaka sambil melongokkan sedikit kepalanya.
“Selamat siang Tuan,” salam gadis itu sambil membuka lebar pintu ruangan dan melangkah masuk.
“Selamat siang,” sahut Tuan Jaka.
“Tuan panggil Saya?.”
“Tolong kamu buatkan Saya kopi,” pinta Tuan Jaka kepada Wati.
“Baik Tuan,” sahut Wati dan membalikkan badannya untuk melangkah menuju pintu keluar ruangan. Gadis itu menuju bar tempat membuat minuman dan membuatkan secangkir kopi untuk Tuan Jaka.
Yuda rekan kerjanya yang bertugas di bagian bar terlihat bingung ketika melihat Wati tumben-tumbenan membuat secangkir kopi.
“Tumben elu bikin kopi Wat, buat siapa?,” tanya Yuda pada Wati.
”Buat Tuan Jaka,” jawab Wati pada Yuda.
“What? ...” Yuda pun terkejut ketika mendengar perkataan Wati, kopi yang ia bikin untuk Tuan Jaka. Tidak biasanya Tuan Jaka menyuruh orang lain membuat kopi, apalagi Wati teman ia kerja bukan di bagian bar. Meskipun Yuda tahu Wati bisa membuat kopi karna ia suka mengajarinya.
“Elu serius Wat?,” tanya Yuda dengan wajah tidak percayanya.
“Seriuslah Yud ... Masa Gue bohong sih. Ngapain juga Gue bikin kopi buat tamu kalau elu ada.”
“He – He – He ... Iya juga ya,” sahut Yuda sambil terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Tapi aneh amat Tuan Jaka minta dibuatkan sama Elu, Wat?,” tanya Yuda lagi dengan rasa penasaran.
“Mana Gue tahu Yud ... Tuan Jaka minta dibuatkan sama Gue ya Gue buatkanlah. Masa harus Gue tolak, itu namanya Gue cari penyakit,” jawab Wati dengan tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments