Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam lewat, mereka berpamitan pulang. Mereka pun memasuki mobil masing-masing. Setelah sebelumnya keluarga Fatih berpamitan pada keluarga Salman, bahwa mereka akan langsung pulang. Tidak mampir ke rumahnya.
"Salman, terima kasih atas ketulusan dan keikhlasan hati mu. Semoga engkau mendapatkan jodoh yang lebih baik lagi. Aku yakin akan hal itu."
"Iya, kamu santai saja. Lebih baik segera urus pernikahan kalian. Kalau butuh bantuan, jangan ragu menghubungi ku. Aku ingin memastikan, semua berjalan lancar tanpa hambatan seperti jalan tol." kekeh Salman.
"Kamu bisa saja." Fatih pun ikut terkekeh mendengar candaan saudaranya. Ia tahu Salman itu tipikal pemuda humoris. Keduanya lantas berpelukan sebelum akhirnya berpisah memasuki mobil masing-masing.
Sepanjang perjalanan pulang, mama Laura terus memperhatikan wajah putranya. Ia khawatir jika anak laki-lakinya sedih.
"Mama, kenapa terus memandangi ku seperti itu?" tanya Salman yang tak tahan karena sejak dari pondok sampai separuh perjalanan, mamanya terus memperhatikannya.
"Kamu yakin, baik-baik saja?"
Salman mengurai senyum pada mamanya.
"Seperti yang mama lihat. Salman tidak bisa menutupi hal sekecil apapun dari papa dan mama bukan? Termasuk urusan hati. Yah, walaupun tidak diterima, setidaknya Salman sudah mencobanya."
Laura memeluk anak laki-lakinya dengan penuh rasa haru. Sikapnya benar-benar telah dewasa. Berbeda dengan dirinya yang belum ikhlas menerima penolakan yang baru saja di alami anaknya.
"Mama tidak perlu khawatir, Allah telah menggariskan alur kehidupan Salman seperti ini. Tadi sebelum berangkat, Salman berdo'a agar Allah memberi yang terbaik untuk Salman, bukan berdoa agar lamaran Salman di terima. Bukan kah ketika berdoa tidak boleh memaksa. Bukan kah yang terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik menurut versi Allah. Dan tahap tertinggi sebuah rasa cinta adalah mengikhlaskan orang yang kita cintai bahagia, sekali pun tidak bersama dengan kita."
Mama Laura sampai menitikkan air mata karena ucapan anaknya yang sangat membekas di hati.
"Papa bangga dengan mu nak. In shaa Allah, suatu saat nanti kamu akan mendapatkan jodoh yang terbaik." ucap papa Reyhan. Mereka bertiga pun saling berpelukan.
"Papa, mama, sudah sampai rumah. Ayo turun." Mereka pun saling mengurai pelukan, lalu memindai keadaan sekitar. Ternyata memang benar sudah sampai rumah.
Bergegas mereka turun dari mobil, dan berjalan menuju kamar masing-masing. Meski capek, Salman tetap membersihkan diri sebelum tidur. Karena hal itu diajarkan kedua orang tuanya sejak ia masih kecil.
"Ya Allah, rasa kecewa ketika apa yang kita pinta tidak kesampaian itu adalah manusiawi. Dan tadi aku merasakan hal itu. Tapi setelah mengetahui yang di pilih Aisyah adalah saudara ku, aku benar ikhlas dan ridho ya Allah. Semoga mereka selalu di anugerahi kebahagiaan di dunia dan akhirat." ucap Salman sebelum tidur.
Pada malam harinya, seperti biasa ia terbangun untuk melaksanakan sholat tahajud. Di setiap sujudnya, ia selalu meminta agar di beri kebaikan dunia dan akhirat.
Setelahnya, ia membaca Al Qur'an sampai waktu subuh tiba. Bergegas ia keluar kamar untuk pergi ke masjid dengan papa dan kakeknya.
"Kamu cucu kakek yang paling tampan, paling baik dan sholih. Pasti kelak jodoh mu perempuan sholihah."
"Ah, kakek bisa saja. Gimana Salman ngga jadi yang paling tampan, orang cucu kakek cuma satu doang." kekeh Salman menimpali ucapan kakeknya.
"Eh, sudah iqomah. Ayo percepat langkahnya." ucap kakek Atmaja pada menantu dan cucunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments