"Lhoh, kamu mau ke kantor Sal?" tanya mama Laura, sambil menatap putranya yang telah rapi mengenakan stelan jas. Kini ia duduk di samping papanya.
"Kalau Salman tidak ke kantor, ya mau kemana lagi ma?" sahut Salman enteng sambil mengoleskan roti bakar dengan selai coklat.
"Mama pikir....."
"Mama pikir apa? Aku mau menangis sepanjang malam karena lamaran ku di tolak gitu? Oh no, tidak ada dalam kamus hidup Salman untuk menangisi sesuatu yang tak bisa Salman dapatkan. Move on itu penting ma, agar hidup tetap waras."
"God job nak." papa Reyhan menepuk pundak Salman sambil menyunggingkan senyum bangga.
"Mama, jangan terus mengungkit soal tadi malam." ucap papa Reyhan mengingatkan istrinya.
"Hem, iya pa. Tapi hati mama masih terasa sulit untuk menerima. Mungkin mama yang butuh waktu untuk melupakan semuanya."
"Iya La, kamu itu memang suka memikirkan sesuatu secara berlebihan. Padahal anakmu saja sudah mengikhlaskan." sambung Oma Ani yang ikut bergabung untuk sarapan pagi bersama.
Tak lama kemudian opa Atmaja pun ikut bergabung dengan mereka. Sambil bercakap-cakap, tak terasa makanan yang ada di piring masing-masing telah habis.
Salman, papa dan opanya berpamitan sebelum berangkat ke kantor. Dengan mengendarai mobil yang sama, mereka berangkat.
"Biar Salman saja yang mengemudikan mobilnya pa." Salman segera memutar haluan menuju kemudi mobil.
Sepanjang perjalanan, ketiga pria beda usia itu tengah membahas soal pembukaan cabang counter dan showroom yang waktunya hampir bersamaan.
"Kalau begitu pembukaan showroom aja yang didahulukan pa. Kita sebagai yang lebih muda harus mengalah dengan yang lebih tua." ucap Salman memberi nasehat.
"Hem, kamu pikir opa sudah tua sekali ya? Sehingga harus didahulukan." kekeh opa Atmaja.
"Tapi bukan begitu lho maksud Salman tadi opa."
"Jika harus buka counter terlebih dulu juga ngga apa-apa, kalau memang persiapannya sudah matang. Karena yang tahu urusan counter itu hanya kalian berdua. Sedangkan urusan showroom bisa diurus kita bertiga. Dan asal kamu tahu Salman, lewat counter itu papa mu bisa menyelenggarakan pesta pernikahan nya yang mewah. Bisa pergi umroh dan naik haji. Bisa menyekolahkan mu di sekolah yang terbaik. Bisa...."
"Sudah pa, jangan terus menerus mengumbar hal yang sudah lama terjadi. Semua itu juga berkat doa banyak orang. Nanti kalau Reyhan jadi sombong gimana?"
"Papa ingin agar Salman tahu tentang perjuangan mu dulu yang tak mudah untuk mencapai di titik ini."
"Opa benar kok pa. Kalau opa ngga cerita, Salman ngga tahu seperti apa perjuangan papa dulu sehingga menjadi pengusaha sukses. Memiliki counter yang bercabang banyak seperti pohon. Pokoknya Salman sangat bangga memiliki ayah seperti papa dan kakek. Dua orang yang menjadi motivator ku dalam dunia bisnis." ucap Salman menengahi.
Setelah sekian menit, akhirnya mereka tiba di showroom. Ketiga pria itu berjalan beriringan. Tampak gagah dan rupawan. Serta memiliki karisma tersendiri. Membuat mereka yang melihat akan jatuh dengan pesonanya.
Sesampainya di ruangannya, mereka mulai disibukkan dengan bertumpuk-tumpuk berkas laporan yang siap untuk diperiksa dan di tandatangani.
Mereka pun bekerja dengan sungguh-sungguh. Dan terkadang salah satu dari mereka akan melempar candaan untuk mengusir kebosanan atau kejenuhan yang hadir.
"Assalamu'alaikum." ucap mama Laura dan Oma Ani sambil mendorong pintu ruangan mereka.
"Wa'alaikumussalam." balas ketiga pria itu kompak. Wajah yang tadi terlihat serius seketika tersenyum sumringah melihat siapa yang datang.
"Ayo, makan siang dulu. Jangan terlalu serius, nanti cepat tua lho." ucap Oma Ani. Ia di bantu mama Laura membuka rantang makanan.
Sejak Salman ikut membantu di showroom, ia memang meminta mamanya untuk mengantarkan makan siang untuknya. Di manapun tempatnya, ia ingin makan masakan mamanya. Dan makan bersama dengan keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 278 Episodes
Comments