Laura bela-belain datang sore itu ke rumah sahabatnya hanya untuk membantu Tari untuk dandan, karna Tari yang dikenalnya selama ini selalu sibuk belajar dan belajar sehingga bisa dipastikan oleh Laura kalau sahabatnya itu tidak bisa dandan, oleh karna itu Laura hadir untuk mempermak penampilan Tari, Laura bahkan sengaja membelikan Tari dress untuk dikenakan oleh sahabatnya itu, meskipun Tari menolak kebaikannya dan memilih untuk mengenakan pakaian miliknya saja, namun Laura tetap mamaksa dan tidak menerima penolakan, benar-benar gadis yang egois, egois dalam artian yang bagus sieh memang.
"Nah sudah selesai Tar, coba deh sekarang lihat diri kamu dicermin." perintahnya begitu dia selesai mempermak wajah Tari.
Tari melihat tampilannya dicermin, dia terlihat cantik dan anggun.
"Cantik sekali, kamu benar-benar hebat Ra."
"Laura gitu lho." Laura membanggakan diri sembari menepuk dadanya.
Dan berbarengan dengan itu, suara ayah Rahman terdengar memangil Tari dari luar dan memberitahu kalau Adam sudah datang.
"Tari, ini nak Adam sudah datang."
"Iya ayah sebentar."
Jantung Tari berdegup kencang, dia gugup dan grogi karna sebentar lagi akan bertemu dengan calon mertuanya, harapannya adalah semoga calon mertuanya adalah orang yang baik dan bisa menerimanya.
"Aku takut Ra." rasa takut itu kembali lagi.
Laura menggenggam tangan sahabatnya untuk memberi penguatan, "Mentari sahabatku, jangan takut oke, percaya deh sama aku kalau keluarganya mas Adam adalah orang baik dan pasti akan nerima kamu." kalimat yang sama yang Laura ucapkan kemarin.
"Hmmm, amin." ujar Tari penuh harap dengan harapan apa yang dikatakan oleh Laura menjadi kenyataan.
"Nah sekarang Tari, ayok kita keluar, kekasihmu itu pasti sudah tidak sabar menunggumu untuk segera diperkenalkan dan mendapatkan restu dari orang tuanya."
"Tunggu sebentar Ra."
Tari menarik nafas dan menghembuskannya, hal itu dilakukan untuk menenangkan dirinya.
Setelah dirasa dia cukup tenang, dia mengangguk dan berkata, "Ayok Ra kita keluar."
Laura mengangguk dan mengikuti Tari dibelakang.
***
Saat mendengar suara langkah mendekat, Adam menoleh ke arah sumber suara.
Adam tersenyum begitu melihat Tari yang agak lain dari biasanya, biasanya wajah Tari selalu polos tanpa riasan make up, tapi kini gadisnya mengenakan riasan make up yang membuat penampilannya agak berbeda, atau mungkin kata lainnya adalah cantik, tapi menurut Adam, mau Tari pakai make up atau tanpa make up, Tari tetaplah cantik dimatanya.
Namun meskipun begitu, kali ini Adam tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Tari, saking terpesonanya dia melihat sang kekasih, Tari sampai dibuat salting karna terus dipandang dengan intens begitu.
"Nahh ini Tari sudah datang nak Adam." seru ayah Rahman begitu melihat kedatangan putri semata wayangnya.
Adam masih tidak berkedip memandang Tari.
"Mas Adam kok ngelihatnya gitu banget." batin Tari.
Laura berbisik ditelinga Tari, "Mas Adam terpesona tuh dengan kecantikan kamu Tar, sampai gak berkedip gitu, dia pasti ingin langsung bawa kamu ke KUA tuh kayaknya." kekehnya menggoda Tari.
"Ahh kamu bisa aja Ra."
"Kamu cantik sekali nak." puji ayah Rahman melihat penampilan sang putri.
Naomi tersenyum mendengar pujian dari ayahnya, "Terimakasih ayah."
"Siapa dulu donk ayah yang membuat Tari jadi cantik begini, Laura gitu lho." Laura membanggakan dirinya.
Ayah Rahman terkekeh, "Terimakasih nak karna telah membuat putri ayah jadi secantik ini."
"Sama-sama ayah." jawab Laura tulus.
"Ehh mas Adam, mas Adam kok malah bengong kayak patung begini, kasih respon atau gimana kek atas penampilan Naomi yang super cantik begini." tegur Laura yang gemes melihat keterpanaan Adam yang sepertinya tidak akan berakhir.
Ucapan Laura membuat Adam tersadar, dia merasa malu sendiri, "Sorry, habisnya aku terpana dengan kecantikan Tari." dia mengakui.
Hati Naomi jadi menghangat mendengar pujian dari sang pujaan hati.
"Ekhem ekhem, tuh Tar, mas Adam terpana tuh dengan kecantikan kamu." goda Laura.
"Apaan sieh Ra." desis Tari malu karna terus digoda mulu.
"Berangkat sekarang mas." tanya Tari pada akhirnya karna melihat Adam kembali menatapnya dengan intens.
Adam mengangguk, "Iya, sebaiknya kita berangkat sekarang Tar, pasti keluarga aku sudah nungguin kita."
Laura yang berada dibelakang Tari tidak tahan untuk tidak menggoda sahabatnya itu kembali, "Cie cie yang bakalan ketemu camer."
"Apaan sieh Ra, jangan goda aku terus deh."
"Cieee Tari malu."
"Ayah, kami pamit ya kalau gitu, ayah jangan khawatir, Tari akan saya kembalikan dengan utuh." pamit Adam sembari mencium tangan calon ayah mertuanya.
"Iya nak, ayah percaya sama kamu, ayah yakin kamu menjaga Tari."
"Iya ayah, terimakasih atas kepercayaan ayah sama Adam, Adam tidak akan mengecewakan ayah dan Tari."
Ayah Rahman mengangguk, dia sangat percaya pada Adam, dia percaya Adam adalah laki-laki yang terbaik untuk putri semata wayangnya.
"Kami pergi dulu ayah." Tari juga melakukan hal yang sama seperti Adam.
"Semoga sukses Tari." teriak Laura menyemangati saat Tari akan memasuki mobil Erland.
Tari hanya tersenyum dan memasuki mobil sambil melambaikan tangan.
Mobil Adam kini melaju membelah padatanya jalan raya dimalam hari.
Naomi memilin-milin tangannya, hal itu sering dia lakukan saat dirinya gugup.
Melihat gelagat sang kekasih, dengan sebelah tangannya Adam meraih tangan kanan Tari dan menggenggamnya, tangan itu terasa dingin, tidak perlu bertanya, Adam tahu kekasihnya itu saat ini tengah gugup, hal yang sama pernah dia rasakan saat akan malamar Tari.
Adam mengarahkan tangan Naomi ke bibirnya, mengecupnya dan mencoba untuk menenangkan sang kekasih, "Kamu gugup ya."
"Sedikit mas."
Adam tersenyum, "Orang tuaku adalah orang yang baik, dia pasti akan nerima kamu dan merestui hubungan kita, jadi sayang, kamu tidak perlu khawatir." berusaha untuk menenangkan Tari.
"Tapi Tari khawatir mas, bagaimana kalau orang tua mas tidak menyukai aku, apalagi aku adalah orang miskin."
Adam menempelkan jari telunjuknya dibibir Tari, "Sssstt, jangan pernah mengatakan hal itu, aku tidak suka, keluargamu dan keluargaku sama, harta bukanlah menjadi penentu sesorang itu lebih tinggi derajatnya atau tidak."
Meskipun begitu Tari tetap tidak bisa menghilangkan kecemasannya, dia benar-benar takut, takut kalau keluarga Adam tidak menerimanya. Waktu berjalan cepat, tidak terasa mereka sudah sampai didepan gerbang besar rumah keluarga Adam.
Seorang satpam membukakan pintu untuk sang tuan begitu mendengar suara klakson mobil.
Adam menghentikan mobilnya tepat didepan bangunan megah yang merupakan tempat kediaman keluarganya.
Melihat rumah megah yang berdiri angkuh didepan matanya membuat nyali Tari makin ciut, berfikir dalam hati apakah keputusannya sudah benar menerima lamaran Adam.
"Ayok turun sayang, kita sudah sampai."
Namun yang diajak tidak bergeming sama sekali dari duduknya.
Adam menyentuh kepala Tari yang membuat Tari menoleh ke arahnya.
"Tidak apa-apa sayang, jangan takut, sudahku bilangkan orang tuaku adalah orang yang baik, percayalah, mereka tidak akan menggigit." Adam mencoba untuk bercanda.
Tari tersenyum hambar, apa yang dikatakan oleh Adam sejak tadi tidak bisa membuat hatinya tenang, namun meskipun begitu, dia berkata, "Aku percaya mas."
"Kalau gitu turun yuk, mereka sudah menunggu kita didalam, kamu tahu sayang, saat aku berangkat menjemputmu, mereka bilang kalau mereka sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kamu."
Kata-kata Adam barusan ternyata mampu membuat senyum Tari benar-benar tersenyum untuk pertamakalinya dalam beberapa jam ini.
Adam menggenggam tangan Tari, tangan itu masih terasa dingin, tapi Adam bisa menghangatkannya dengan tangannya yang besar.
Dengan berpegangan tangan Adam membawa sang pujaan hati menemui orang tuanya yang saat ini tengah menunggu diruang tengah, tidak hanya orang tuanya saja, seperti janjinya, mbak Hawa dan mas Irfan yang merupakan kakak iparnya juga datang ke acara makan malam spesial itu.
"Halo semuanya." sapa Adam begitu memasuki ruang tengah dimana keluarganya berkumpul menunggu dirinya dan yang paling ditunggu-tunggu tentu saja adalah Tari.
Mendengar suara sapaan itu membuat semua yang diruang tersebut seketika menoleh, dan semua mata berfokus pada perempuan yang saat ini berada disamping Adam.
Tari langsung menunduk, tidak berani menatap langsung keluarga kekasihnya yang saat ini menatap dirinya dengan sedemikian rupa.
Masing-masing orang yang berada diruangan tersebut tentu saja menilai Tari dalam hati.
"Ohhh jadi ini kekasih putraku, biasa saja, dia kelihatannya bukan dari kalangan orang berada." komen mama Celin meneliti penampilan Tari dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Gadis yang begitu sederhana, aku tidak pernah menyangka adikku ternyata kpincut sama wanita sederhana." batin Hawa, tapi bagi Hawa itu tidak jadi masalah, toh yang penting adalah kebahagian adiknya.
Sedangkan papanya Adam ekpresinya datar-datar saja melihat wanita yang dibawa oleh putranya itu.
"Ayok sayang aku perkenalkan dengan keluargaku." ajak Adam.
Tanpa melepas pegangannya ditangan Tari, Adam membawa Tari mendekat untuk diperkenalkan dengan semua anggota keluarganya.
"Semuanya, perkenalkan, ini adalah Mentari Whardani, gadis yang telah aku lamar sebagai calon istriku dan yang akan menjadi ibu dari anak-anakku kelak."
Semuanya yang diruangan itu terkesiap mendengar pengakuan Adam, mereka tidak pernah menyangka kalau Adam telah melamar gadis yang kini berada disampingnya, fikir mereka, Adam hanya akan memperkenalkan kekasihnya saja.
"Ini Mentari, dia gadis baik, pinter dan cerdas dan tentunya berprestasi." Adam membanggakan kekasihnya didepan keluarga besarnya, "Dan tentunya, dia telah membuat aku jatuh cinta setengah mati kepadanya." setelah mengatakan hal tersebut, Adam mengarahkan tangan Tari yang digenggamnya ke bibirnya untuk menunjukkan kepada keluarganya betapa dia sangat mencintai Tari.
"Nah Tari." kini giliran keluarganya yang akan Adam perkenalkan, "Itu papaku yang duduk disinggle sofa itu." dengan dagunya Adam menunjuk dimana papanya berada.
Tari menoleh pada laki-laki yang dimaksud oleh Adam, Tari tersenyum dan mengangguk sebagai sebuah sopan santun, "Halo om."
"Hmmm."
Wajah papanya Atta terkesan tidak bersahabat, bahkan jawaban yang diberikan tidak bersahabat.
"Sepertinya papanya mas Adam tidak menyukaiku." simpul Tari melihat sikap papa Atta yang kurang bersahabat begitu, namun Tari berusaha untuk berbaik sangka, "Ahh jangan berburuk sangka Tari, mungkin bawaannya papanya mas Adam memang begitu, bukan karna dia tidak ramah."
Dan kini Adam beralih mengenalkan keluarganya yang lain.
"Ya cantik dan masih awet muda itu adalah mama aku sayang."
Tari kembali mengarahkan matanya pada perempuannya yang merupakan mamanya Adam, lagi-lagi Tari tersenyum dan mengangguk, "Halo tante."
Mama Celin tersenyum, namun Tari bisa tahu kalau itu adalah senyum yang dipaksakan.
"Kok aku ngerasa mamanya mas Adam juga sepertinya tidak menyukaiku ya."
Namun Adam ternyata tidak peka dengan sikap keluarganya.
"Dan yang itu adalah mbak Hawa dan mas Irfan suaminya."
Kembali Tari melakukan hal yang sama seperti tadi tersenyum dan mengangguk ke arah saudara perempuan Adam dan kakak iparnya.
Dan Hawa membalas senyum Tari, bukan senyum paksaan, melainkan senyum tulus yang datangnya dari hati.
"Hai Mentari, perkenalkan, aku Hawa kakaknya calon suami kamu." Hawa bahkan mendekati Tari mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh Tari.
"Hai kak Hawa, aku Tari." Tari menjabat tangan Hawa.
Tari agak canggung ditengah-tengah keluarga Adam, apalagi melihat tatapan tidak suka yang kentara sekali ditampakkan oleh papanya Atta.
"Karna makanannya sudah siap, bagaimana kalau kita langsung ke meja makan saja, toh tamu yang ditunggu-tunggu sejak tadi sudah datangkan." saran mama Celin.
Semuanya yang berada diruangan itu mengangguk setuju kecuali Tari.
"Ayok sayang." Adam masih dengan setia menggandeng tangan kekasihnya itu.
Tari hanya menurut saja saat Adam membawanya mengikuti keluarganya menuju ruang makan.
Dimeja makan panjang itu, tersedia berbagai makanan yang pastinya enak dan mewah, sangat berbeda jauh dengan makanan yang sering terhidang dimeja sederhana dirumahnya, hal itu membuat Tari jadi dia ingat sama ayahnya, dia bertanya-tanya dalam hati, "Ayah sudah makan belum ya, apa dia sedih makan sendirian."
"Ayok duduk sayang." Adam menarik kursi untuk Tari.
"Makasih mas."
"Ayok Tari makan, jangan sungkan lho, sebentar lagi kamu akan jadi bagian dari keluarga kami." imbuh Hawa.
"Terimakasih mbak."
Sembari makan, sesi introgasi yang dilakukan oleh keluarga Adam pada Tari dimulai.
"Orang tua kamu bekerja dimana Tari." pertanyaan pertama dimulai dari mama Celin.
"Ayahku cuma penarik angkot tante, sedangkan ibuku, sudah meninggal sejak lima tahun yang lalu." jawab Tari apa adanya.
Terlihat papa Atta memijit kening mendengar jawaban yang tidak diinginkan dari gadis yang ditasbihkan oleh putranya sebagai calon istri.
Sedangkan mama Celin terlihat menarik nafas, dia memang sudah menduga kalau Tari berasal dari keluarga sederhana, "Jadi, pendapatan ayahmu berapa dari hasil menarik angkot seharinya." lanjutnya.
"Tidak tentu tante, kadang cuma limapuluh ribu, paling banyak dua ratus ribu."
Keluarga Wijaya bukanlah keluarga yang sombong dan pilih-pilih dalam hal pergaulan, bisa dibilang keluarga Wijaya adalah keluarga dermawan yang selalu menyumbang bahkan menjadi donatur tetap dibeberapa panti asuhan, tapi entahlah, melihat putra yang nantinya akan menjadi pewaris kerajaan bisnisnya berniat menikahi gadis dari kalangan bawah membuat mama Celin tidak terima dengan semua ini.
"Ohhh, kamu hanya anak penarik angkot."
"Iya tan."
"Kamu bertemu dengan Adam dimana Tari, dan gimana ceritanya kalian sampai jadian." pertanyaan kepo dari Hawa.
Pertanyaan itu Adam yang menjawab, "Kami bertemu dalam sebuah kecelakaan."
Adam kemudian bernostalgia ke masa lalu dimana dia bertemu pertama kali dengan Tari, pertemuan tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Adam sampai kapanpun dan akan menjadi kenangan indah yang akan selalu dia ingat.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments