CINTA SUCI MENTARI
Sejak pagi sampai siang ini langit mendung dan sepertinya hujan juga akan turun, ditengah cuaca seperti itu mustahil rasanya kalau orang akan merasa kepanasan, kemustahilan itu dipatahkan oleh Adam, laki-laki berusia 25 tahun itu sejak tadi menyeka buliran keringat yang merembas dari keningnya.
Adam terlihat gelisah dalam duduknya seperti ada paku yang tertancap dibangku panjang yang saat ini didudukinya.
Saat ini Adam duduk dikoridor sekertariat sebuah kampus, menunggu seseorang yang begitu spesial yang saat ini tengah berjuang menghadapi para dosen pengujinya sebagai langkah awal untuk menggapai cita-citanya.
Perempuan spesial itu adalah Mentari Whardani atau yang akrab dipanggil Tari, seorang gadis dari keluarga sederhana yang mampu meluluhkan hatinya dan membuat seorang Adam Alfaro Wijaya jatuh cinta.
Adam berada disini adalah dalam rangka memberi dukungan kepada sang kekasih yang saat ini tengah menjalani sidang skripsi, dan ditangannya Adam membawa buket bunga mawar merah, bunga yang disukai oleh sang kekasih. Adam beberap kali merogoh kantong celananya hanya untuk memastikan kotak berwarna merah marun itu masih tersimpan dengan aman disana, dan usut punya usut, ternyata Adam berniat untuk melamar sang kekasih dan menjadikannya ratu dihatinya untuk selamanya, dan terjawab sudah kenapa Adam sampai berkeringat hebat ditengah cuaca mendung seperti ini, ternyata dia mau melamar Tari dan dia takut Tari menolak lamarannya.
Adam benar-benar sangat berharap sang pujaan hati menerima lamarannya dan bersedia hidup bersamanya.
Setengah jam kemudian, pintu ruang sekretariat terbuka yang memampangkan tubuh Mentari yang tersenyum begitu melihat kekasihnya duduk menunggunya.
Melihat Mentari, Adam langsung berdiri, yang tadinya dia hanya cuma berkeringat saja, kini dia gugup dengan tangan gemetar.
"Mas Adam." Tari menghampiri kekasihnya.
Adam yang gugup berusaha untuk membalas senyum yang diberikan oleh Tari, senyum yang terkesan kaku saking nervousnya dia.
"Gimana sidang skripnya, apa berjalan lancar, semuanya baik-baik saja." tanyanya.
Senyum lebar yang terkembang dibibir Tari sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan Adam, "Alhamdulillah mas semua berjalan dengan lancar, dosen-dosen penguji puas dengan setiap jawaban yang aku berikan, yah meskipun begitu, aku tidak mau terlalu senang dulu mas, meskipun mereka terlihat puas belum tentu jugakan aku diluluskan oleh mereka."
"Kamu pasti lulus kok, kamukan gadis yang cerdas." mengelus puncak kepala Tari dengan sayang.
Tari paling suka saat kepalanya dielus begitu, "Amin."
"Mas, kenapa mas Adam kelihatan pucat, mas juga berkeringat, mas Adam sakit." Tari baru memperhatikan wajah kekasihnya itu.
Sejujurnya, dari segi fisik tentu saja Adam baik-baik saja, tapi memang dia hanya gugup dan cemas saja, cemas kalau Tari menolak lamarannya.
Tari menempelkan punggung tangannya didahi Adam untuk mengecek suhu tubuhnya, "Gak panas."
Dengan pelan Adam menurunkan tangan Tari dari keningnya, "Mas gak sakit sayang."
"Tapi mas kelihatan pucat."
"Mungkin karna mas belum sarapan saja makanya mas pucat begini." bohongnya.
"Mas ini gimana sieh, sudah berulangkali aku bilang, jangan sampai tidak sarapan, sarapan itu penting mas, nanti kalau sakit gimana." omel Tari seperti mengomeli anaknya yang bandel.
"Iya maaf sayang, besok-besok aku berjanji tidak pernah melewati yang namanya sarapan."
"Nahh, ini untuk kamu." menyerahkan buket bunga yang sejak tadi dipegangnya.
Dengan penuh suka cita Tari menerima bunga pemberian dari sang kekasih, seketika rasa keselnya hilang, Tari mendekatkan bunga tersebut dihidungnya untuk menikmati harumnya bunga kesukaannya itu, "Terimakasih mas, bunganya sangat cantik."
"Sama cantiknya seperti kamu."
Wajah Tari bersemu merah mendengar pujian dari sang kekasih.
Adam merogoh kantong celananya untuk mengeluarkan cincin yang sudah dipersiapkan untuk melamar Tari, kalau kalian bertanya apakah Adam akan melamar Tari ditempat yang tidak ada-ada romantisnya seperti disekertariat kampus, jawabannya adalah iya, hal itu dilakukannya sebelum keberaniannya menguap, Adam berniat melamar Tari disini saja, lebih cepat lebih baik itu fikirnya.
Bisa dibilang, Adam bukanlah pria romantis yang akan memboking restoran hanya untuk melamar sang kekasih, dan Taripun bukan wanita yang terobsesi dengan pria romantis atau harus diperlakukan romantis, Tari menerima Adam apa adanya, Adam adalah laki-laki yang sangat baik dan penuh tanggung jawab, dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Tari jatuh cinta.
Dan saat Adam akan mengeluarkan kontak cincin tersebut dia mengurungkan niatnya saat Tari lebih dulu berkata.
"Mas Adam, ayok kita makan, nanti takutnya mas sakit lagi." menarik tangan Adam dan berjalan meninggalkan sekertariat kampus.
Untuk sementara Adam mengurungkan niatnya, dia memasukkan kembali cincin itu.
****
"Mas Adam mau makan dimana, dikantin kampus atau diluar."
"Dikantin kampus saja."
"Oke."
Kini mereka berjalan menyusuri koridor menuju kantin.
Saat ini kantin tidak terlalu ramai, sehingga banyak kursi kosong yang tersisa, mereka duduk disalah satu meja yang letaknya berada ditengah-tengah.
Kini mereka duduk sembari menunggu pesanan makanan yang telah mereka pesan.
Adam mulai gelisah, keberaniannya kini menghilang entah kemana.
Hal tersebut tidak luput dari perhatian Tari, dilihatnya Adam *******-***** tangannya yang mulai berkeringat, Tari meletakkan tangannya diatas tangan Adam, "Mas, kamu kenapa sieh sebenarnya, kamu terlihat aneh sejak tadi, kamu ada masalah, cerita sama aku mas, siapa tahu aku bisa bantu atau ngasih solusi gitu sama kamu."
Adam berusaha untuk tersenyum, "Aku gak ada masalah apa-apa kok Tar."
"Terus mas Adam kenapa, sejak aku keluar dari ruangan sidang mas kelihatan aneh, sakit gak, mas juga bilang tidak ada masalah, terus apa yang terjadi sieh mas." tuntut Tari tidak puas dengan jawaban Adam yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat ditanya.
"Mas beneran tidak apa-apa Tari, percaya deh sama mas." berusaha meyakinkan, memang benar kok Adam tidak kenapa, dia hanya gugup berlebihan.
Tari gak percaya, tapi toh dia menyerah juga mengintrogasi Adam, toh jawabannya tidak apa-apa mulu, kan bosennya Tari dengernya.
Gak lama makanan yang mereka pesan datang, karna sama-sama lapar mereka mulai menyantap makanan tersebut.
Tari sieh lahap makannya, tapi Adam seperti merasa mengunyah gabus, dia tidak bisa tenang sebelum menyampaikan apa yang memang seharusnya dia sampaikan, sehingga dia hanya makan tiga suapan dan berhenti, dia meraih gelas berisi jus jeruk dan meminumnya sampai tandas.
Itu membuat Tari yang melihat sampai keheranan, "Astaga, cuaca mendung begini dia kehausan." herannya dalam hati, "Mas Adam sebenarnya kenapa sieh, kenapa dia gak mau jujur sama aku."
"Ekheem." pertama-tama, Adam membersihkan tenggorokannya.
"Tari, aku mau bicara sama kamu." Adam terlihat serius dan memfokuskan perhatiannya sepenuhnya pada Tari.
Tari menjawab santai, "Iya mas bicara saja."
"Ekhemm." lagi-lagi berdehem.
"Begini Tari." ujarnya sambil memperbaiki posisi duduknya, padahal duduknya sudah benar, tapi maklumin sajalah, namanya juga orang tengah gugup, jadi wajarlah seperti cacing kepanasan.
Tari menunggu dengan sabar entah apa yang akan dikatakan oleh Adam.
"Mmmmm." padahal Adam sudah menghabiskan jus jeruknya, tapi tenggorokannya kembali terasa seret.
"Mas Adam mau ngomong apa, kok kayaknya susah banget ngomongnya." Tari mulai curiga, dia merasa gelagat Adam yang tidak biasa, hal itu membuat Tari jadi berfikir negatif, "Apa mas Adam mau memutuskan aku kali ya." malah yang difikirkan oleh Tari adalah kebalikannya, "Tapi apa salahku, apa dia sudah bosan denganku, pantas saja dia bertingkah aneh sejak tadi, apa dia merasa tidak enak dan bersalah karna akan memutuskan aku." Tari rasanya pasrah kalau seandainya dia diputuskan oleh Adam, ya mau bagaimana lagi, kalau Adam sudah tidak cinta, memang perasaan bisa dipaksakan, meskipun dia pasti akan merasa sangat sakit hati.
"Tari sebenarnya itu….aku...apa ya namanya." Adam jadi blepotan gitu ngomongnya, ditambah dengan keringat yang membasahi keningnya, hal itukan membuat Tari semakin yakin kalau dirinya akan diputuskan.
"Ngomong saja kok mas, Tari janji akan menerima dengan ikhlas, Tari siap kalau mas memutuskan hubungan kita." Tari menunduk, sumpah dadanya terasa sesak atas kesimpulan yang dia ambil sendiri.
"Ehhh, maksud kamu apa Tar." nah lho, sekarang Adamkan yang dibuat bingung.
"Mas Adam mau memutuskan akukan, makanya mas sejak tadi bersikap aneh." Tari menyuarakan apa yang difikirannya.
"Ya Tuhan, Tari kok bisa berfikiran begitu sieh, mana mungkin aku memutuskannya, mana bisa aku hidup tanpanya."
Adam menyentuh tangan Tari yang tergelatak dimeja dan menggenggamnya, "Sayang, siapa yang mau memutuskan kamu, sedikitpun aku tidak berniat untuk putus dari kamu, aku begitu sangat mencintaimu." Adam mencoba meyakinkan Tari.
"Benarkah."
"Benar sayang."
"Terus kenapa mas bersikap aneh, sikap mas seperti orang yang ingin memutuskan aku saja, mas kelihatan tidak enak hati gitu sama aku, ngomongnya juga blepotan gitu, ciri-ciri yang mas tunjukkkan itu persis seperti orang yang akan memutuskan seseorang."
"Ehh itu…." Adam jadi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Aku sebenarnya." Adam kemudian merogoh kantongnya dan mengeluarkan kotak beludru berwarna merah dan membukanya dan memperlihatkannya pada Tari.
Adam benar-benar laki-laki yang tidak romantis dalam artian yang sebenarnya, tidak ada adegan berlutut seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan laki-laki saat melamar sang kekasih.
Tari menatap cincin itu bergantian dengan Adam, "Mas, ini maksudnya…."
"Ekhemmm." kembali berdehem, "Mentari Adelina, maukah kamu menikah denganku dan hidup bersamaku." akhirnya keluarlah kata-kata itu dari bibirnya.
Tentu saja itu menjadi sebuah kejutan bagi Tari, sumpah dia benar-benar tidak menyangka kalau Adam akan melamarnya, "Mas Adam melamarku." tanyanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Adam mengangguk, sebenarnya dalam hati dia takut, takut Tari akan menolaknya, "Kamu maukan Tari." tanyanya penuh harap.
"Aku…" Tari agak mendrama suasana.
Adam menunggu dengan harap-harap cemas.
"Aku...mmmm..maafkan aku mas.".
Satu kata maaf yang diucapkan oleh Tari menghempaskan harapan Adam, dia mendesah berat, dia menunduk, dia tidak ingin Tari melihat kesedihan dimatanya, Adam berfikir, mungkin dia terlalu cepat melamar kekasihnya sedangkan mungkin Tari yang masih muda ingin menikmati masa mudanya terlebih dahulu dan juga bekerja.
Setelah menguatkan hatinya, Adam mendongak dan berusaha untuk tersenyum, meskipun senyumnya itu terlihat dipaksakan, "Gak apa-apa Tar, aku ngerti kok, kamu tidak perlu meminta maaf, akunya yang terlalu cepat melamarmu, padahal mungkin kamu ingin bekerja dulu dan membahagiakan ayah." ujarnya berusaha menerima keputusan sang kekasih karna Adam berfikir kata maaf yang dikatakan oleh Tari itu berarti 'tidak' untuk lamarannya.
"Mas aku…."
"Kalau kamu sudah selesai makan, kita sebaiknya pulang sekarang." potongnya tanpa membiarkan Tari menyelsaikan ucapannya.
Adam akan berdiri, namun Tari menahan tangannya, "Mas, maksudku, maaf, aku tidak bisa menolak lamaranmu."
"Ohh." gumamnya belum mencerna sepenuhnya kata-kata Tari.
"Ehhh maksudmu." tanyanya setelah menyadari apa yang dikatakan oleh Tari, dia kembali duduk.
Tari tersenyum, "Iya mas, maaf, aku tidak bisa menolak lamaranmu."
Mendengar kalimat itu dari bibir kekasihnya, sebuah senyum tercetak dibibir Adam, "Ini beneran Tar, kamu nerima lamaranku, kamu mau menjadi istriku."
"Iya mas, aku menerima lamaranmu dan mau menjadi istrimu." ulang Tari.
"Yessss." Adam berteriak yang membuat dirinya menjadi perhatian seisi kantin.
"Yesss, Tari menerima lamaranku, yesss." dia mengumumkan dengan suara lantang.
Sumpah Tari merasa malu, dia berusaha meraih tangan Adam dan memintanya untuk duduk, "Mas, ayok duduk, malu mas, mas kenapa teriak-teriak gitu sieh, kita jadi pusat perhatian lho mas."
Namun Adam tidak peduli, dia malah berkata, "Aku hanya ingin semua orang tahu Tari, kalau kamu sekarang adalah calon istriku." masih dengan suara besar supaya bisa didengar oleh para mahasiswa yang berada dikantin.
Para mahasiswa yang tadi menatapnya heran kini tersenyum kepada pasangan tersebut, ada juga yang mendekat hanya sekedar menyalami dan mengucapkan selamat kepada mereka berdua.
Tari merasa semakin malu tapi juga bahagia.
Kini setelah mengumumkan kebahagiannya, Ada. kembali duduk dan memandang kekasihnya dengan penuh cinta.
"Mass."
"Apa sayang." tidak lepas memandang Tari.
"Tanganku dianggurin begitu saja nieh, kan aku sudah dilamar, memang mas Adam tidak berniat gitu memasangkan cincin itu di jari manisku."
"Ohhh iya astaga, lupa aku saking bahagianya."
Adam meraih tangan Tari dan menyematkan cincin emas putih bertahtakan berlian mungil dijari manis sang kekasih, dan kemudian sebagai pemanis lamarannya, Erland mencium punggung tangan Tari yang diiringi oleh gema tepuk tangan dari para mahasiswa yang menyaksikan acara live lamaran tersebut.
Tari tersenyum malu, sedangkan Adam tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih.
***
Adam kemudian mengantar Tari pulang ke rumahnya yang berada dikomplek perumahan padat penduduk, karna rumah Tari berada digang-gang sempit, jadinya mobil Adma tidak bisa masuk ke rumahnya Tari.
"Aku nganterinnya sampai sini saja yah."
Tari mengangguk.
"Sampaiin salamku sama ayah ya."
"Iya nanti kalau ayah pulang narik angkot akan aku sampaiin mas."
Tari memang berasal dari keluarga sederhana, ayahnya adalah penarik angkot, sedangkan ibunya sudah meninggal dua tahun yang lalu karna penyakit kanker hati, dan kini Tari hanya tinggal berdua dengan ayahnya karna Tari adalah anak tunggal, dan adapun kenapa Tari bisa kuliah diuniversitas ternama, itu karna Tari mendapatkan beasiswa karna otaknya yang moncer.
"Inget ya besok malam, jangan lupa." Adam memperingatkan, besok malam rencananya dia akan memperkenalkan Tari pada orang tuanya.
"Iya mas, Tari tidak akan lupa."
"Iya sudah kalau begitu aku balik dulu." Adam menyodorkan punggung tangannya.
Tari meraih punggung tangan Adam dan menciumnya, "Hati-hati dijalan mas, jangan ngebut-ngebut, inget, keselamatan paling penting."
"Iya sayang, aku akan selalu menjaga keselamatan, lagian mana ikhlas aku mati sebelum aku menikahimu, hehe." candanya.
"Ihhh, apaan sieh mas, bercandanya gak lucu deh."
Dan setelah itu, Naomi kemudian keluar dari mobil Adam, melambaikan tangannya saat mobil itu berjalan menjauh.
Setelah mobil kekasihnya sudah tidak terlihat, barulah Tari memasuki gang yang menuju rumahnya, hatinya dipenuhi taman bunga dan bibirnya tidak henti-hentinya tersenyum mengingat kini dijari manisnya tersemat cincin dari sang kekasih.
Rumah sepi saat Tari tiba dirumah sederhana yang merupakan rumah yang selama ini dia tempati bersama ayahnya.
"Ayah sepertinya belum pulang." gumamnya saat melihat rumah sederhana itu kelihatan sepi.
Ayah Tari hanyalah seorang sopir angkot, angkot itupun bukan milik pribadi, tapi milik seseorang yang disewakan kepada ayah Tari.
Tari mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan, dan setelah itu dia berniat untuk memasak untuk makan siang ayahnya.
Namun sebelum dia melakukan hal itu, Tari terlebih dahulu merogoh tasnya untuk mencari ponselnya.
Cekrek
Tari memfoto jari tangannya yang tersemat cincin cantik dari sang kekasih, dan kemudian setelah itu, barulah dia mengirim gambar tersebut pada sahabatnya yaitu Laura yang di sertai dengan caption 'Cincin yang disematian oleh mas Adam dijariku'
Hanya butuh waktu beberapa detik untuk membuat ponsel Tari berdering yang merupakan panggilan dari Laura.
Tari tersenyum melihat nama sahabatnya tertera dilayar, Tari yakin sahabatnya itu pasti heboh mengetahui dirinya dilamar oleh Adam.
"Ini maksudnya apa, jangan bilang kamu dilamar oleh Adam." terdengar suara nyaring Laura dari seberang.
Tari tersenyum sembari mengangguk, sadar kalau Laura tidak bisa melihatnya, Tari kemudian mengiyakan pertanyaan Laura, "Iya Ra, mas Adam melamarku begitu aku keluar dari ruang sidang."
"Apa, astaga astaga, aku ke rumah kamu Ra, kamu harus cerita seditail-detailnya kronologis lamaran yang dilakukan oleh mas Adam, ya Tuhan, sahabat aku dilamar, dan sebentar lagi akan menikah."
Tari terkekeh melihat tingkah sahabatnya memang agak heboh dan drama itu.
Setelah sambungan terputus, barulah Tari berjalan ke dapur untuk memasak makan siang untuk ayahnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments