MENYAMPAIKAN BERITA BAHAGIA

Tok

Tok

"Mentari Wardhani, bukain pintu donk."

Dari dapur Tari bisa mendengar suara sahabatnya itu memanggilnya, "Iya Ra, tungguin sebentar."

Setelah mematikan kompor, Tari berjalan ke depan untuk membukakan pintu untuk sahabatnya.

Begitu pintu terbuka, bukannya menyapa atau bagaimana, Laura malah meraih tangan Tari, dia ingin melihat secara langsung cincin yang disematkan Adam dijari manis Tari, "Mana cincinnya, aku ingin lihat secara langsung."

"Ya Tuhan, cantik sekali, bikin iri deh, duhh jadi ingin deh dilamar gini, sayangnya aku jomblo,, duhh jadi nelangsa deh aku."

Tari terkekeh melihat ekpresi Laura yang membuat mimik wajahnya seperti mau menangis, "Makanya Ra, kamu jangan pilih-pilih donk, gak heran aku kamu masih jomblo sampai sekarang." ujar Tari karna memang Laura agak pemilih orangnya, padahalkan yang mau sama Laura itu banyak.

"Ya wajarlah Tar aku pemilih dalam hal ini, gak mungkinkan aku sembarang comot dipinggir jalan untuk dijadiin calon pendamping yang akan menemaniku seumur hidup, kalau kamu sieh sudah nemu yang pas yaitu mas Adam, laki-laki baik, dewasa dan bertanggung jawab." Laura memuji Adam.

"Iya aku doain supaya sahabat aku yang cantik dan baik hati ini segera mendapatkan laki-laki yang cocok dan pastinya sesuai dengan harapan kamu Ra." doa Tari tulus.

"Amin, aku yakin Tuhan akan mengijabah doa dari wanita sholeh seperti kamu."

"Ahh kamu ini Ra, selalu berlebihan kalau memuji."

"Siapa yang berlebihan, memang kenyataannya kok, makanya mas Adam klepek-klepek gitu sama kamu Tar."

"Sudah ah, yuk masuk." ajak Tari.

Tari dan Laura sudah bersahabat sejak mereka duduk dibangku SMA, persahabatan mereka terjalin sampai sekarang, bahkan mereka kuliah dikampus yang sama dan mengambil jurusan yang sama pula, hanya saja, Laura belum sidang skripsi karna memang belum rampung.

Laura juga sudah sering main ke rumah Tari, begitu juga sebaliknya. Laura tidak merasa risih berteman dengan Tari meskipun Tari berasal dari keluarga sederhana sedangkan Laura merupakan anak dari orang kaya, sejatinya Laura tidak membeda-bedakan dalam memilih teman.

"Ayah belum pulang Tar." tanya Laura karna tidak melihat ayah Tari dirumah.

"Belum Ra."

"Ohh iya ini." Laura menyerahkan paperbag yang sejak tadi dibawanya, tadi dalam perjalanan, dia menyempatkan diri mampir ditoko kue langganan keluarganya sebagai buah tangan untuk Tari, Laura memang selalu membawa sesuatu untuk Tari dan ayahnya saat datang berkunjung ke rumah sahabatnya itu.

"Kamu itu ya Ra, selalu saja merepotkan diri kalau datang kemari, padahal tinggal datang saja gak perlu bawa apa." Tari jadi merasa tidak enak, pasalnya sahabatnya itu terlalu baik padanya dan ayahnya.

"Apaan sieh Tar, orang aku cuma bawa kue begitu doank kok, lagiankan ayah suka banget kue itu, makanya aku sempetin untuk beli."

"Ayah suka karna kamu sering beliin, lain kali jangan bawa apa-apa kalau datang."

"Suka-suka aku donk, lagian itu aku bawain buat ayah, bukan buat kamu."

"Ya sudahlah, suka-suka kamu." pasrah Tari.

"Duduk gieh Ra, aku bikin minum dulu."

Laura mengangguk dan mendudukkan bokongnya dikursi rotan diruang tamu rumah Tari.

Gak lama, Tari datang dengan nampan berisi teh dan meletakkannya dihadapan Laura.

"Minum dulu Ra."

"Makasih Tari." Laura meraih cangkir berisi teh tersebut, meniupnya terlebih dahulu sebelum meminumnya.

Dua sahabat itu kemudian ngobrol tentang banyak hal, mulai dari membicarakan masa-masa SMA mereka saat mereka pertama kali bertemu dan kemudian sampai akhirnya mereka menjalin persahabatan, dan mereka juga membicarakan saat-saat mereka kuliah dan sampai sekarang sebentar lagi mereka akan lulus, mereka juga membicarakan tentang laki-laki, termasuk juga membicarakan tentang Adam, sampai kemudian Tari memberitahukan tentang kecemasannya pada sahabatnya itu.

"Ra, aku takut."

"Takut, apa yang kamu takutkan Tar."

"Aku takut Ra, bagaimana kalau keluarga mas Adam tidak menyukaiku." gurat kecemasan itu tergambar jelas diwajah Tari.

Laura menepuk punggung tangan sahabatnya itu, dia tersenyum tipis untuk menenangkan Tari, "Jangan khawatir Tari, mereka pasti akan menyukai kamu, kamu lihat sendirikan mas Adam orangnya baik, aku yakin orang tuanya juga pasti orang baik, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya."

Kata-kata itu tidak mampu menghilangkan kecemasan Tari, "Tapi mereka orang kaya Ra."

"Apa masalahnya."

"Maksudku, apa mereka akan menerima seorang gadis dari keluarga miskin sebagai calon menantu mereka, karna di sinetron-sinetron yang aku tonton, orang-orang kaya tidak menginginkan menantu dari kalangan orang miskin."

"Hahaha." Laura malah tertawa ngakak mendengar sumber utama kekhawatiran sahabatnya itu.

Tari mengerutkan kening melihat sahabatnya itu mentertawakannya, "Aku serius Ra, kamu kok malah ketawa sieh, kamu fikir ini lucu apa."

"Habis kecemasanmu itu tidak berdasar Tar, otak kamu itu begitu dipenuhi oleh sinetron-sinetron gak bermutu, ya dalam dunia nyata memang ada sieh orang yang memilih menantu berdasarkan starata sosial, tapi percayah Ta, tidak semua orang kaya begitu, aku yakin keluarga mas Adam bukanlah tipe orang yang seperti itu, keluarga mas Adam pasti akan mau menerima kamu, dan seharusnya mereka bersukur karna putra mereka mendapatkan mutiara yang tidak ternilai harganya."

Tari tersenyum, bukan dengan kata-kata Laura, hanya saja sahabatnya itu selalu saja berlebihan dalam memujinya, sedangkan Tari fikir, dia tidaklah sebaik yang selalu digembar-gemborkan oleh Laura.

"Besok, aku akan datang kemari, aku akan mendandadani kamu secantik mungkin, supaya orang tua mas Adam alias calon mertua kamu itu tidak punya alasan untuk nolak."

"Apa hubungannya."

"Ya adalah, kalau orang tua mas Adam melihat calon pilihan anaknya cantik paripurna, mereka tidak akan berfikir untuk menolak kamu, karna apa, karna wanita cantik akan melahirkan keturunan yang good looking untuk keturunan mereka."

Tari terkikik mendengar penjabaran sahabatnya itu, menurutnya itu tidak masuk akal, tapi itu membuatnya terhibur.

Laura juga ikut terkikik melihat Tari terkikik, yang penting saat ini adalah Tari tegang lagi memikirkan suatu hal yang belum tentu terjadi.

***

Sejak lamarannya diterima, bibir Adam tidak lepas menyunggingkan senyum, bahkan saat dia keluar dari mobil saat tiba dirumah mewah milik keluarganya, senyum itu masih menghiasi wajahnya, yah maklum saja, mungkin ini adalah salah satu hari terbahagia dalam hidup Adam, karna impiannya untuk bersama dengan wanita yang sangat dia cintai sebentar lagi akan bisa terwujud.

Tingkah Adam itu tentu saja membuat bi Siti yang merupakan Art dirumahnya bertanya saat berpapasan dengan tuan mudanya tersebut.

"Tuan muda sepertinya sangat bahagia, ada apakah gerangan yang membuat tuan muda bahagia begini."

"Sebentar lagi aku akan menikah bik." jawab Adam tidak menutup-nutupi, yah menurutnya berita bahagia harus dibagikan bukannya dipendam.

"Wahh, yang benar tuan muda, selamat ya, pasti calon tuan muda sangat cantik."

"Ahhh iya bi, calon istriku memang cantik, tidak hanya cantik secara fisik, tapi dia juga cantik dari dalam." 

"Bibik tidak sabar untuk melihat calon istri tuan muda, kapan dibawa kerumah tuan."

"Besok bi, aku akan membawanya besok malam untuk bertemu mama dan papa."

"Bibik sudah tidak sabar untuk menunggu besok malam tuan."

"Ohhh ya bi, mama mana, aku ingin menyampaikan berita bahagia ini sama mama."

"Nyonya ada diruang tengah tuan, bersama dengan nona muda dan nona kecil."

"Mbak Hawa dan Orlin disini bik, kapan mereka datang."

Hawa adalah kakaknya Adam, kakaknya itu sudah menikah dengan seorang pengusaha kaya dua tahun yang lalu dan sekarang sudah memiliki seorang anak perempuan yang lucu.

"Iya tuan, nona muda dan anaknya sudah dua jam yang lalu disini."

"Ya udah bik, aku nyamperin mereka dulu kalau gitu."

Dengan senyum masih menempel dibibirnya dan dengan langkah lebar Adam berjalan ke ruang tengah untuk menemui mamanya dan kakak perempuan beserta keponakan kecilnya yang lucu dan menggemaskan, kebetulan kakaknya disini, fikir Adam, kakaknya juga harus tahu akan hal ini.

"Halo semuanya." sapa Adam saat tiba diruang tengah, tempat dimana biasanya dijadikan tempat untuk berkumpul untuk qualiti time bagi keluarga.

"Om om." gadis kecil yang belum genap berumur dua tahun itu menggapai-gapai saat melihat omnya datang.

"Hai Adam." sapa Hawa begitu melihat adik semata wayangnya.

"Hai mbak, hai ma." 

Adam berjalan mendekat dan meraih keponakannya yang sejak tadi menggapai-gapai minta digendong.

"Hai gadis kecilku, kamu semakin lucu dan menggemaskan saja, om ingin jadiin kamu pajangan dikamar om." mencium pipi gembil keponakannya itu gemes.

Gadis kecil itu terkikik geli karna merasakan gesekan bulu halus dikulit bayinya yang mulus.

"Kamu darimana Adam." tanya mama Celin saat putranya itu kini sudah mendudukkan bokongnya di singgle sofa.

"Hmmm, habis ketemu teman ma."

"Teman apa teman." goda Hawa.

Adam tersenyum penuh arti menanggapi godaan kakaknya itu.

"Bukan sembarang teman nieh kayaknya." simpul hawa melihat senyum sang adik.

Kembali Adam hanya menyunggingkan sebuah senyuman.

"Wahh ma, kayak sebentar lagi mama akan punya menantu lagi nieh."

"Kamu punya pacar Adam." tanya mama Celin melihat wajah anaknya yang terlihat malu-malu saat digoda oleh sang kakak.

Dengan malu-malu Adam menjawab, "Iya ma, mama tidak marahkan."

Mama Celin dan Hawa saling melempar tatapan satu sama lain, mereka tersenyum dan kembali memberikan perhatian mereka sepenuhnya pada Adam.

"Tentu saja tidak sayang, mama seneng malahan, siapa namanya."

Adam lega mendengar kata-kata mamanya, "Mentari ma."

"Nama yang bagus, pasti orangnya cantik, benarkan Adam." Hawa menimpali.

"Iya, dia cantik, sangat cantik menurut Adam."

"Duhhh, ada yang kasmaran berat nieh kayaknya."

"Kamu gak mau ngenalin gitu ke mama Dam."

"Tentu saja ma, Adam akan membawanya ke rumah dan memperkenalkannya pada mama dan papa sama mbak Celin." 

Adam tidak menceritakan kalau dia sudah melamar sang kekasih, masalah itu nantilah dia kasih tahu setelah keluarganya ketemu sama Tari.

"Rencananya aku akan membawanya besok malam ma."

"Bagus, mama akan memberitahu papa, kalau putra kesayangannya akan membawa pacarnya ke rumah."

"Iya ma makasih."

"Mbak kayaknya bakalan datang nieh untuk melihat perempuan yang membuat adik tercintaku ini jatuh cinta begini."

"Iya, mbak juga harus datang, Aku juga ingin mbak melihatnya."

"Mbak pastikan akan datang bersama mas Irfan."

Adam sudah tidak sabar menunggu besok malam, dia sudah tidak sabar untuk memperkenalkan kekasih pujaan hatinya pada keluarganya supaya cepat naik pelaminan.

****

Saat tengah asyik ngobrol bersama dengan Laura, Tari mendengar suara ayahnya mengucap salam dari luar.

"Sebentar Ra, ayah kayaknya sudah pulang."

Laura mengangguk.

"Ayah." ujarnya saat melihat ayahnya berada didepan pintu.

Tari meraih tangan ayahnya dan menciumnya.

"Kamu sudah pulang nak, bagaimana dengan ujiannya."

"Alhamdulillah ayah, berjalan dengan lancar, Tari bisa menjawab semua pertanyaan dosen penguji dengan baik dan lancar, Tari yakin akan lulus, ini semua berkat doa ayah."

"Syukurlah nak, ayah sangat senang mendengarnya." wajah lelah itu terlihat senang mendengar berita bahagia yang disampaikan oleh putrinya.

"Ayok ayah masuk, Tari sudah menyiapakan makan siang untuk ayah, Laura juga ada didalam, dia membawa kue kesukaan ayahnya."

"Anak itu, selalu saja merepotkan dirinya."

"Biarkan saja ayah, Laura bilang dia senang membawa sesuatu saat datang ke rumah kita."

"Ayah." sapa Laura dan menghampiri ayah Rahman dan menyalaminya, Laura juga sudah menganggap ayah Tari seperti ayahnya sendiri .

"Kamu sudah lama nak."

"Lumayan ayah."

"Ayah, Laura, ayok kita makan dulu." panggil Tari.

Ketiga orang itu kini duduk mengelilingi meja makan sederhana, bersiap untuk menyantap hidangan ala kadarnya, ada nasi putih, sayur asam, sambal terasi, tempe goreng dan ikan asin.

Laura merupakan anak orang kaya, agak pemilih masalah makanan, tapi kalau yang masak adalah Tari, meskipun sederhana Laura akan makan dengan lahap, itu terbukti dengan banyaknya nasi yang ditaruh di piringnya.

"Maaf ya ayah, aku ngambil nasinya banyak banget, habis kalau lihat masakan Tari aku jadi suka kalap gitu." kekehnya melihat nasinya yang menggunung dipiringnya.

Ayah Rahman tersenyum menanggapi cletukan sahabat anaknya, "Tidak apa-apa nak, makanlah yang banyak agar kamu sehat."

"Hehe iya ayah, terimakasih."

Tiga orang itu mulai makan, dua menit mereka makan dalam diam, akhirnya Laura buka suara.

"Ayah, lihat jarinya Tari."

Ayah Rahman reflek melihat jari tangan putrinya yang tergeletak dimeja, matanya melihat sebuah cincin emas putih yang indah tersemat dijari putri semata wayangnya.

Tari memang akan memberitahukan tentang berita bahagia itu pada ayahnya, namun Laura yang ternyata lebih duluan buka suara.

Dengan tersenyum simpul Tari menjelaskan pada ayahnya, "Mas Adam ngelamar Tari ayah."

"Hebatkan ayah, sebentar lagi Tari akan menjadi seorang istri dan ayah akan menjadi seorang kakek." sahut Laura bertepuk tangan.

Hening, ayah Rahman mencoba mencerna ucapan putrinya, dia menolak percaya kalau putrinya itu ternyata sudah dilamar oleh sang kekasih.

Karna tidak ada respon dari ayahnya membuat Tari berfikir kalau ayahnya marah atau lebih parah menolak, itu membuat Tari menelan ludah dan dengan takut-takut bertanya.

"Ayah, apa ayah tidak senang."

Ayah Rahman menggeleng, sudut mata laki-laki tua itu menggenang, "Beneran nak Adam melamar kamu nak."

"Iya ayah, mas Adam melamar Tari begitu Tari keluar dari ruang sidang." 

Kini buliran bening yang sudah terkumpul merembas dari sudut mata laki-laki tua itu.

"Ayah kenapa menagis, ayah marah ya karna aku dilamar oleh mas Adam, kalau ayah tidak suka, aku akan mengembalikan cincin ini ayah."

"Tidak nak, mana mungkin ayah marah, ayah bahagia, ayah bahagia ternyata anak ayah sudah besar dan sebentar lagi akan menjadi seorang istri." Ayah Rahman menyeka air matanya.

"Ayah." Tari memeluk ayahnya, "Terimakasih ayah."

Ayah Rahman mengelus puncak kepala putrinya, "Kebahagianmu adalah kebahagian ayah nak."

Laura terharu melihat intraksi antara ayah dan anak tersebut, tidak sadar sebulir kristal bening merembas dari sudut matanya membasahi pipinya, namun dia buru-buru menyekanya.

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!