...🕯️🕯️🕯️...
Oh Tuhan di hari ulang tahun Syifa harus berhadapan dengan guru botak itu! Musibaaaah...
Syifa berjalan pelan sambil memeluk tas hitamnya sembari menatap ke arah pak Tejo yang terlihat sedang memberikan instruksi senam kepada teman-teman sekelasnya.
Syifa meneguk salivanya. Rasanya ia benar-benar takut sekarang. Berhadapan dengan pak Tejo adalah hal yang paling terburuk dan jika itu semua bisa dimasukkan ke dalam mimpi maka mimpi itu tentunya menjadi mimpi yang paling terburuk.
Syifa menoleh menatap ngeri pada temannya yaitu Lena yang mengikutinya di belakang.
"Gimana, dong?" bisik Syifa yang begitu sangat khawatir.
Ia takut jika pak Tejo menelannya hidup-hidup di tempat ini.
"Udah nggak apa-apa daripada lo bolos."
"Tapi Syifa takut."
"Udah nggak apa-apa. Bilang aja Lo sakit jadi nggak bisa ikut olaraga."
Syifa menarik nafas dalam dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Saat ia mulai mendekati pak Tejo, Lena segera masuk ke dalam barisan sementara pak Tejo yang nampaknya belum sadar kehadiran Syifa yang telah berada di sampingnya.
Pak Tejo nampak sedang sibuk memberikan contoh gerakan diiringi dengan musik senam. Para siswa dan siswi yang menyadari kedatangan Syifa kini mulai terbuyarkan konsentrasinya. Gerakan mereka sudah tak serentak sebelum Syifa datang membuat pak Tejo menatap bingung.
"Kenapa gerakan kalian seperti itu? Yang kompak!" teriaknya dengan nada membentak membuat Syifa yang berada di samping pak Tejo tersentak kaget.
Tubuhnya seketika bergetar dan menjadi lemas. Seharusnya ia tidak ada di sini dan mengikuti saran dari Lena. Dasar bodoh tapi dia juga tak mungkin pulang ke rumah dan harus berhadapan dengan pak Trisno si satpam yang mirip preman pasar itu.
Syifa menoleh menatap Lena yang nampak membulatkan matanya sambil menggerakkan bibir berusaha untuk menyuruh Syifa bicara.
Syifa mengangguk. Bibirnya bergetar saat ia ingin bicara tapi berusaha untuk ia memberanikan diri.
"Pak! Pak Tejo!" panggil Syifa.
Pria itu tidak menghiraukan sepertinya telinganya itu sudah tuli sehingga tidak mendengar suara Syifa. Syifa mendecakkan bibirnya kesal saat pria berkumis itu tidak membalas dan tidak mendengar panggilannya.
Tuhan harus apa sekarang? Syifa yang telah lelah berteriak itu dengan perlahan menoleh menatap speaker hitam yang sedang mengalunkan musik senam sepertinya suara musik itu yang telah menghalangi indra pendengaran pak Tejo sehingga tidak mendengar suara panggilannya.
Entah mendapat keberanian dari mana Syifa mematikan musik senam dari speaker hitam itu membuat gerakan senam terhenti. Kedua mata Lena membulat. Ia tidak mengerti apa yang dilakukan oleh temannya itu.
Apakah ia terlalu berani atau memang ia ingin mati di tangan pak Tejo.
Pak Tejo mengernyitkan keningnya. Ia lalu menoleh menatap Syifa yang masih berdiri di dekat speaker dengan tangannya yang menyentuh bagian volume suara speaker.
Syifa dengan santai melangkah mendekati pak Tejo. Semua mata tertuju pada Syifa. Baru kali ini ada yang melakukan hal itu.
"Pak Tejo, maaf Syifa mau ngomong sama pak Tejo."
Semua orang melongo, tak ada suara sedikitpun bahkan jika ada suara jam maka suara detakan jam itu akan terdengar.
"Kamu mau ngomong apa?"
"Maaf pak. Maafkan Syifa. Syifa enggak pakai baju olahraga. Syifa lupa."
Pak Tejo masih melongo. Bibirnya bahkan masih terbuka dan tak tertutup lagi. Dia tak mengerti dengan pikiran gadis yang ada di hadapannya ini.
Biasanya kebanyakan anak-anak tidak ada yang berkata jujur namun, berbeda dengan apa yang gadis ini lakukan. Syifa bahkan mengutarakan hal ini tepat di hadapan semua teman-temannya.
Pak Tejo menatap bingung. Bibir yang sejak tadi terbuka itu kini tertutup. Murid-murid yang lain yang juga sama kebingungannya lebih ke arah tidak menyangka. Gadis aneh.
"Kamu tidak bawa baju olahraga?" tanya pak Tejo membenarkan.
"Benar pak," jawab Syifa sambil mengangguk cepat membuat poni poni tipisnya itu bergerak-gerak.
"Terus kamu jujur sama saya?"
"Benar pak," jawab Syifa lagi sambil menganggukkan kepalanya.
Pak Tejo menghela nafas berat. Ia kembali menoleh menatap ke arah siswa dan siswi yang nampak tak menyangka. Ini sepertinya akan menjadi momen langkah selama pak Tejo menjadi guru. Guru killer itu sangat berbahaya.
"Kamu sadar tidak dengan siapa kamu bicara?" ujar pak Tejo.
Ia berbicara dengan santai namun, nada suaranya selalu menjadi berantakan, lantang dan perkasa bagaikan ia sedang melatih orang militer saja.
"Berani kamu ya tidak memakai seragam olahraga di jam pelajaran saya."
"Maaf pak. Syifa minta maaf."
"Maaf kamu saya tolak!"
Syifa menoleh menatap Lena yang nampak menggaruk kepalanya. Ini jauh dari ekspektasinya. Bayangan kata maaf seakan begitu jauh dari Syifam Syifa bahkan baru sadar jika tak ada kata maaf yang pernah diucapkan oleh pak Tejo kepada siswa-siswi di sekolah ini.
Hanya ada bentakan dan bentakan yang akan terlontar indah.
"Kamu pikir sekolah ini punya kamu?"
"Bukan pak. Sekolah ini bukan punya Syifa, kok pak."
Semua orang tertawa membuat pak Tejo membentak hingga semua teman-temannya itu tak ada lagi yang berani tertawa.
"Kenapa kamu bisa lupa kalau hari ini adalah pelajaran olahraga? Kamu boleh lupa sama pelajaran lain tapi kamu tidak boleh lupa dengan pelajaran saya."
"Iya pak, maaf. Syifa minta maaf. Syifa minta maaf," tuturnya lagi.
"Kenapa kamu bisa lupa? Semalam kamu ngapain sampai bisa lupa pelajaran saya?" tanya pak Tejo.
Syifa tersenyum kecil mungkin ini cara agar semua teman-temannya tahu jika hari ini adalah hari ulang tahunnya.
"Syifa begadang, pak."
"Begadang?"
Semua siswa dan siswi sekelasnya menggeleng tak menyangka. Gadis ini terlalu jujur. Lena menyentuh kepalanya yang terasa pening, ini bukan kalimat yang ia sarankan untuk Syifa katakan di hadapan pak Tejo.
"Iya pak."
"Begadang untuk apa?"
"Syifa nunggu jam dua belas, pak."
Siswa dan siswi kembali tertawa kecil membuat pak Tejo kembali membentak membungkam suara tawa mereka.
"Kenapa? Kenapa harus tunggu jam dua belas malam? Mau ngepet kamu?"
"Bukan, pak."
"Kenapa kamu tidak tidur di jam delapan atau jam sembilan?"
"Syifa ingin merayakan hari ulang tahun Syifa, pak yang ke enam belas tahun. Hari ini ulang tahun Syifa, pak."
Lena menepuk jidatnya. Entah mengapa Syifa harus memberitahu hal itu kepada pak Tejo memangnya siapa yang akan peduli dengan hari ulang tahunnya.
Pak Tejo menghembuskan nafas berat.
"Oh jadi kamu ulang tahun dan gara-gara hari ulang tahunmu itu kamu tidak mengingat jika hari ini adalah pelajaran olahraga?"
"Saya pikir kamu terlalu berlebihan jika harus menunggu hari ulang tahunmu."
Syifa menggaruk kepalanya. Memangnya apakah itu terlalu berlebihan? Bagi Syifa itu adalah hal yang wajar. Hari ulang tahunkan memang harus dinanti lalu diperingati.
"Lalu sekarang mau kamu apa?" tanya pak Tejo sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Syifa tersenyum kecil. Apa itu berarti hadiah ulang tahunnya.
"Syifa tidak minta apa-apa, pak di hari ulang tahun Syifa. Syifa hanya ingin orang-orang memberikan ucapan untuk Syifa."
Siswa dan siswi yang lain tertawa kecil bahkan ada yang saling berbisik entah karena membahas tentang Syifa atau pun kejadian yang akan terjadi. Masalah yang akan terjadi pada Syifa.
"Baik saya akan memberikan ucapan kepada kamu."
Kedua mata Syifa berbinar.
"Yang bener, pak?" tanyanya tak menyangka.
Pak Tejo menyentuh pundak Syifa lalu berujar dengan pelan, "Pergi ke lapangan di depan tiang bendera! beri hormat ke bendera itu sampai jam sepuluh!"
Zong!!!!
...🕯️🕯️🕯️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments