Happy Birthday To Me-05

...🕯️🕯️🕯️...

Kedua mata Syifa yang terus menatap bendera merah putih kebanggaan negara Indonesia itu. Kepalanya terus mendongak menatap ke tiang dengan bendera yang terus berkibar seiring angin bertiup.

Sesekali Syifa mengerjapkan kedua matanya beberapa kali saat ia bisa merasakan silau yang seakan menikam kedua iris mata. Kepalanya bahkan terasa pening. Cucuran keringat membasahi pelepisnya.

Hari ini rasanya matahari seakan ikut bekerja sama dengan hukuman pak Tejo. Keduanya seakan telah ikut berpartisipasi untuk menghukum Syifa. Lihatlah sejak tadi tak pernah sedikitpun awan-awan menghalangi panas teriknya matahari untuk membantu Syifa agar bisa sedikit beristirahat dari panas terik matahari.

Hukuman di hari ulang tahun! Apa tak ada kata atau sesuatu hal yang lebih baik daripada ini.

Syifa mengira ia akan mendapat sebuah hadiah atau ucapan ulang tahun dari orang-orang sekitarnya namun, rupanya tak ada yang peduli dengan hari ulang tahunnya dan memilih untuk menghukumnya seperti ini.

Beberapa teman-teman dan siswa serta siswi lainnya nampak tersenyum kecil bahkan mereka terlihat berbisik-bisik membahas tentang hukuman yang ia dapatkan. Tentu saja sepertinya hari ini Syifa adalah bahan gosip yang tak luput dari sindiran anak-anak.

Dunia ini sepertinya penuh dengan kekejaman orang-orang seakan tidak peduli kepada sesama dan mereka semua lebih mementingkan ego dan dirinya masing-masing.

Syifa menghembuskan nafas panjang. Hembusan nafas yang terbilang cukup panjang menggambar bagaimana kecewanya ia dengan hukuman hari ini. Syifa menoleh ke kiri dan ke kanan menatap orang-orang yang masih menatapnya.

Ia sedikit meringis saat merasakan lengan tangannya yang terasa pegal berdenyut-denyut di dalam sana. Ia sudah berdiri di depan tiang bendera ini selama satu jam. Jantungnya berdebar-debar di dalam sana. Rasanya terasa kering. Rongga jantungnya seakan ingin meledak karena suhu panas yang menguasai.

Syifa menunduk menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ujung jarum penunjuk waktu itu nampak menunjukkan angka sembilan pas lalu kembali mendongak menatap kibaran bendera.

"Masih ada satu jam, Syifa rasanya udah nggak tahan lagi. Syifa capek banget," aduhnya sendiri.

Kedua mata Syifa mengerjap erat. Kepalanya terasa berputar-putar membuat pandangannya yang sesekali terbuka itu menjadi memburam, berputar-putar tak terkira.

Tubuh Syifa terasa bergoyang. Kepalanya sakit. Rasanya dunia ini terguncang hebat membuat Syifa tak bisa bernafas. Seakan ada tekanan yang menghimpit dadanya sulit untuk menghirup udara.

Kini tangan Syifa yang sejak tadi memberi hormat hingga terasa pegal itu perlahan mulai goyah. Tangannya yang satu lagi seakan berusaha mencari pegangan. Syifa tak tahan hingga...

Bruak!!!

Tubuh Syifa terhempas ke atas rerumputan hijau yang tumbuhnya tak rata. Semua orang yang melihat hal itu terkejut bukan main. Siswa dan siswi berdatangan mengerumuni Syifa yang terbaring lemah di atas rerumputan.

Pak Tejo yang sudah sejak tadi mengawasi dari kejauhan juga sama terkejutnya. Kepala botak yang mengkilat itu seakan terpancarkan cahaya saat ia berlari mendekati Syifa yang telah dikerumuni.

Priiit!!!

Pak Tejo membunyikan peluit saat ia masih berlari bagaikan mobil ambulance yang membunyikan sirine berusaha memberikan kode kepada pengendara lainnya untuk menyingkir dan tidak menghalangi jalannya.

"Minggir! Minggir! Minggir! Temannya, kok pingsan malah dilihatin aja."

Seperti itulah ocehan yang terlontar dari bibir pak Tejo saat ia membelah kerumunan mungkin ia merasa bersalah atau ketakutan setelah menghukum Syifa sampai pingsan begini.

Merasa bersalah pak Tejo memutuskan untuk mengangkat tubuh Syifa menuju ruangan UKS diikuti oleh siswa dan siswi yang mengekor merasa penasaran dengan apa yang terjadi dengan Syifa.

...🕯️🕯️🕯️...

Kening Syifa mengernyit merasakan aroma yang menyengat indra penciumannya. Aroma yang terbilang hangat itu berhasil menyadarkannya entah karena ia telah tertidur atau benar-benar pingsan.

Kedua mata yang sejak tadi terpejam erat itu perlahan terbuka. Kedua matanya menatap langit-langit bernuansa putih. Dinding-dinding yang juga selaras dengan warna itu nampak dihiasi dengan lambang palang merah, kotak obat, poster cara mencuci tangan serta tanda dan gejalanya penyakit.

Semuanya menghiasi ruangan ini. Tunggu! Ini bukan kamar Syifa. Entah sejak kapan kamar Syifa dihiasi dengan poster yang sering ia lihat di ruangan UKS.

Ruangan UKS! Kedua mata Syifa membulat ketika baru menyadari hal ini. Entah mengapa ia bisa berada di ruangan ini. Syifa terkejut bukan main. Ia langsung bangkit dari tempat tidurnya lalu menoleh ke kiri menatap sosok sahabatnya yang sejak tadi memegang minyak kayu putih.

"Lena? Ih Lena apaan, sih? Syifa kan nggak suka aroma kayu putih," kesal Syifa yang dengan cepat mengusap bagian bawah hidungnya dengan punggung tangan.

Lena bernafas lega. Ia menutup penutup minyak kayu putih itu lalu kemudian duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur yang mirip dengan berangkar yang ada di rumah sakit.

"Lo nggak usah marah sama bau minyak kayu putih karena cuman ini yang bisa bangunin lo dari pingsan."

"Pingsan? Emang Syifa pingsan, ya?"

"Yah, iyalah Syifa. Lo tadi pingsan dan pak Tejo yang gendong lo ke UKS."

Kedua mata Syifa membulat kaget setelah mendengar ujaran Lena.

"Pak Tejo?" tatapnya tak menyangka.

"Ya iyalah. Pak Tejo yang udah ngegendong lo ke UKS."

Syifa menghembuskan nafas berat. Ia menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.

"Kenapa harus pak Tejo, sih? Emang gak ada orang lain apa yang bisa gendong Syifa?" keluhnya.

"Terus siapa yang mau nolongin lo?"

Syifa kini ini terdiam hingga Lena kembali bicara, "Terus lo mau ngarepin siapa yang mau ngendong lo ke UKS?"

"Atau lo ngarepin si Glen yang mau gendong lo ke UKS."

Syifa kini terdiam. Sepertinya lagi dan lagi Lena kembali mengungkit tentang pacarnya yang sosoknya bagaikan ada namun, tidak ada.

"Lo tau nggak, sih kalau si Glen itu lebih mentingin Kinara."

"Ya gimana lagi kan si, Len. Kinara itu, kan sepupunya si Glen.'

"Tapi lo lihat aja, dong, syif! Si Glen nggak ada buat lo bahkan disaat lo sakit dan pingsan kayak gini aja dia nggak ada."

"Dan sampai sekarang lihat aja! Dia nggak datang buat ngejenguk lo."

"Dia nggak ngejenguk lo, Syif," ulangnya yang memanjangkan nama Syifa seakan gemas sendiri.

"Dia itu kayak nggak peduli sama lo. Gue, kan udah bilangin lo dari dulu. Gak usah diterima cowok kayak gitu yang nggak ngerti sama perasaan lo sendiri."

Syifa terdiam. Pandangannya kosong yang jelas ujaran Lena benar-benar membuatnya hanya bisa terdiam. Sepertinya ujaran Lena memang ada benarnya.

"Sekarang Glen dimana?"

...🕯️🕯️🕯️...

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***