...🕯️🕯️🕯️...
Syifa melangkah turun menuruni motor yang iya naiki untuk berangkat ke sekolah. Motor matic berwarna biru itu ia parkir dengan sebaik-baiknya di parkiran sekolah. Syifa menunduk di depan cermin pada kaca spion motornya sambil merapikan bagian poni yang sedikit berantakan karena ulah helm yang sepanjang perjalanan melindungi kepalanya.
Helm yang ia gunakan itu lalu ia letakkan di atas jok motor hingga kemudian Syifa tersenyum sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan lalu kembali berujar.
"Happy birthday Syifa. Semoga hari ini ada yang mengucapkan ulang tahun dan memberikan kejutan untuk Syifa."
Saking bahagianya, Syifa sampai berjalan melompat-lompat kegirangan, menari-nari, berputar-putar saat ia melangkah menuju ke kelas dan hal itu berhasil membuat rambut yang sampai ke pinggangnya itu berayun-ayun.
Kali ini Syifa lebih mirip seorang anak yang baru saja mendapat hadiah boneka baru yang diberikan oleh orang tersayang.
Syifa memelangkah langkahnya saat ia telah dekat dengan ruangan kelasnya. Dengan jantung berdebar Syifa tersenyum malu. Wajahnya bahkan terasa memanas. Suhu tubuhnya meningkat.
Apa mungkin teman-temannya itu sedang membuat sebuah rencana atau sebuah kejutan untuknya di hari ulang tahunnya ini?
Pintu yang tertutup rapat itu membuat Syifa jadi benar-benar malu. Bayangan tentang kejutan itu seakan terpampang nyata di dalam sebuah pikirannya.
Bukan terlalu berharap hanya saja Syifa merasa bingung mengapa ruangan kelasnya yang selalu dibiarkan terbuka itu kini dibiarkan tertutup rapat seperti sekarang ini.
Syifa kembali tersenyum penuh arti. Tentu saja pintu yang tertutup itu agar Syifa tidak melihat teman-teman yang akan memberikan kejutan kepadanya. Syifa menyentuh dadanya yang bergemuruh di dalam sana, berdebar-debar sampai jantungnya ingin meloncat keluar dari tempatnya.
Haruskah Syifa berkata jujur karena sesungguhnya ini sebuah kebahagiaan tingkat tinggi. Puas dengan pikirannya sendiri kini Syifa mendekatkan langkahnya ke permukaan pintu namun, baru saja ia ingin menyentuh gagang pintu ruangan kelas ia kembali menariknya dan mengurungkan niatnya.
"Tunggu! Gimana, ya ekspresi Syifa kalau teman-teman beneran ngasih Syifa kejutan ulang tahun?"
"Syifa harus pura-pura kaget atau Syifa harus sedih?"
Syifa menyentuh kedua pipinya yang sejak tadi sudah memanas. Ah, Syifa yakin sekarang kedua pipinya telah benar-benar memerah karena malu.
"Aduh, Syifa nggak tahu harus gimana kalau emang benar teman-teman ngasih Syifa kejutan."
"Ini pasti bakalan seru banget. Aduh, Syifa harus bilang apa sama temen-temen Syifa?"
Syifa menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan. Ia harus berusaha untuk bersikap nyaman dan ia harus bertingkah seakan ia tidak mengetahui semua ini.
Dengan tekat yang kuat dan setelah memberanikan diri akhirnya Syifa menyentuh ganggang pintu dan menggerakkannya dengan pelan. Ia mendorong pintu itu perlahan membuat Syifa mengembangkan senyum.
Pintu itu terbuka dengan lebar hingga rasanya jantung Syifa berhenti untuk berdetak di detik ini juga. Perasaan hampa yang menjalar bagaikan terkena sebuah bencana alam di siang bolong.
Kedua mata Syifa menatap nanar permukaan kelas yang kosong, tak ada satupun orang di dalam kelas ini. Syifa menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan kemudian mendekatkan langkahnya menuju masuk ke ruangan kelas.
Syifa meneguk salivanya melewati kerongkongan yang kini terasa mengering. Tak ada satupun orang yang ada di kelasnya. Sunyi dan sepi yang menjadi kenyataan pada ruangan kelas ini. Syifa bahkan tidak tahu kemana semua teman-temannya itu pergi.
"Syifa!"
Suara perempuan terdengar diiring sentuhan di bagian pundaknya membuat Syifa tersentak kaget. Ia menoleh menatap seorang gadis yang tengah berdiri di belakangnya.
"Lo ngapain di sini?" tanya gadis itu.
Gadis bertubuh agak sedikit kurus dengan rambut yang diikat bak ekor kuda itu bernama adalah Lina. Dia adalah satu salah satu sahabat Syifa yang ia dapatkan sejak SMP. Persahabatan itu cukup awet hingga sampai ke jenjang bangku sekolah menengah atas.
Syifa terdiam sejenak. Kedua matanya yang sejak tadi mengharapkan sebuah kejutan itu kini menatap seragam olahraga yang digunakan oleh Lina.
"Lo nggak pakai seragam olahraga, sih?"
Syifa tidak mengerti. Kedua alisnya saling bertaut menatap bingung pada apa yang Lina katakan.
"Hah?"
"Iya, kok lo nggak pakai seragam olahraga, sih Syifa? Kita kan hari ini mau senam. Masa lo lupa, sih?"
Sedetik kemudian barulah Syifa menepuk jidatnya. Ia baru ingat jika hari ini adalah pelajaran olahraga dan semua diwajibkan untuk ikut senam.
"Aduh, Lin! Syifa lupa kalau hari ini itu pelajaran olahraga dan kita disuruhnya pakai baju olahraga buat senam."
Syifa menghela nafas panjang lalu menggeleng dengan pelan.
"Lu mikirin apaan, sih, Syif sampai bisa lupa kayak gitu? Lo nggak tahu apa kalau pak Tejo itu orangnya galak banget."
"Lo mau dimakan hidup-hidup sama dia?" lanjut Lina menakut-nakutkan membuat Syifa malah bergidik ngeri sendiri.
Bagaimana ia tidak ketakutan seperti ini jika guru olahraganya itu memiliki tubuh yang tinggi, perut yang buncit persis wanita hamil 9 bulan dengan kepala botak mengkilat diiringi dengan tetapan tajam bagi psikopat. Ini sebuah kenyataan. Guru laki-laki itu sangat menyeramkan bahkan Syifa pikir pria guru olahraga itu lebih menyeramkan daripada hantu yang bergentayangan di dalam sebuah film-film horor.
Setiap kali guru olahraga itu dikaitkan dengan kesalahan maka akan menjadikan sebuah bencana besar yang tidak tertandingi. Lalu sekarang harus bagaimana lagi?
Wajah kegelisahan Syifa tak bisa lagi ditutupi. Jarinya saling bertaut, berputar-putar menandakan bahwa Syifa benar-benar cemas saat ini. Ia menatap sahabatnya Lina yang nampak ikut menjadi cemas. Seperti inilah sebuah persahabatan dimana satu sahabat yang bermasalah maka temannya juga akan ikut merasa pusing.
"Gimana dong, Lin?"
"Gimana lagi, sih, Syif. Jalan satu-satunya ya lu harus minta maaf sama pak Tejo."
"Ya masa Syifa harus ketemu sama pak Tejo, sih, Lin?"
"Ya, iya lah terus lo mau ngapain? Masa lo mau pulang?"
Kedua mata Syifa berbinar.
"Bener kamu, Lin. Syifa pulang aja, deh."
"Ih, jangan! Lo mau ketangkap basah sama pak Trisno?"
Syifa menghela nafas berat. Lagi dan lagi Lina menyebut nama pak satpam galak itu. Pak Trisno dengan pak Tejo tak ada bedanya. Hanya saja pak Trisno tidak memiliki kepala botak seperti pak Tejo namun, yang berbeda ini sangat terlihat jelas. Pak Trisno memiliki rambut yang gondrong bagaikan seorang pencopet di pasar, sangat mengerikan bukan.
"Terus solusinya apa?"
"Cuman ada satu."
"Apa?"
"Ketemu sama pak Tejo."
Oh Tuhan di hari ulang tahun Syifa harus berhadapan dengan guru botak itu! Musibaaaah...
...🕯️🕯️🕯️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments