Sebuah ruang kerja cukup besar dengan desain vintage yang didominasi warna hitam, gold, dan coklat, terlihat begitu elegan. Di sana, tampak dua orang pria berbeda generasi tengah diliputi kepuasan.
Layar televisi berukuran besar yang terpampang di depan mereka, baru saja dimatikan menyisakan raut cukup senang di wajah keduanya. Sepertinya, sebuah tontonan menarik baru saja dinikmati dua kaum adam itu.
Keduanya kini duduk saling berhadapan dengan sebuah meja kecil yang berada di tengah. Di atas meja, terdapat papan berkotak hitam putih dihiasi bidak-bidak berwarna serupa. Perhelatan santai sedang berlangsung di sini.
“Jangan lekas merasa puas, Boy! Ini baru awal permainan. Masih banyak yang harus kamu lewati dan selesaikan,” ucap seorang dari mereka yang berusia setengah abad.
Seorang lagi yang lebih muda tersenyum samar, lalu mengangguk mengiyakan ucapan laki-laki paruh baya yang adalah ayahnya.
“Yes, Dad! So, let's get it done!”
Pemuda itu mempersilahkan sang ayah agar lebih dulu menggerakkan bidaknya yang berwarna putih. Jangan bingung kenapa dia tidak memainkan bidak hitamnya terlebih dahulu? Sudah aturannya dalam dunia catur seperti itu, putih yang lebih dulu dimainkan.
Mata elang dengan manik hazel itu terus menyorot papan catur, di mana bidak putih yang mengendalikan permainannya. Pria tampan itu tersenyum tenang, ketika sebuah celah untuk memainkan jebakan blackburne shilling terdeteksi netranya.
“Dalam menjalankan sebuah rencana, jangan terlalu terburu-buru dan ingin menguasai semuanya!” Pemuda itu berbicara sambil menangkup wajahnya dengan tangan yang bertumpu pada kedua lutut.
Tanpa diduga, dengan sengaja ia membiarkan ratu hitam masuk ke dalam perangkap kuda putih. Dari sinilah kekacauan putih berawal.
“Terkadang kita perlu mengalah dan tetap tenang, lalu perlahan-lahan menyerang dengan pasti.” Pada akhirnya kemenangan diraih pemuda itu, saat posisi raja dan ratu putih dikunci oleh kuda hitam yang ia gerakan.
Kedua sudut bibir pemuda itu sedikit terangkat membentuk senyuman tipis, kala suara tepuk tangan sang ayah mengapresiasi trap yang dimainkannya.
“Kau memang putraku, Boy,” ucap lelaki paruh baya di sana dengan bangga. "Satu pesan daddy, tetaplah berhati-hati dan selalu waspada. Jangan lengah sedikit pun selagi misimu belum selesai!" imbuhnya.
Pria tua itu kemudian meraih sebuah botol dengan tampilan mewah dan berkilau. Botol tersebut dilapisi 3000 berlian swarovski yang dirancang oleh Leon Verre, seorang desainer terkenal asal Roma. Pemuda tadi menggelengkan kepalanya, melihat sang ayah yang mulai menuangkan isi dalam botol tersebut ke dalam dua gelas yang tersedia di sana.
“Berhentilah mengkonsumsi alkohol, Dad. Itu tidak baik untuk kesehatanmu,” tegur sang pemuda. Akan tetapi, ia pun tidak menolak gelas berisi billionaire vodka yang disodorkan ayahnya.
“Tidak mengapa jika hanya sesekali. Anggap saja ini untuk mengawali rencana kita.” Sang ayah menanggapi dan mengajak putranya itu untuk bersulang.
Bunyi gelas saling beradu dan mengudara dalam ruangan mewah di sana. Kedua pria gagah itu lalu meneguk minuman yang dibuat dengan resep rahasia asal Rusia tersebut.
“Thanks for today, Dad. Aku harus ke Rex Falcon sekarang.” Pemuda dengan wajah bak dewa Yunani itu berucap setelah selesai meneguk minumannya. Ia lantas segera berlalu dari sana.
“Good luck, Boy," ucap ayahnya dengan nada pelan sambil tersenyum.
...***...
Keesokan harinya, Loretta masih mencoba bernegosiasi dengan sang ayah terkait pengawalan terhadap dirinya. Ruang makan pagi itu menjadi arena perdebatan di antara mereka.
“Daddy, please. Biarkan aku memilih pengawalku sendiri. Masih banyak orang yang lebih berkemampuan dan bisa diandalkan daripada orang-orang Noco Miles.” Loretta berpendapat sembari memohon, tetapi tidak digubris ayahnya sedikit pun.
Pasalnya, Loretta tahu betul bahwa Noco Miles adalah perusahaan layanan jasa keamanan yang anggotanya terkenal loyal, disiplin, dan tidak mudah dipengaruhi oleh apa pun itu. Jelas ini akan sangat mengekangnya dan Loretta benci hal ini.
“Daddy tahu mana yang terbaik untukmu, Lore.” Pria tua itu merespon dengan santai.
“Tapi tidak ada salahnya kau mendengarkan permintaan putrimu, Gilmer. Kau tidak bisa selalu memaksakan kehendakmu tanpa peduli dengan apa yang dia inginkan.” Hellena mencoba memprovokasi.
Tiba-tiba seorang pelayan wanita datang dan mengatakan jika ada paket yang dipesan atas nama Loretta Collins. Hellena menatap putrinya dengan raut penuh tanya, sementara Loretta sendiri diliputi kebingungan.
Paket?
“Aku tidak sedang memesan apapun. Apa kau tidak salah? Mungkin saja mereka salah alamat,” sanggah Loretta dengan yakin.
Pelayan wanita yang masih setia menunduk itu, semakin menundukkan kepalanya. “Maafkan saya, Nona. Tapi saya sudah memeriksanya dan nama Nona tertera di sana,” jawab sang pelayan.
“Pergi dan lihat saja dulu,” usul Tuan Collins.
Tanpa menunggu perintah berikutnya, Loretta langsung bangkit dan meninggalkan ruang makan, disusul pelayan tadi setelah berpamitan pada kedua majikannya. Loretta berjalan cepat menuju ke arah depan dan benar saja, sebuah kotak cukup besar dengan selembar kertas yang terselip di sana bertuliskan namanya.
Tidak sabar ingin melihat isinya, wanita cantik itu langsung saja membuka kotak yang terikat dengan pita berwarna merah. Seketika Loretta meringis saat membuka pita tersebut. Ternyata di sana terdapat dua jarum yang menancap di kedua sisi.
“Oh, sh*it! Siapa yang bodoh mengikat pita menggunakan jarum seperti ini?” gerutu Lore sambil menghisap darah pada telunjuknya.
Tak berselang lama, kembali ia membuka penutup kotak dan mendapati sehelai kertas di atas sana. Mata wanita itu seketika membola dengan jantung yang mulai berdegup cepat begitu membaca isinya.
‘Hi, bi*tch! Apakah jarimu aman? Anggap saja itu salam perkenalan kita. Hari-hari berikut dan ke depannya, aku akan memperlihatkan padamu bagaimana kehidupan di neraka yang sesungguhnya. Persiapkan dirimu dengan baik, Nona Collins. Aku punya banyak kejutan untukmu.’
“Pecundang si*alan!” seru Loretta dengan geram.
Ia lalu mere*mas-re*mas kertas tersebut dan membuangnya sembarang arah. Amarah dan rasa tak sabar mendesaknya membuka lagi satu penutup kotak di bagian dalam dan seketika itu ia menjerit histeris sambil mendorong kotak tersebut menjauh sekuat tenaga.
Mendengar teriakan Loretta, semua orang berlari menghampirinya. Hellena dan Gilmer yang tiba lebih dulu di sana, kaget melihat putri mereka yang tampak gemetaran dan ketakutan. Tanpa bertanya pada sang putri, Gilmer mendekat dan memeriksa kotak yang diduga sumber ketakutan putrinya.
Benar saja, dalam kotak tersebut terdapat beberapa foto Loretta yang dilumuri darah dan juga bangkai burung dengan sebilah pisau yang tertancap. Gilmer ikutan geram tidak terima dengan teror yang semakin berani mengganggu ketenangan putrinya, apalagi sudah masuk dalam lingkungan mension.
“Ke*parat! Cari dan temukan kurir tadi sekarang juga!” perintah Gilmer pada beberapa penjaga yang turut ada di sana.
“Baik, Tuan!” jawab tiga orang lelaki berbadan kekar dan langsung berlalu dari sana. Sementara itu, para pelayan wanita bergegas membereskan paket tadi.
“Chadee!” panggil Gilmer pada asistennya.
“Saya, Tuan!”
“Siapkan mobil, kita ke Noco Miles sekarang juga.” Gilmer bertitah.
...🍁🍁🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
DHurley123
siapa itu yg kasih paket nya ya??
2023-06-21
1