Erland tidak pulang ke rumah untuk malam ini. Dia memilih tidur di apartemen, setelah berkumpul dengan dua sahabatnya yang baru saja pulang. Erland menatap pemandangan di luar jendela besar di apartemennya. Langit malam yang di penuhi oleh bintang. Sementara dia bawah sana masih banyak orang dan kendaraan yang berlalu lalang.
Terlihat seperti semut kecil dari tempat Erland berdiri saat ini. Dia melihat arloji yang melingkar di tangannya. Erland sedang pesanan makanannya datang. Dia belum makan sejak siang, membuat perutnya terasa keroncongan saat ini.
Dering ponsel membuat Erland mengambilnya dari atas meja kerja. Sudah menduga siapa yang akan meneleponnya saat dia tidak pulang ke rumah.
"Hallo Mi, ada apa?"
"Kamu gak pulang? Udah jam segini loh, Mami nungguin kamu buat makan malam"
"Gak Mi, aku di apartemen saja. Sedang malas bawa mobil, udah malem juga. Tadi ada Beno dan Riki disini, baru saja mereka pulang"
Terdengar helaan nafas di sebrang sana. "Yasudah, tapi besok kamu pulang ya"
"Iya Mi"
Setelah mengucap salam, Erland segera memutuskan sambungan telepon. Suara bell apartemennya membuat Erland segera berjalan ke arah pintu. Dia tahu jika yang datang pasti kurir makanan.
"Pesanannya Kak"
"Kau?"
Erland terkejut saat melihat siapa yang mengantarkan makanan. Adriana menyodorkan pesanannya dengan wajah yang tersenyum ceria, meski terlihat gurat lelah di wajahnya.
"Ini pesanannya Kak"
Erland mengerjap, dia langsung mengambil pesanan makanan itu. "Masuk dulu, aku lupa ambil uang di kamar"
Adriana tersenyum, dia masuk ke dalam apartemen Erland.
"Duduk dulu, aku ambil dulu uangnya"
Adriana mengangguk, dia duduk di atas sofa. Mengecek ponselnya takut ada pesan dari bosnya. Erland keluar dari kamarnya, dia memberikan dua lembar uang berwarna merah pada Adriana.
Adriana menatap pria tampan yang berdiri di depannya itu, lalu beralih pada uang yang di sodorkan Erland padanya. "Kak, ini kelebihan"
"Udah, buat tips saja karena kau mengantarkan makanannya tepat waktu. Jadi aku tidak sampai harus menunggu lama dan kelaparan"
"Ohh begitu..." Adriana segera mengambil uang itu dari tangan Erland. "...Baiklah, terimakasih Kak"
"Hmm"
Adriana berdiri dan berniat untuk segera pulang karena tugasnya untuk mengantar makanan sudah selesai.
"Sejak kapan kau menjadi pengantar makanan? Yang aku tahu kau hanya bekerja di mini market"
Adriana yang baru saja akan melangkah menuju pintu keluar langsung menoleh ke arah Erland yang sedang membuka bungkusan makanan di meja makan. "Emm. Aku sebenarnya kerja di kedai ayam goreng itu. Tapi tidak bertugas sebagai pengantar, hari ini saja karena teman kerja aku yang suka mengantar pesanan sedang sakit. Harusnya hari ini adalah hari aku libur"
Erland menatap gadis itu sekilas, namun langsung mengalihkan pandangan saat Adriana menatap ke arahnya. "Baguslah, kau harus berusaha keras untuk bisa menikmati hasil jerih payahmu ini. Lagian dulu Kakakmu berjuang lebih dari ini, di saat kamu masih menjadi seorang putri di keluarga Eriawan"
Apa yang kau katakan si.
Adriana terdiam, dia memang begitu kejam dulu. Membiarkan Kakaknya berkerja banting tulang untuk hidupnya sendiri, sementara dirinya bisa bersenang-senang dengan uang yang Ayah dan Ibunya berikan. Tapi saat itu dia masih terlalu kecil untuk mengerti. Belum lagi Ibunya yang selalu menjelekan Kakaknya, membuat Adriana jadi membencinya.
Padahal semua itu hanya akal-akalan Ibunya untuk menjahati Kakak tapi melalui Adriana. Jelasnya, Adriana hanya korban keegoisan Ibunya saja. Tapi semua orang tidak akan mengerti tentang semua itu. Mereka tidak akan tahu, sebesar apa penyesalan dan rasa bersalah Adriana sekarang. Atas apa yang dia lakukan pada Kakaknya di masa lalu.
"Yasudah kalau begitu aku pergi ya Kak, selamat makan malam" Adriana tersenyum pada Erland, meski sebenarnya hatinya sedikit tersentil dengan ucapan Erland barusan. Tapi, Adriana sadar jika memang apa yang Erland katakan adalah sebuah kenyataan.
Ya, aku memang sekejam itu dulu.
Erland menatap punggung Adriana yang menghilang di balik pintu keluar. Dia mengacak rambutnya, benar-benar menyesali ucapannya barusan pada Adriana. Ucapanku pasti telah melukai hatinya. Gumamnya.
Sementara Adriana sudah berada di parkiran, menaiki motor dan melajukannya meninggalkan kawasan apartemen mewah itu. Sepanjang perjalanan Adriana hanya teingat dengan ucapan Erland tadi. Lalu, bayangan-bayangan masa lalu mulai berkelebatan di fikirannya. Adriana tahu sejahat ala dirinya dulu pada Kakaknya. Tapi dia juga sudah benar-benar menyesalinya dan benar-benar ingin memperbaiki semuanya.
Sepertinya, setiap orang tetap akan di lihat dari masa lalunya. Apa aku bisa mendapatkan Kak Erland? Sementara dia saja terlihat begitu benci padaku dan masa laluku.
Melajukan motornya membelah jalanan di malam hari. Sampai di tempat kerjanya, dia langsung mengerjakan beberapa hal, membantu pemilik kedai yang cukup sibuk karena banyak pelanggan yang datang.
"Sudah diantar Ri?"
"Sudah Bu"
"Kamu bantu goreng ini ya, Ibu mau mengantar pesanan ini dulu pada pelanggan di depan"
Adriana mengangguk, dia mengambil alih penggorengan besar. Terkadang Adriana ingin menetarwakan dirinya sendiri. Hidup memang berputar, saat dulu Adriana masih menjadi wanita manja.
Bahkan untuk masuk ke dalam dapur saja, dia merasa tidak pernah. Tapi, saat ini dirinya bahkan sudah terbiasa dengan cipratan minyak panas. Dan saat ini Adriana sudah benar-benar menjadi gadis yang mandiri dan bisa melakukan apapun. Rasanya dunia memang sedang memberinya pelajaran.
"Ri, sudah sana. Kamu pulang saja, persediaan ayam juga sudah habis. Tinggal memberikan saja pada pelanggan terakhir"
Adriana mengangguk, dia menghela nafas lega saat akhirnya jam kerja dirinya telah selesai. Dia sudah bisa beristirahat. "Makasih ya Bu, kalau begitu Riana pulang dulu"
"Iya Ri, hati-hati di jalan"
"Iya Bu"
Adriana menghentikan angkutan umum, beruntung masih ada angkutan umum yang lewat di jam segini. Adriana turun dari angkutan umum setelah sampai di depan jalan menuju rumahnya. Sebenarnya jalan cukup besar untuk sampai di rumah Adriana, bahkan mobil pun bisa masuk. Hanya saja tidak ada jalur angkutan umum kesana. Jadi, Adriana harus berjalan lagi dari tempatnya turun dari angkutan umum.
"Assalamualaikum" Adriana membuka pintu kontrakannya dengan wajah yang lelah.
"Waalaikumsaallam, baru pulang Ri. Ayo makan dulu, tadi Papa membeli nasi kucing untuk kamu"
Adrian tersenyum, dia membuka sejatu dan menyimpannya di rak sepatu dekat pintu. Adriana berjalan mendekati Ayahnya, mencium tangannya dan duduk di samping Ayahnya.
Papa mengelus kepala anaknya, rasanya dia benar-benar tidak tega saat harus melihat anak manjanya yang sekarang berubah menjadi sosok yang mandiri dan penuh dengan penderitaan.
"Capek Nak? Maafkan Papa ya"
Adriana mencembikan bibirnya, dia tidak suka dengan ucapan Ayahnya itu. "Apasi Pa, Riana gak papa. Tenang saja, Riana 'kan strong"
Papa hanya tersenyum mendengarnya, meski putrinya tersenyum dengan begitu lebar. Tapi dia tidak bisa membohonginya, jika dia terluka dengan keadaan yang ada.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
uyhull01
belajar dri kesalahan aja Ri, yng penting kedpan nya harus lebih baik lgi,
2023-01-04
0