Bab 4 - Menantu Idaman

Nina merasa sangat beruntung memiliki menantu seperti Arumi. Bukan hanya cantik fisik, tapi juga cantik hati. Tidak hanya itu Arumi juga pintar memasak dan masakan yang dibuat Arumi selalu disukai Nina dan Daffa. Nina tidak pernah menyesal menjadikan Arumi sebagai menantunya.

Seperti saat ini Arumi tengah memasak makan siang untuk Daffa dan Nina. Gadis itu terlihat begitu terampil di dapur, hal yang sangat jarang dimiliki seorang gadis dari keluarga kaya raya.

"Wah harumnya ...." Nina masuk ke dapur dengan senyum antusias.

Arumi menoleh dan menatap Nina dengan malu. Meski ini bukan pertama kalinya Arumi memasak untuk Nina, tetap saja dia merasa malu.

"Semoga Bunda sama Ayah suka ya," ucap Arumi pelan.

"Iya dong, masakan kamu nggak pernah gagal. Bunda yakin sih kalau Kavi tiap hari makan masakan kamu pasti dia cepat buka hati buat kamu. Pria itu lemah dimakanan, jadi Arum cukup masak makanan kesukaan Kavi dia pasti klepek-klepek."

Arumi hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Nina. Bagaimana bisa Kavi membuka hatinya jika pria itu masih menyimpan nama wanita lain. Arumi cukup sadar diri, dia tidak akan berharap lebih pada Kavi.

"Mas Kavi suka apa, Bun?" tanya Arumi berusaha menanggapi keantusiasan Nina.

"Kavi suka seafood atau makanan yang pedas. Coba deh kapan-kapan masakin dia udang balado, biasa Mbok Inem suka masakin dia itu."

"Makan malam nanti Arumi masak itu ya, Bunda. Bunda sama Ayah juga suka 'kan?"

"Iya dong, ya sudah Bunda mau bantuin kamu sekalian Bunda belajar masak."

Pada akhirnya Arumi dan Nina memasak bersama meski Nina lebih banyak mengamati. Sejak dulu Nina tidak pandai memasak, wanita itu dimanja oleh orang tuanya sehingga sampai saat ini dia tidak memiliki keterampilan memasak.

...----------------...

Seharian ini Nina merasa bahagia karena ada Arumi yang menemaninya. Wanita itu tidak lagi merasa kesepian seperti biasa. Sejak dulu inilah yang Nina inginkan, dia ingin memiliki anak perempuan yang bisa menghiburnya dikala sepi.

Nina tidak habis pikir dengan Aziel, entah apa yang ada dipikiran anak bungsunya itu. Bisa-bisanya Azeil meninggalkan Arumi demi wanita selingkuhannya yang entah siapa itu.

Daffa yang baru masuk ke dalam kamar menggeleng pelan mendapati Nina yang tampak melamun.

"Mikirin apa, Bunda?" tanya Daffa mengagetkan Nina.

"Ayah bikin kaget Bunda saja! Bunda cuma lagi mikirin Aziel, entah di mana anak itu sekarang." Nina menghela napas, merasa sedih karena kehilangan satu putranya.

"Ayah lagi nyari dia, Ayah yakin sebentar lagi dia kembali. Mana bisa dia hidup tanpa fasilitas yang Ayah berikan. Bunda nggak usah mikirin dia, anak itu sudah cukup buat Ayah marah!"

Daffa memijat kepalanya yang terasa pusing. Akibat ulah Aziel semua menjadi berantakan. Tidak sedikit musuh-musuh Daffa menjadikan hal ini sebagai bahan hinaan.

Meski Daffa tidak mau ambil pusing, tapi tetap saja apa yang dilakukan Aziel membuat banyak dampak buruk. Sepertinya Daff tidak akan mudah memaafkan Aziel.

"Menurut Ayah, apa yang kita lakukan sama Kavi dan Arumi sudah benar?" tanya Nina tiba-tiba.

"Sejujurnya Ayah nggak tahu, tapi Ayah merasa apa yang kita lakukan sudah benar. Setidaknya kita bisa melakukan dua hal sekaligus, yang pertama membebaskan Kavi dari wanita matre itu dan yang kedua kita bisa membebaskan Arumi dari orang tuanya."

"Ayah benar, tapi Bunda merasa khawatir jika Kavi memperlakukan Arumi dengan buruk. Bunda nggak mau Arumi semakin tersiksa, cukup dia menderita karena orang tuanya kita jangan menambah deritanya."

"Semua sudah terjadi, sekarang yang bisa kita lakukan adalah mendoakan untuk kebahagiaan Arumi dan Kavi. Semoga pernikahan mereka baik-baik saja dan semoga mereka bisa saling mencintai."

"Aamiin ...."

Sebagai orang tua tentu baik Nina maupun Daffa menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Saat Aziel memperkenalkan Arumi pada mereka saat itulah mereka tahu Arumi gadis terbaik untuk menjadi menantu mereka. Tidak peduli bagaimana orang tua Arumi menganggap gadis itu, justru perlakuan buruk orang tua Arumi membuat Nina semakin yakin untuk menjadikan Arumi sebagai menantu.

...----------------...

Di kamar tidur Kavi sangat sunyi. Arumi sudah tertidur pulas di sofa saat Kavi pulang dengan perasaan kacau. Melihat Arumi tidur dengan pulas membuat Kavi merasa tidak adil. Bagaimana mungkin Arumi bisa tidur dengan pulas, sedangkan dia merasa kacau ditinggalkan sang kekasih.

"Bangun! Arumi bangun!" Kavi mengguncang tubuh Arumi, bermaksud membuat gadis itu bangun.

"Mas Kavi? Ada apa, Mas?" tanya Arumi bingung.

"Enak banget lo tidur, sedangkan gue lagi kesusahan!" bentak Kavi tidak beperasaan.

"Ada apa, Mas? Arum ngantuk," Arumi menjawab singkat.

Kavi ingin marah, membentak Arumi untuk menyalurkan amarahnya. Namun, dia ingat di mana saat ini dia berada.

"Lo harus tanggung jawab. Lo harus bantu gue biar gue bisa balik sama cewek gue!" tuntut Kavi dengan kejam.

"Iya Mas, nanti Arum bantu jelaskan dengan pacar Mas." Sahut Arumi yang kini kembali merebahkan tubuhnya, sungguh Arumi sangat mengantuk.

"Lo harus bilang kalau pernikahan ini cuma sementara!" ujar Kavi lagi.

"Iya Mas," jawab Arumi yang kini sudah menejamkan matanya.

"Heh, gue bilang jangan tidur!" Kavi kembali membangunkan Arumi dengan paksa, tidak peduli jika gadis itu sangat mengantuk.

"Apa lagi, Mas?" Arumi bertanya dengan pasrah, sepertinya dia tidak bisa tidur nyenyak malam ini.

"Lo ... argh!" Kavi mengacak rambutnya kesal.

Dia ingin marah dan memaki Arumi, tapi keadaan tidak memungkinkan. Sebenarnya Kavi bertanya-tanya, apa istimewanya Arumi hingga kedua orang tuanya sangat menyukai gadis itu.

Bagi Kavi, Arumi hanya gadis biasa yang kebetulan lahir dari keluarga kaya raya. Kavi akui Arumi cantik dan manis, tapi hal itu saja tidak membuat Kavi merasa Arumi istimewa.

Sedangkan bagi Arumi, seorang Kavi bukanlah pria yang bisa dia cintai. Pria itu sangat arogan dan kasar, entah apa yang bisa dibanggakan oleh Kavi selain wajah tampan dan kekayaan yang dia miliki.

Kedua orang itu dalam diam saling menilai dan sama-sama memberi keputusan bahwa mereka tidak akan bisa saling mencintai. Mereka terlalu berbeda dan perbedaan hanya menjadi jurang pemisah untuk keduanya.

Namun, mereka lupa jika Allah maha membolak-balikkan hati. Mereka tidak sadar dengan mudah Allah bisa mengubah perasaan yang mereka miliki menjadi rasa cinta.

Mungkin bukan sekarang, tapi bisa jadi nanti. Saat mereka tanpa sadar saling bergantung hingga tidak bisa melepaskan. Atau saat cobaan demi cobaan datang, mungkin saat itu mereka akan sadar bahwa rasa cinta sudah tumbuh di hati mereka.

Atau justru selamanya mereka tidak bisa saling mencintai dan perpisahan adalah jalan terbaik untuk keduanya?

Bersambung ~~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!