Bab 2 - Luka yang Lain

Tamu undangan sudah pulang dan tersisa keluarga dekat mereka. Nina menyuruh Arumi dan Kavi ke kamar mereka karena tahu kedua pengantin baru itu butuh istirahat.

Begitu mereka tiba di kamar Kavi segera menunjukkan ketidak sukanya pada Arumi. Pria itu menatap benci pada gadis yang kini menyandang status sebagai istri sahnya.

"Gara-gara lo dan anak kurang ajar itu gue harus terjebak sama pernikahan konyol ini! Si*al, gara-gara lo gue hubungan gue jadi berangakan!" Kavi berteriak marah membuat Arumi duduk ketakutan.

"Ma--maaf Mas, Arum nggak tahu kalau Mas yang menggantikan Aziel." Arumi bergetar ketakutan karena saat ini Kavi benar-benar menyeramkan.

"Dengar, sampai kapanpun gue nggak suka sama pernikahan ini. Lo jangan berharap lebih karena saat waktu yang tepat gue akan menceraikan lo!"

Arumi dibuat tercengang dengan ucapan tajam dari Kavi. Di malam pertama mereka sebagai suami istri yang dia dapatkan justru cacian dan kata-kata kasar dari sang suami.

Kavi berlalu begitu saja meninggalkan Arumi yang hanya bisa menangis meratapi nasibnya.

"Ya Allah, kenapa rasanya berat sekali?" cukup lama Arumi menangis hingga tertidur karena lelah menangis.

Arumi tidak tahu mengapa takdir seolah mempermainkannya. Saat dia berjuang untuk bisa keluar dari rumah karena lelah menghadapi siksa batin dari orang tuanya, kini saat dia berhasil keluar takdir justru membawanya dalam jerat pria kejam seperti Kavi.

Arumi bertanya-tanya, dosa besar apa yang sudah dia perbuat hingga mendapat hukuman seperti ini.

...----------------...

Surya dan Mayang sedang menikmati sarapan mereka dengan tenang. Kali ini terasa semakin sepi karena hanya ada mereka berdua. Tidak ada percakapan yang terjadi karena Surya memang tidak banyak bicara.

Berbeda dengan Mayang yang selalu sibuk mengomentari apapun itu. Pagi ini wanita paruh baya itu ingin bertanya suatu hal yang kemarin terjadi.

"Mas, kenapa Mas bisa setuju untuk menikahkan Arumi dengan Kavian?" tanya Mayang setelah tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Ada sebuah alasan yang kamu nggak perlu tahu. Lagipula, inikan yang sudah lama kamu tunggu-tunggu?" Surya berucap datar, tapi sarat akan makna yang mampu membuat Mayang kesal.

"Memang lebih bagus dia menikah dan keluar dari rumah ini dari pada menjadi beban," ujar Mayang tanpa perasaan.

"Sudahlah, aku tidak mau membahas masalah ini lagi. Kamu sangat mampu merusak suasana!" ucapan Surya kembali membuat Mayang kesal.

"Mas, ada satu lagi yang jadi pertanyaan ku. Sebenarnya kemarin apa yang dikatakan Pak Daffa sama Mas? Kalau dilihat -lihat Pak Daffa dan istrinya itu sangat memperlakukan Arumi dengan istimewa."

Mayang sudah tidak bisa mengubur rasa penasarannya. Dia tidak peduli jika Surya marah, yang terpenting rasa penasaran terjawab

Surya tidak langsung menjawab, pria paruh baya itu seakan menikmati raut penasaran dari Mayang. Jika dia perhatikan, semakin lama Mayang semakin terobsesi dengan Arumi. Tentu dalam hal negatif bukan positif.

"Pak Daffa bilang ... Arumi adalah gadis istimewa. Tidak peduli Arumi menikah dengan siapa, yang penting Arumi menjadi menantunya."

Mayang melotot tidak percaya, rasa kesal karena Arumi dianggap istimewa oleh Daffa yang merupakan pengusaha ternama semakin menggelayuti hati Mayang.

"Bagaimana bisa Pak Daffa menganggap Arumi istimewa? Dia hanya gadis biasa yang nggak memiliki apapun!" Mayang menyahut kesal.

"Nyatanya Pak Daffa menganggap Arumi istimewa. Simpan saja rasa kesalmu itu, lagipula pernikahan Arumi membawa dampak baik untuk perusahaan."

Mayang terdiam, memang benar apa yang dikatakan oleh Surya. Pernikahan Arumi dengan salah satu putra Ardhani tentu membawa dampak baik untuk perusahaan keluarga. Meski tidak mau mengakui Mayang tetap tidak bisa menyangkal fakta besar itu.

...----------------...

Pagi pertama Arumi sebagai istri dari Kavian Ardhani. Tidak ada yang istimewa karena yang Arumi rasakan hanyalah rasa takut terhadap suaminya itu.

Semalam Kavi tidak kembali ke kamar hotel, beruntung baik Daffa maupun Nina tidak ada yang mengetahui hal itu.

Dengan perasaan tidak menentu Arumi menemui kedua mertuanya yang sudah menunggu untuk sarapan bersama. Arumi tidak tahu harus menjawab apa jika kedua mertuanya bertanya di mana Kavi.

"Arumi, ayo duduk. Kita sarapan bersama, kata Kavi kamu capek jadi dia tinggalin kamu." Nina menyambut Arumi dengan hangat, bahkan menarik sebuah kursi di sampingnya untuk Arumi.

"Maaf Bunda," lirih Arumi yang hanya disambut senyuman hangat dari Nina.

Di depan Arumi sudah ada Kavi yang tampak rapi. Pria itu sarapan dengan tenang seolah tidak ada hal yang terjadi. Sementara Arumi hanya bisa menahan gugup, dia takut jika Kavi kembali mengamuk seperti semalam.

"Arum, untuk sementara kamu tinggal sama Ayah dan Bunda ya. Setidaknya sampai rumah Kavi siap ditinggali." Nina membuka percakapan setelah mereka berempat menyelesaikan sarapan.

"Nggak perlu, Bunda. Kavi dan Arum akan tinggal di apartemen Kavi, kami ingin mandiri." Kavi menyahut cepat sebelum Arumi membuka suara.

Arumi hanya bisa pasrah, meski sejujurnya dia tidak mau tinggal berdua saja sengan Kavi. Pria itu terlalu mengerikan bagi Arumi.

"Bagaimana, Arumi?" tanya Daffa meminta pendapat pada Arumi.

"Arum ikut Mas Kavi saja, mungkin lebih baik kami mandiri sekarang." Arumi menjawab dengan hati-hati seolah jika dia salah berkata Kavi akan siap menerkamnya.

Kavi terlihat puas dengan jawaban Arumi, setidaknya gadis itu tidak membantah perkataannya. Sementara Nina terlihat ragu, dia takut jika Kavi berbuat macam-macam dengan Arumi.

"Ayah mau setiap weekend kalian menginap di rumah. Bunda akhir-akhir ini merasa kesepian dan menurut Ayah ini jalan tengah yang terbaik." Daffa berucap dengan tegas, terlihat tidak mau dibantah oleh Kavi.

Kavi yang tahu tidak akan bisa membantah, mau tidak mau menuruti ucapan Daffa. Sedangkan, Nina diam-diam tersenyum lega, suaminya itu selalu bisa membaca keinginannya.

...----------------...

Setelah sarapan bersama Kavi dan Arumi kembali ke kamar mereka. Siang ini mereka harus check out karena Kavi ingin segera kembali ke apartemennya.

Arumi hanya mengikuti Kavi yang membawanya ke apartemen pria itu. Gadis itu bersuara sedikitpun, dia terlalu takut pada Kavi. Bayangan bagaimana Kavi marah semalam membuat Arumi bergetar takut.

"Kamar lo di sebelah kanan dekat dapur. Ruangan itu kosong, lo bersihkan sendiri!" Kavi menunjuk sebuah pintu berwarna putih begitu mereka sampai di apartemen.

"Iya Mas," jawab Arumi pelan.

"Ingat, kita menikah bukan karena keinginan masing-masing. Jangan ganggu gue dan jangan saling mencampuri urusan masing-masing. Lo harus ingat, pernikahan ini cuma akan bertahan dalam lima bulan!"

Arumi hanya mengangguk pasrah mendengar ucapan Kavi yang semakin membuatnya terluka. Baru menikah sehari, tapi pria itu sudah banyak menorehkan luka untuknya.

"Satu lagi, gue mau di depan orang-orang hubungan kita terlihat baik. Gue nggak mau sampai ada yang tahu bagaimana kacaunya pernikahan ini!" tegas Kavi sekali lagi.

"Iya Mas, Arum mengerti." Arumi menjawab pelan sebelum akhirnya berlalu menuju ruangan yang akan menjadi kamarnya selama menikah dengan Kavi.

Arumi mendesah lirih, rasanya sangat menyakitkan. Dia tidak tahu apa kesalahannya hingga orang-orang membenci dirinya. Kedua orang tua, Tante, Om, dan pada sepupunya terlihat sangat membenci Arumi. Kini bertambah satu orang lagi yang membenci Arumi, yaitu suaminya sendiri.

Bersambung ~~

Terpopuler

Comments

Mila Heriyana

Mila Heriyana

Kenapa ya ortu Arumi membenci Arumi, apa Arumi bukan.anaknya

2023-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!