Dua tahun sudah berlalu, semua guru sudah kembali ke tempat mereka masing-masing. Dua guru sihir Roma kembali ke kota Timur begitu juga dengan Kozar yang kembali ketempatnya.
Mereka merasa tak ada lagi yang perlu diajarkan pada Roma, karena Roma sendiri sudah menguasai semua hal tentang ilmu berpedang dan juga sihir.
Roma mencolok dalam kedua hal itu, sampai membuat mereka pusing. Kozar sendiri tak percaya dengan apa yang dilihatnya, anak semuda Roma bisa menguasai ilmu berpedang dengan mudah.
Sedangkan kedua guru sihir yang berasal dari kota Timur juga bingung, karena mereka saja butuh bertahun-tahun untuk mempelajari banyak sihir. Satu element dasar sihir bisa berbulan-bulan. Sementara itu Roma tidak.
“Aku tidak menyangka kalau Roma bisa sehebat itu,” kata Estrilda sesaat setelah Kozar berpamitan untuk kembali ke tempatnya.
“Ternyata anak itu memang luar biasa, ia mewarisi kekuatan sihirku dan sihirmu. Bahkan saat sekecil itu aku belum begitu menguasai sihir dasar element,” kata Gustaf kemudian.
“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Sekolahnya satu tahun lagi, sekarang ia pasti akan merasa bosan.”
Estrilda dan Gustaf tahu bahwa Roma adalah tipikal anak yang tak bisa diam satu hal, ia harus melakukan sesuatu, karena tubuhnya harus bergerak dan terus melakukan hal yang membuatnya senang terus menerus.
“Biarkan ia saja yang menentukan apa yang ia inginkan, ia lebih tahu keinginannya. Roma bukan lagi anak kecil seperti beberapa tahun lalu.”
Memang benar apa yang dikatakan Gustaf itu, karena semenjak latihannya yang berat Roma menjadi anak yang jauh lebih dewasa dari usianya kini. Ia tahu apa yang harus ia lakukan.
Beberapa waktu berlalu setelah percakapan mereka, benar saja Roma meminta orang tuanya membangunkan sebuah tempat untuk dirinya belajar ilmu sihir dan ramuan lanjutan. Ia ingin bereksperimen dengan hal itu.
Mau tak mau Gustaf dan Estrilda menyanggupi hal itu, mereka pun membangun tempat yang diinginkan Roma itu di belakang mansion. Roma mengatakan bahwa di sana pasti akan sepi dan senang.
Setelah sudah terbangun, Roma sibuk hampir setiap waktu di sana, hingga tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan ia pun genap berusia sepuluh tahun.
Berarti sudah setahun juga Roma belajar di dalam sana, ia sudah menguasai banyak ilmu sihir, belajar mantra hingga ia menemukan satu cara supaya tak menggunakan perantara sihir, misalnya tongkat.
Itu mungkin terkesan aneh bagi kebanyakan sihir, tetapi Roma ingin sesuatu yang mudah. Menggunakan sihir atau perantara lainnya itu menyulitkan penggunanya, karena harus memerlukan media khusus.
Ia ingin mengajarkan hal itu pada banyak orang nantinya. Meskipun ia yakin mereka pasti ragu dengan apa yang ia lakukan, karena perantara sihir adalah hal yang wajar di sana.
Namun, Roma sudah harus pergi bersekolah, untuk menjadi seorang bangsawan yang seharusnya. Dengan kepergiannya selama ke sekolah ia harus meninggalkan semua hal di ruangan eksperimennya.
Termasuk apa yang ia inginkan selama belajar ilmu sihir.
Sebab itulah sebelum kepergiannya ia harus belajar lebih giat lagi, membaca buku, mempelajari kemungkinan yang akan terjadi. Karena ia hanya seorang anak baron yang harus bersekolah di sekolah para bangsawan, ia yakin pasti akan ada kesenjangan yang terjadi.
Meskipun sang ibu mengatakan bahwa hal itu tak akan terjadi, karena anak para bangsawan itu terdidik dan tak akan melakukan hal itu.
***
Pada suatu malam sebelum keberangkatannya ke sekolah bangsawan yang berada di ibu kota kerajaan, Roma duduk di tepi ranjangnya sambil menatap bulan yang berada di luar jendela kamarnya.
Roma mencoba melamun, tetapi pikirannya masih penuh dengan hal terkait dengan sihir. Bahkan dengan mudah ia mengeluarkan sihir api dari telapak tangannya lalu berbentuk bola.
Sementara itu tangan kirinya membentuk bola air. Roma menggabungkan keduanya, karena unsur keduanya yang berbeda terjadinya ledakan.
Roma terkejut dengan hal itu, ia berharap kedua orang tuanya atau para pelayannya tak mendengar apa yang terjadi padanya tadi, karena ia tak sengaja melakukan hal itu.
Setelah membereskan hal itu Roma masih berada di sana, hingga dirinya sedikit terganggu saat ada seekor kucing hitam tiba-tiba masuk melalui jendela dan kini duduk di atas meja.
Roma memperhatikannya begitu juga kucing itu yang menatapnya dengan bola mata berwarna kehijaun.
Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati kucing itu. Roma memang begitu menyukai kucing.
Dielusnya kucing itu, diusapnya kepala dan dagu kucing itu hingga merasa kesenangan, hingga sesuatu terjadi.
“Berhentilah mengelusku,” ujar sebuah suara yang keluar dari kucing itu.
Mendengarnya Roma langsung saja terkejut karena ia tak yakin dengan apa yang terjadi.
“Biasa saja tak usah terkejut begitu,” sambung kucing hitam itu lagi. Ternyata memang benar bahwa kucing itu bisa berbicara bahkan dengan sangat lancar.
“Kau bisa berbicara?” tanya Roma yang penasaran dengan hal itu.
“Iya seperti yang kau dengar dan kau lihat, aku bisa berbicara, karena aku bukan kucing biasa aku kucing sihir,” kata kucing itu.
“Kucing sihir?” tanya Roma lagi masih dengan bingung dan penasaran.
Kemudian kucing itu mengaku bahwa dirinya bernama Leo salah satu kucing sihir yang memiliki kemampuan dari cincin Leo, makanya ia bisa seperti saat itu, meskipun ucapannya masih membuat Roma bingung.
Kucing Hitam bernama Leo yang bisa bicara layaknya manusia itu kemudian mengeluarkan banyak sihir kuno yang tidak pernah dilihat oleh Roma. Salah satunya sihir perubahan wujud, ia mampu membesarkan tubuhnya sebesar seekor singa.
Roma masih terkejut dan tak percaya dengan apa yang terjadi, tetapi itu bukan mimpi atau khayalan semata itu benar adanya. Ia benar-benar melihat seekor kucing sihir.
Leo kemudian kembali kebentuk asalnya, yang masih tetap berada di atas meja.
“Apa kau tak merasa kedatanganku?” tanya Leo kemudian.
Roma menggeleng. “Merasa bagaimana?”
Setiap pemilik dari 12 cincin itu pasti terikat satu sama lain, mereka akan bisa merasakan kedatangan pemilik cincin yang ada.
“Cincin apa? Aku tak menggunakan cincin, hanya gelang saja yang diberikan Ibuku,” kata Roma menyanggah ucapan Leo.
“Bukannya kau penguasa cincin Libra, sang penguasa keadilan dan kebijaksanaan?”
“Hah? Coba bicara yang jelas, aku tak paham apa maksudnya penguasa cincin Libra ataupun Leo, apa itu sebuah simbol, gelar atau sebutan?”
Leo diam tak menjawab apa yang ditanyakan Roma itu, kemudian ia berpikir kemungkinan orang yang memiliki Roma itu adalah sebuah kesalahan, meskipun Leo bisa merasakan kekuatan hebat dari dalam tubuh Roma, meskipun tanpa cincin itu.
“Tidurlah, berharaplah jika ini hanya sekedar mimpi, tapi jika ini benar adanya aku akan menemuimu kembali besok hari.”
Roma yang bingung dengan apa yang terjadi, ia pun kembali naik ke atas tempat tidurnya dan memejamkan mata, ia sangat berharap itu adalah sebuah mimpi buruk yang abstrak dan juga aneh.
***
Keesokan paginya Roma terbangun dan tak ingat apa yang terjadi tadi malam, karena memang ia berusaha melupakannya.
Setelah membersihkan diri Roma langsung menuju tempat makan, karena mungkin ini hari terakhirnya sebelum berangkat sekolah untuk dua tahun lamanya.
Di tempat makan itu masih sedikit orang, hingga tak lama kemudian ia beberapa anggota keluarga Raffa lainnya datang termasuk kedua orang tuanya.
“Kembalikan barang dan pakaianmu ketempat semula, Roma, karena kau tak harus pergi ke sekolah hari ini,” ucap sang ibu kemudian.
“Kenapa bisa begitu?” tanya Roma bingung.
Lalu sang ibu mengatakan bahwa untuk sementara penerimaan siswa dan siswi baru ditahan untuk satu hingga dua bulan lamanya, karena sekolah tengah dalam tahap pembangunan. Nanti jika sekolah sudah selesai dibangun, maka seluruh siswa dan siswi yang diterima akan dipanggil kembali.
Roma senang bukan main mendengar berita itu, dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan ia tak harus pergi, ia masih bisa berlama-lama di mansion bersama dengan keluarganya dan juga bisa mengurus tempat eksperimennya tentang ilmu sihir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anonymous
Lanjut munculkan system terkuat nya thor
2023-01-04
1