Ola
Apa yang terjadi padaku?
Kenapa aku ini?
Apa yang sebenarnya sedang terjadi padaku?
Sebelum ini aku menginginkan dia pergi. Sebelum ini aku tidak menginginkan dia ada di sini. Sebelum ini aku berusaha untuk mengusir dia dari sini. Sebelum ini, sebentar ini .... Namun, sekarang? Ketika dia benar-benar pergi, aku malah merasa ... aneh. Resah. Gelisah.
Kenapa aku merasa aneh seperti ini? Kwnapa aku harus resah? Kenapa harus ada gelisah?
Sialan! Jangan bertingkah yang tidak-tidak, Ola!
Sial, sial, sial!
Setelah aku mendengar suara yang familier dari Ners Indah, barulah jantung yang berdetak kencang seiring dengan pikiran yang berseliweran di kepalaku beberapa saat yang lalu, melambat.
Kalau Ners Indah yang tadi membuka pintu kamar, berarti ....
Berarti dia ....
Oh, my God. Aku sungguh-sungguh kacau.
"Oh, hai. Saya tidak melihat Anda duduk di sana. Anda pasti si Calon Ayah, ya? Perkenalkan saya Ners Indah," sapanya dengan nada tinggi yang dibuat seceria mungkin.
Namun, sebelum aku bisa membalikkan badan dan menolak pernyataan itu, Angga sudah terlebih dahulu menimpali, "Hai. Senang bertemu dengan Anda. Saya Angga. Please, bantu dan rawat mereka dengan baik."
What the heck? Please bantu dan rawat mereka dengan baik? Kenapa dia berkata seperti itu? Kenapa dia tidak menjelaskan kebenarannya pada Ners itu? Kenapa Angga diam saja dan malah memilih untuk tidak menjelaskannya? Dia tahu pasti bahwa dia bukan ayah dari bayiku ini. Namun, kenapa?
Sebenarnya ada apa?
Amarah membuatku untuk bangkit terlalu cepat dan memberikan whiplash pada diriku sendiri.
****.
"Aduh, aduh, aduh. Hati-hati, Bu." Perawat itu tiba-tiba saja telah berdiri di sampingku dan memegangi lengan bawahku. Dengan perlahan dia mendorong tubuhku hingga aku berbaring lagi. "Pelan-pelan saja, ya, Bu Ola. Tidak disangka kalau Anda akan begitu bersemangat bertemu dengan saya. Belum pernah, lho, ada pasien yang segitunya ketika saya datang untuk cek mereka ke kamar. Saya jadi terharu," guraunya, tidak peka terhadap situasi yang pada nyatanya bukan seperti yang dia pikirkan.
Aku merasa kasihan padanya yang sudah geer duluan.
Dengan diam-diam aku memelototi Angga, mengirim tatapan paling membunuhku ke arahnya. Akan tetapi usahaku gagal total ketika Ners Indah malah menatap kami secara bergantian. "Hm. Apakah semuanya baik-baik saja, Bu Ola?"
What? Dia baru saja memanggil aku siapa?
"Yeah, semuanya baik-baik saja." Aku menjawab sekenanya saat dia mulai memeriksa. Rasa kesal sedikit demi sedikit menjalar di dalam hati. Karena, dia pikir dia siapa seenaknya memanggilku Ba, Bu, Ba, Bu? Mentang-mentang dia terlihat lebih muda dariku, dia berhak memanggilku dengan sebutan itu? Apakah aku sudah kelihatan seperti ibu-ibu? Apa karena aku sedang mengandung makanya dia memanggilku ibu?
Haa?
"Baguslah kalau begitu." Dia menulis sesuatu di atas kertas yang dibawanya. "Syukurlah kondisi Anda juga sudah mulai membaik. Akan tetapi, tolong, tetap beristirahat, ya, Bu? Tidak boleh ada aktivitas yang intens. Tidak boleh ada yang menyebabkan stres. Tidak boleh ada hal-hal yang dapat menguras tenaga dalam bentuk apa pun selama perawatan. Selain tidak baik bagi Anda, hal itu juga dapat membahayakan bayinya. Bisa dimengerti, Pak Angga?" Dia kemudian menoleh pada Angga dan ... what? Apakah benar Ners tersebut dengan berani-beraninya baru saja mengedipkan mata pada Angga?
Haa?
Dan entah apa yang ada di dalam pikiran pria itu yang membuat dia memiliki keberanian untuk ikut-ikutan mengedipkan mata dan menyunggingkan sebuah senyum dari sudut bibirnya.
What the heck?!
Ners muda itu juga serta-merta terkikih-kikih lagi.
Apa yang mereka pikir sedang mereka lakukan di depanku, haaa?
Haaaaa?
"Okay, Ners." Aku yang menjawab dengan gigi yang terkatup. "Kami mengerti."
Si Ners sialan ini! Bisa-bisanya dia tidak bisa membaca situasi. "Oke. Saya akan memeriksa Anda lagi beberapa jam kemudian." Dia tersenyum padaku, memberikan senyuman yang lebih lebar lagi pada Angga, dan berbalik. "Oh!" Dia tiba-tiba saja terkesiap dengan imutnya. Aku tidak menyangka ada jenis ekspresi seperti itu di dunia ini. "Waah, apa itu cupcakes dari toko di jalan Gunawarman, Pak?" Ners Indah kini menunjuk ke kotak yang tadi kuletakkan di atas meja di sebelah tempat tidur.
Telingaku sekonyong-konyongnya tegak mengingat kotak yang tadi kutaruh dengan tak acuh di sana karena marah pada yang membawanya. Sekarang, setelah Ners Indah mengingatkanku kembali pada kehadiran dua belas buah cupcake yang lucu dan enak itu, setelah dia menampakkan ketertarikan pada isi kotak dan lebih lagi pada orang yang membawanya, air liurku langsung saja berkumpul di dalam mulut. Sebentar lagi akan menetes-netes ke luar. Tak hanya karena aku sudah bisa merasakan kelezatan dan rasa manis dari kue-kue itu, akan tetapi juga karena hasrat ingin membuat Ners di depanku ini cemburu.
Lihat saja. Siapa suruh menggoda Angga, ha? Siapa suruh memanggilku Ibu? Sekarang rasakan!
Aku mengunci pandanganku pada kotak itu. "Oh, my God! Aku lupa kalau tadi kamu bawain aku itu!" Aku menjerit excited dengan penuh kepalsuan dan menatap Angga dengan tatapan penuh rasa syukur yang sama palsunya.
Aku tahu Angga menyadari semua itu. Tentu saja dia masih bisa membaca ekspresiku dengan sangat baik. "Iya. Makanya kamu jangan ngambek-ngambek gak jelas dulu," jawab Angga sembari menggigit bibirnya. Entah dia mencoba untuk menahan sudut-sudut itu agar tidak berubah menjadi senyuman atau dia mengejek kecanduanku pada cupcake dan aktingku yang jelek.
Namun, aku tidak peduli. Terserahlah. Yang jelas, dia mengikuti apa yang aku lakukan. Kembali ber-aku-kamu ria. Aku kini hanya menginginkan kue mangkuk-kue mangkuk itu, sejak, kira-kira sepuluh detik yang lalu.
Aku menunggu kotak itu datang kepadaku, akan tetapi masih juga belum terjadi. Aku menunggu lebih lama lagi, akan tetapi kotak itu masih terperonggok di sana, di atas meja, tak bergerak mendekat sedikit pun.
Oh. My. God.
Kusilangkan tangan di depan dada. Saat yang dilakukan pria yang masih berdiri di samping tempat tidur itu hanya melihatku, aku berdeham. "Ehem. Itu cupcakes buat aku, kan?" Aku menyindir karena si beruang kutub pemarah ini masih belum juga mengerti kalau aku ingin makan kue mangkuk itu sekarang juga!
Ya, elah. Yang ada mata cowok itu malah melebar sebelum sebuah senyum melengkung dari pipi kiri ke pipi kanannya. "Oh! Iya, dong. Of course, of course. Aku belinya buat siapa lagi coba? Kamu mau makan sekarang?" Angga lantas berjalan untuk mengambil kotak itu.
Aku menyaksikan tubuhnya yang besar dan berotot bergerak begitu ... luwes untuk mengambil kotak paling berharga di seluruh dunia itu. Aku-
"Oke, kalau gitu saya permisi dulu, ya, Bu. Sampai jumpa sebentar lagi. Pak Angga."
Oh, my God! Kenapa dia masih ada di sini? Dan kenapa dia mengucapkan kalimat permisi itu dengan sangat ... flirty? Caranya menyebut nama Angga, ugh!
Aku tidak suka!
Betapa tidak profesionalnya Ners yang satu ini! Aku harus protes dan meminta perawat lain untuk membantuku. Siapa pun selain dia dan bokong genitnya itu.
Sejenak tadi aku lupa bahwa ada orang lain di ruangan itu selain aku dan hulk yang tengah membuka kotak yang sudah kembali ke pangkuanku lagi. Angga mungkin juga tidak ingat karena dia melirik perawat muda dan fresh itu dengan seulas senyum. "Okay. Thank you, Nurse."
Untuk apa sebenarnya dia mengucapkan terima kasih? Karena sudah menggodanya?
Aargh!
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
org hamil mah gitu,,, moodnya suka berubah2..
2023-01-13
1
💜Ϝιαℓσνα💜
namanya juga wanita,,, mau nya yaa ingin trs awet muda lah
2023-01-13
1
Cintah517
Eh ladalah itu si ners nya kecentilan pake bokongnya di pamerkan segala 🤣🤣
2023-01-13
0