Nayra yang dipeluk hanya diam tanpa bisa berkata. Tak pernah sekalipun mereka bersikap baik padanya.
"Nayra, kami sangat merindukanmu. Kenapa kamu menikah tidak undang Paman dan Bibi?" Bibi Ranny menampakkan wajah sedihnya juga kecewa. Kenapa keponakannya ini tega sekali tidak mengundang mereka di hari bahagianya.
"Maaf, Paman, Bibi, bukan maksud Nayra tak mau mengundang kalian. Tapi bukankah kalian yang bilang sendiri kalau kalian sudah tidak memperdulikan aku—"
"Sssttt, Nayra. Kamu bicara apa. Kamu ini selalu berpikiran negatif dengan Paman dan Bibi mu sendiri. Kamu ini adalah keponakan Bibi, Bibi sangat menyayangi mu juga pada Alvin," katanya dibuat sungguh-sungguh.
Nayra mencium aroma-aroma kebohongan. Dari raut wajah keduanya seperti tersimpan maksud terselubung.
"Oh ya, Nayra. Apa kamu tahu saat ini usaha Pamanmu sedang sepi. Sepertinya kalah saing dengan mereka yang mampu mempercantik tempat. Bahkan menu yang mereka tawarkan beraneka macam ragam, sedangkan Pamanmu hanya bisa menjual menu yang itu-itu saja. Kamu tahu sendiri, untuk—"
"Bibi mau minta uang padaku?" potongnya cepat. Kini Nayra tahu bahwa Paman dan Bibinya sengaja mendatanginya hanya untuk meminta bantuan secara materi.
"Bukan meminta, Nayra. Jika kamu mau meminjamkan sejumlah uang pada kami, kami sungguh berterima kasih." Bibi Ranny tersenyum dan tak melepaskan genggaman tangannya. Ia berharap banyak pada keponakannya yang kini menikah dengan pria kaya.
"Hm, Nayra. Paman tidak tahu mau meminta bantuan dengan siapa lagi jika bukan padamu. Karna kamu adalah keponakan Paman yang nasibnya sedang baik."
Cih.
Nayra membuang muka. Ia teringat pada dulu saat tak ada keluarga terdekatnya yang mau membantunya saat kesusahan dulu. Ia pernah tak punya uang sama sekali, untuk beli makan pun bingung harus meminta kepada siapa. Bahkan tetangga lah yang selalu membantunya sedangkan keluarganya tak ada yang mau menolongnya sama sekali.
"Dulu saat aku kesusahan, kalian ada di mana? Kalian semua berlomba-lomba menutup mata dan telinga kalian. Sedangkan hati kalian sudah tertutup lama."
Ingin rasanya Nayra berteriak, tapi ia tahan karna menghormati mereka yang lebih tua.
"Baiklah. Nanti akan Nayra transfer. Kirimkan saja nomer rekening Paman."
Setelah Nayra menjanjikan kirim uang, mereka pun tersenyum sumringah. Sebelum mereka pulang, Bibi Ranny memeluknya sekali lagi. Pelukan palsu yang ia rasakan. Tapi Nayra seperti bahagia menerima pelukan itu.
Sebuah mobil merah terlihat memasuki halaman rumah. Mobil itu sudah sangat familiar karna sudah sering datang ke rumah itu. Seorang wanita cantik dan seksi turun dari mobil itu. Hari ini ia mengenakan sebuah dress pendek selutut berwarna coklat. Rambut panjang lurus berwarna hitam sengaja ia gerai. Polesan make up yang tipis ditambah anting panjangnya membuat penampilannya terlihat berkelas nan anggun.
Ia tersenyum menyapa para pelayan yang sudah sering melihat wajahnya.
"Nona Stella, apa kabar?" Mereka tak segan mengajak bicara nona cantik dihadapannya. Stella memang terkenal ramah. Dia mampu berbaur dengan seluruh pelayan di rumah.
"Baik. Aku ingin menemui Erland. Ada dimana dia sekarang?"
Pelayan mengatakan bahwa Erland ada di kamarnya. Dengan langkah percaya dirinya, ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas.
"Nona, kamar tuan Erland ada di bawah," ucap pelayan memberitahu. Sejak Erland dinyatakan lumpuh, kamarnya pun berpindah jadi di bawah untuk mempermudah Erland yang memakai kursi roda.
"Oh, sorry. Aku tidak tahu."
Tanpa mengetuk pintu, Stella langsung membuka pintu kamar Erland. Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Nayra yang sedang menyuapi Erland.
Erland yang melihat kedatangan Stella langsung menghentikan makannya. Wanita cantik yang mengisi separuh hatinya, kini tersenyum berjalan kearahnya.
"Bagaimana keadaanmu, Erland?" Nayra yang sadar diri beranjak bangun memberikan tempat duduknya pada Stella.
"Mau apa kamu kemari?" Pria itu tak mau berlama-lama menatap Stella. Ia masih merasa kecewa besar terhadap mantan tunangannya itu yang telah memilih menikah dengan pria lain. Cintanya tidak tulus, melihat Erland yang sudah lumpuh.
"Aku hanya ingin melihat istrimu. Selamat ya atas pernikahan kalian." Stella melirik Nayra yang hanya bisa menunduk.
"Pelayan! Pelayan!" teriak Erland. Satu persatu pelayan datang karna panggilan tuannya.
"Iya, Tuan." Dua pelayan datang bersamaan. Mereka saling pandang satu sama lain.
"Usir wanita ini, cepat!" perintahnya.
Matanya membulat mendengar perintah kepada pelayannya untuk mengusirnya. "Erland!" Stella terkejut dengan sikap Erland.
"Usir, cepat! Apa kalian mau aku pecat?" Kedua pelayan itu masing-masing memegangi tangan Stella. Wanita itu jelas memberontak. Tak terima dengan perlakuannya yang menganggapnya seperti maling.
"Lepas! Aku bisa pergi sendiri!" Sebelum ia berlalu pergi, ia menatap Erland dengan kesal. "Erland, kamu bahkan lupa pernah mencintaiku dan aku yakin kamu belum bisa melupakan aku," ucap Stella penuh yakin.
Suara heels menggema di ruang kamarnya, Stella pergi bersamaan rasa kecewanya.
"Pergi kalian!" usirnya kemudian.
Nayra membeku, ia ketakutan dengan Erland.
CRANNGGGG!!!!
Baru saja hatinya tenang karna Stella sudah pergi. Tapi Erland akhirnya berulah kembali. Ia melemparkan piring yang masih berisi makanan itu ke lantai. Kekesalannya belum usai, ia masih tidak terima Stella mengkhianatinya.
Nayra dengan sabar membersihkan pecahan piring itu. Tanpa mau melihat ke arah Erland.
Pria lumpuh itu memandangi Nayra. Sekarang Nayra tak lagi memakai baju pelayan. Ia sekarang memakai baju bebas. Hanya pakai kaos dan celana panjang. Sangat sederhana tapi ia terlihat manis dengan rambutnya yang dikuncir satu. Memang sangat cupu, tapi Erland suka melihatnya.
"Tinggalkan aku sendiri!"
Nayra mengangkat kepalanya menatap Erland. "Baik, Tuan."
Setelah membersihkan pecahan piring itu, dia lantas keluar dan menutup pintunya. Tapi Nayra tetap berada di dekatnya. Ia berdiri di depan pintu untuk berjaga-jaga.
Malam pun tiba. Rhianna menyuruh putra dan menantunya untuk makan malam bersama di meja makan.
"Erland, Mama dengar tadi dari pelayan kalau Stella datang ke sini menemui mu, apa benar?" Sejak Erland mengalami kelumpuhan, tanggung jawab mengurus perusahaan menjadi Rhianna yang handle. Jadi dia sekarang disibukkan di kantor bukan di rumah.
"Iya, Ma."
Rhianna menghembuskan napasnya kasar. Sejak Stella memutuskan untuk menikah dengan pria lain dan meninggalkan Erland, Rhianna sudah tidak respect dengan Stella. Ia kecewa karna Stella tega meninggalkan putranya.
"Mama sudah mengatakan pada pak satpam, jika dia datang lagi ke sini jangan dikasih masuk. Mama tidak sudi ya menerima tamu tidak punya hati seperti dia!"
Nayra hanya diam menyimak percakapan anak dan ibu tersebut. Ia tahu kalau Stella adalah mantan tunangan Erland. Jika dibandingkan dengan Stella, jelas Nayra kalah saing secara fisik.
"Nayra, kenapa melamun? Ayo nasinya ditambah." Nayra sedang membayangkan sosok Stella yang cantik, ia begitu iri dengan wanita sepertinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sry Rahayu
jangan disesali kepergian Stella.. sekarang istri mu jauh lebih baik erland
2023-01-06
0
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Stella cantik secara fisik tapi hatinya tidak
2023-01-06
0