MENJAGA JARAK

"Ck!" Angga berdecak, saat tangannya tak sengaja menyenggol bingkai foto yang berisi fotonya bersama Reina di atas meja kerja. Bingkai foto itu jatuh ke lantai dan kacanya langsung pecah.

"Payah!" Gumam Angga merutuki kecerobohannya sendiri. Segera pria itu memungut bingkai foto yang sudah pecah tadi, lalu mengambil fotonya bersama Reina.

"Hubunganmu dengan Reina sebenarnya sudah sejauh mana, Angga?" Tanya Mama Sita suatu hari pada Angga.

"Kami berpacaran sewajarnya, Ma!"

"Sewajarnya? Tapi kalian seeing di apartemen berdua saja! Jangan kamu pikir mama tidak tahu!" Sergah Mama Sita dengan suara yang sudah neninggi.

"Kami hanya ngobrol di apartemen," ujar Angga lagi beralasan. Angga tahu kalau pikiran Mama Sita pastilah sudah lari kemana-mana sekarang.

"Kalian belum sah menjadi suami istri, Angga! Jangan melakukan perbuatan macam-macam!" Mama Sita memperingatkan Angga dengan tegas.

"Tidak, Ma! Kami hanya ngobrol dan makan bersama di apartemen. Tidak berbuat macam-macam!" Kilah Angga sekali lagi.

"Mama pegang omongan kamu!"

Angga memijit pelipisnya saat kata-kata peringatan dari Mama Sita kembali berkelebat di benaknya. Pikiran pria dua puluh delapan tahun itu lalu ganti melayang ke beberapa kejadian di apartemen antara dirinya dan Reina, sebelum akhirnya Angga mulai menjaga jarak dari pacarnya itu.

"Sudah!" Gumam Angga seraya melepaskan pagutannya pada Reina.

"Satu kali lagi!" Rayu Reina yang masih mengalungkan kedua lengannya di leher Angga.

"Aku tidak mau kita kebablasan, Rei!" Angga menatap tegas pada gadis di hadapannya tersebut.

"Kalau kebablasan kenapa? Bukankah kita kekasih dan pada akhirnya kita akan menikah!"

"Atau kita sengaja saja agar kita bisa cepat menikah!" Usul Reina tiba-tiba.

"Iel akan langsung membunuhku!" Decak Angga yang malah membuat Reina tergelak.

"Jangan berlebihan begitu! Abang Iel tak sekejam itu!" Reina menangkup wajah Angga dengan gemas, lalu kembali meletakkan bibirnya di bibir Angga.

"Rei, sudah!" Angga segera mencegah sebelum Reina berbuat lebih jauh. Meskipun tak bisa dipungkiri, kalau Angga juga menikmatinya!

Angga pria normal, oke!

"Kau bawa concealer?" Tanya Angga sembari mengusap tanda kemerahan di pundak Reina, hasil dari perbuatannya.

"Tidak terlalu kentara. Tertutup blazer juga," jawab Reina santai.

"Sebaiknya ditutupi, Rei! Jangan membuat skandal!" Angga akhirnya meraih tas Reina dan mencari concealer di dalam sana.

"Skandal?" Reina tergelak dengan kalimat Angga yang berlebihan.

"Kita sudah sama-sama dewasa, oke!" Ujar Reina lagi disela-sela gelak tawanya.

"Tetap saja,hal seperti ini tudak dibenarkan!" Sergah Angga yang sudah mulai mengoleskan concealer ke pundak Reina, demi menutupi jejak perbuatan mesumnya.

"Tidak dibenarkan,tapi kau melakukannya!" Cibir Reina kemudian dan Angga hanya meringis.

"Anggap saja sedang dalam mode nakal!" Angga mencari pembenaran dan Reina kembali tergelak.

Tok tok tok!

Angga terlonjak saat mendengar ketukan di pintu ruangannya. Lamunan Angga seketika menjadi buyar, dan pria itu lekas memasukkan fotonya bersama Reina ke dalam laci meja kerja. Bingkai yang tadi pecah juga sudah Angga buang ke tempat sampah.

"Masuk!" Ucap Angga lantang pada seseorang yang tadi mengetuk pintu ruangannya.

"Selamat pagi, Pak!" Sapa seorang pria berkemeja rapi yang wajahnya langsung bisa Angga kenali.

Mereka sudah bertemu beberapa hari lalu saat interview.

"Diftha! Masuklah!" Titah Angga yang langsung membuat Diftha mengulas senyum dan melangkah masuk ke dalam ruangan Angga.

"Pagi, Pak!" Sapa Diftha sekali lagi.

"Pagi. Silahkan duduk!" Angga mempersilahkan Diftha untuk duduk di hadapannya.

"Saya mulai bekerja hari ini, Pak?" Tanya Diftha selanjutnya pada Angga yang terlihat membuka beberapa map.

"Ya!" Angga mengangsurkan beberapa map tadi ke tangan Angga.

"Meja kerjamu ada di depan ruanganku!" Angga lalu bangkit dari duduknya.

"Ayo aku tunjukkan!" Ujar Angga lagi serata melangkah ke arah pintu. Sementara Diftha langsung sigap mengekori atasannya tersebut dan keduanya keluar dari ruangan.

"Ini dia!" Angga menunjukkan meja kerja Diftha, lalu asisten barunya terswbut langsung mengangguk paham.

"Baik, Pak! Saya mengerti," ujar Diftha setelah Angga menjelaskan beberapa hal mengenai pekerjaannya.

"Jangan segan untuk bertanya jika nanti kau menemui kendala atau kesulitan, Diftha!" Pesan Angga sebelum pria itu kembali masuk ke ruangannya.

"Siap, Pak Angga!" Jawab Diftha seraya mengangguk.

Diftha lalu segera mendaratkan nokongnya di kursi kerja, dan matanya fokus menatap layar monitor. Pria itu mulai melakukan pekerjaannya dengan teliti dan hati-hati, saat mendadak sebuah suara membuat Diftha terkejut.

"Sudah bertemu Angga, Dift?" Tanya Reina sembari menumpukan kedua tangannya di atas layar monitor Diftha.

"Hai!" Bukannya menjawab pertanyaan Reina, Diftha malah melambaikan tangan pada gadis di depannya tersebut.

"Kau sudah bertemu Angga? Kenapa malah duduk disini?" Reina mengulangi pertanyaannya pada Diftha.

"Iya, ini meja kerjaku yang baru mulai sekarang!" Jawab Diftha pamer.

"Meja kerja baru? Maksudnya, kau asisten Angga sekarang?" Tebak Reina menerka-nerka. Tapi meja yang kini dutempati Diftha memanglah meja untuk asisten Angga.

"Asisten merangkap sekretaris!" Diftha mengoreksi dengan cepat.

"Ya ampun!" Reina geleng-geleng kepala, lalu menyalami teman lamanya tersebut.

"Selamat!" Ucap Reina seraya tersenyum tulus.

"Terima kasih!"

"Aku senang kita bekerja di kantor yang sama sekarang," ucap Diftha selanjutnya seraya menatap penuh arti ke dalam wajah Reina.

"Ya!"

"Bisakah kau lepaskan tanganku sekarang?" Reina mengendikkan dagu ke arah tangannya yang terus saja dijabat oleh Diftha.

Sedikit lebay memang!

"Ups!" Diftha terkekeh, lalu segera melepaskan tangan Reina.

"Ngomong-ngomong, kau kesini mau menemuiku?" Diftha mengganti topik pembicaraan.

"Bukan!"

"Mau bertemu Angga!" Jawab Reina seraya menunjukkan map di tangannya. Diftha sontak membulatkan bibirnya.

Disaat bersamaan, pintu ruangan Angga sudah terbuka, dan Angga sedikit terkejut mendapati Reina yang sudah berada di depan ruangannya.

"Kau sudah datang, Rei?" Sapa Angga datar.

"Ya!" Reina ikut berekspresi datar sembari berjalan menghampiri Angga.

"Oh, ya! Kau sudah bertemu asisten baruku?" Angga kembali berbasa-basi pada Reina.

"Maksudmu Diftha? Kebetulan kami teman lama, dan tadi aku sudah bertemu serta mengobrol dengannya," jawab Reina yang langsung diiyakan oleh Diftha.

"Begitu, ya!" Angga hanya mengangguk, lalu kembali masuk ke ruangannya, diikuti oleh Reina yang langsung menutup pintu.

"Padahal aku sudah mengirimkan laporannya ke emailmu!" Sungut Reina seraya meletakkan map yang tadi ia bawa ke atas meja dengan sedikit kasar.

"Kau masih marah?" Tanya Angga yang langsung membuat Reina berdecak.

"Apa kau masih harus bertanya?" Jawab Reina emosi.

"Aku minta maaf!" Angga merengkuh kedua pundak Reina, lalu memeluk kekasihnya tersebut.

"Aku minta maaf!" Ulang Angga sekali lagi.

"Sikapmu berubah belakangan ini!" Reina mengungkapkan uneg-unegnya pada Angga.

"Aku banyak pekerjaan," ujar Angga beralasan.

"Sejak dulu pekerjaanmu memang banyak! Tapi baru belakangan ini saja sikapmu seperti dingin kepadaku!" Reina meraih tisu dari atas meja, lalu menyeka air mata yang menggenang di pelupuk matanya dengan hati-hati agar tak merusak riasan matanya.

"Aku tidak bersikap dingin!" Angga berkilah dengan cepat.

"Tapi kau berubah, Angga!"

"Kau juga tak menghubungiku beberapa hari kemarin atau berusaha minta maaf dan memperbaiki pertengkaran kita tempo hari!"

"Kau seperti menghilang ditelan bumi!" Ungkap Reina lagi mengeluarkan segala keluh kesahnya.

"Iya, aku salah!"

"Aku minta maaf!" Ucap Angga dengan raut penuh penyesalan.

"Apa kau mulai jenuh dengan hubungan kita? Kau bisa menjawabnya dengan jujur!" Tanya Reina tiba-tiba setelah keheningan untuk beberapa saat.

"Aku bukannya jenuh, Rei!"

"Aku hanya merasa kalau kita perlu menjaga jarak dulu-" Angga menjeda kalimatnya sejenak, karena tatapan Reina yang langsung berubah.

"Setidaknya sampai ada kejelasan dari hubungan Iel dan Rossie!" Lanjut Angga akhirnya yang langsung ditanggapi Reina dengan tatapan tak percaya.

"Baiklah!"

"Terserah kau saja!" Pungkas Reina jengah seraya berbalik dan berjalan cepat ke arah pintu keluar.

"Rei!" Panggil Angga saat Reina hampir mencapai pintu keluar. Gadis itu hanya menghentikan langkahnya tanpa menoleh, berharap Angga menghampirinya sekarang, lalu mendekap tubuhnya dan mengatakan kalau tadi ia hanya salah bicara.

Namun sepertinya itu hanya angan-angan Reina semata, karena Reina sama sekali tak merasakan Angga yang beranjak dari tempatnya.

Seabai itukah Angga sekarang?

Why?

"Sekali lagi aku minta maaf!" Ucap Angga penuh penyesalan.

Tak ada tanggapan dari Reina dan gadis itu memilih untuk melanjutkan langkahnya, lalu keluar dari ruangan Angga.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Terpopuler

Comments

keke global

keke global

Reina Bun

2023-01-04

0

keke global

keke global

ini kelak bisa bikin salah paham... berarti biang keroknya Fairel iki

2023-01-04

0

Elisa Damayanti

Elisa Damayanti

peluang untuk berpaling buat Reyna....

2023-01-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!