Episode 03

Ku hela napas sedalam mungkin saat mengingat pembicaraan ku dengan Caesar kemarin sore. Pria itu sangat keras kepala dan sulit dihadapi. Aku hampir kewalahan menghadapinya, tapi untunglah dia setuju untuk mengakhiri kontrak kami. Meski aku sedikit curiga dengan keputusannya yang menyerah begitu saja setelah berdebat panjang denganku.

Ku senderkan tubuhku pada kursi taman di halaman rumah sakit, menengadahkan kepalaku menatap birunya langit pagi ini. Udaranya yang menyejukkan juga membuat rasa lelahku sedikit berkurang.

"Uy Ifi!" Teriak Dara dengan suara khasnya yang familiar di telingaku, membuatku menoleh ke arah kedatangannya. Dengan terburu-buru anak itu berlari mendekatiku.

Ku lihat dia sudah mengernyitkan keningnya sebelum menggeser tubuhku yang tengah duduk di tengah-tengah kursi. Membuat ruang kosong di sisi kiriku terisi oleh tubuhnya.

"Sekarang ceritakan padaku! Kenapa kau bisa mengalami kecelakaan seperti itu?" Tuturnya kemudian sambil melirik tangan kananku sekilas.

"Ah ini, coba ku ingat-ingat lagi. Kemarin ... aku pergi ke tempat janjian untuk bertemu dengan si Galen yang menghubungimu untuk bertemu denganku ...," Tuturku mulai menjelaskan sambil mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

"Terus?"

"Saat aku sampai di tempat janjian dan menunggunya cukup lama, dia menghubungiku dan meminta maaf karena tidak bisa bertemu. Lalu aku yang kesal, merasa dipermainkan langsung pergi dari sana. Ya intinya saat aku akan menyebrang aku terserempet mobil dan terjatuh, jadilah tanganku seperti ini." Jelasku sambil menunjukan tangan kananku yang masih mengenakan arm sling.

"Gila! Aku pikir kalian jadi bertemu, dan lagi kenapa kamu begitu ceroboh." Ucapnya sebelum menghela napas dan mengambil posisi duduk nyaman dengan menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi taman yang didudukinya.

Dara, bagitulah aku memanggil perempuan dihadapanku. Gadis ini bukan teman dekatku dia hanya anak tetangga yang sering bermain dengan nenek ketika aku tidak di rumah. Usianya tiga tahun lebih muda dariku, meski begitu dia memperlakukanku seperti orang seumurannya.

Kami menjadi dekat setelah orang tuaku bercerai, lalu berkat anak ini aku juga bisa bekerja dengan tenang saat meninggalkan nenek di rumah.

"Bagaimana kondisi nenek?" Tanyaku kembali angkat bicara membuatnya menoleh sekilas kearah ku.

"Dokter bilang nenek bisa pulang besok lusa."

"Benarkah? Syukurlah, ku harap untuk kedepannya nenek selalu sehat dan tidak perlu kembali lagi ke rumah sakit." Tuturku merasa lega bersamaan dengan hembusan angin yang begitu lembut menyapa kulit wajahku.

"Ya kamu benar," gumamnya sambil tersenyum lebar padaku, membuatku bingung saat melihat ekspresinya itu. Seolah-olah ada makna tersirat dalam senyumannya itu. Dan aku tidak bisa menebaknya.

"Kenapa?" Tanyaku kemudian, tidak ingin bersusah payah memahami makna senyumannya itu.

"Setelah nenek kembali sehat, dia pasti akan mengoceh dua kali lipat padamu. Memintamu untuk segera menikah, dan kamu harus menjaga nenek mu agar tetap sehat, jika tidak dia akan kembali lagi ke tempat ini." Jelasnya membuatku sedikit bergidik saat mendengar ocehan nenek akan menjadi dua kali lipat lebih berisik saat nenek dalam keadaan sehat.

"Kau benar."

"Tenang, aku pasti akan membantumu mengumpulkan kandidat calon suamimu yang paling oke dan tidak akan pernah mengkhianati mu. Percayakan semuanya padaku." Lanjutnya membuatku sedikit terkejut, apalagi saat Dara bergegas mengeluarkan ponsel dalam saku pakaiannya.

Dengan asik dia mulai memaikan ponselnya, entah apa yang sedang dia lakukan.

"Lihat ini! Bagaimana dengan orang ini?" Ucapnya beberapa saat kemudian sambil memperlihatkan foto seorang pria dari sosmednya.

Ku kernyitkan keningku melihat kelakuannya saat ini. Bagaimana bisa dia begitu bersemangat memperkenalkan para pria yang dia kenal dari sosial medianya dengan memperlihatkan semua foto-fotonya padaku?

"Lody 28 tahun tingginya 172 cm, pekerjaannya asisten manager. Wajahnya juga oke, kepribadiannya ... sejauh yang aku tau baik dan—" Tuturnya segera ku potong ucapannya saat merasakan sakit di telingaku, apalagi saat melihat ekspresinya.

"Cukup!" Seruku sebelum menghela napas letih, "dengar! Berhentilah mendesak ku untuk melakukan kencan buta seperti yang nenek inginkan. Aku benar-benar tidak menginginkannya." Lanjutku berusaha berbicara sebaik mungkin, berharap Dara mau mengerti. Tapi dari ekspresi yang dia tunjukan, sepertinya dia tidak memperdulikan perkataan ku. Buktinya anak ini malah melanjutkan penjelasannya dan menunjukan foto pria lainnya bersama deskripsi mengenai pria itu padaku.

"Dara!" Seru ku sedikit menaikan nada bicaraku, membuatnya menatapku sedih?

"Kamu tau Ifi?" Ucapnya sambil memasukan kembali ponselnya ke dalam saku pakaiannya sebelum melanjutkan ucapannya, masih dengan tatapan sedihnya.

"Usiamu tahun ini 27 tahun. Kondisi nenek juga tidak baik, kamu sendiri tau kan, tahun ini nenek sudah berapa kali keluar masuk rumah sakit? Dokter juga bilang kita harus menjaga kondisi nenek dengan baik, salah satunya jangan membuat nenek banyak pikiran. Dan menurutmu salah siapa nenek jadi banyak pikiran?" Lanjutnya membuatku mengeratkan kepalan tangan kiriku, merasa kesal dengan ucapannya yang mengena di hatiku, lebih kesal lagi pada diriku sendiri karena akulah penyebab nenek banyak pikiran.

"Aku tau, tapi ...," gumamku merasakan suaraku bergetar saat mengingat kejadian buruk setengah tahun yang lalu. Wajah bajingan itu juga berkelebat cepat dalam ingatanku, setelah dia datang meminta ganti rugi, tak lama dia menikah dengan Gina.

Si brengsek itu menikah dengan uang yang ku berikan untuknya. Pria gila!

"Aku juga tau kamu masih belum bisa move on dari kejadian di masa lalu. Sekarang waktu yang baru kamu lalui untuk move on baru setengah tahun, hubunganmu dengan si brengsek itu juga tidak sebentar. Jadi aku tau kamu masih butuh waktu. Tapi Ifi, kamu juga berhak bahagia. Cobalah untuk membuka hatimu perlahan-lahan untuk orang lain, lupakan si brengsek itu. Singkirkan jauh-jauh namanya dari dalam hatimu." Lanjutnya panjang lebar membuatku menghela napas berat.

Semua perkataannya benar, tak ada yang salah sedikitpun. Hubunganku dengan Vino tidak berjalan dalam hitungan bulan. Cukup lama kami berhubungan hingga memutuskan untuk bertunangan, lalu dalam hitungan menit aku memutuskan untuk membatalkan pernikahan setelah memergokinya bermain gila.

Memikirkan bagaimana bisa pria itu melakukan hal sejahat itu tanpa memikirkan perasaanku saja sudah membuat hatiku tersayat-sayat. Rasanya sangat sakit dan sesak. Karenanya aku mengalami hari yang cukup berat selama satu bulan pertama setelah mendengar dia menikah dengan Gina.

Mencoba untuk kembali membuka hati? Setelah mendapat pengkhianatan seberat itu? Bagaimana caranya?

"Ngomong-ngomong Ifi, kapan ibumu berkunjung?" Suara Dara mengejutkanku.

"Hah apa?"

"Ibumu kapan berkunjung?" Tanyanya lagi, kali ini sambil mencubit pipiku dengan gemas karena aku tidak memperhatikan ucapannya.

"Ugh, tidak tau." Jawabku segera melepaskan tangannya dari wajahku.

"Dia tidak menghubungimu?"

"Tidak ...," jawabku singkat, tak ingin membahas soal Ibu. Karena saat membahas Ibu, aku jadi teringat dengan perselingkuhan ayah yang membuat kedua orang tuaku bercerai.

Kalau harus diingat-ingat, saat itu usiaku baru 10 tahun.

.

.

.

To be continued...

Terpopuler

Comments

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

lanjut terus
semangat ya💪💪

2023-06-12

0

𝐋𝐀💤𝐘

𝐋𝐀💤𝐘

Peluk jauh Lifi

2023-06-04

0

𝐋𝐀💤𝐘

𝐋𝐀💤𝐘

kelewat antusias ini mah😭

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!