ORANG KETIGA

ORANG KETIGA

Prolog

"Berapa lama saya bisa sembuh total dok?" Tanyaku setelah memperhatikan gips tangan kananku.

"Sekitar dua sampai tiga bulan paling lama, saya sarankan supaya anda beristirahat dengan benar." Jawab pria tua itu sambil menuliskan resep obat untuk ku.

Setelah menerima resep obat itu, aku langsung pergi menuju ruang rawat nenek sebelum menebus obatku.

"Sial, kalau saja aku tidak mendengarkan perkataan nenek. Mungkin tangan berhargaku masih baik-baik saja sekarang." Gerutuku sambil menyibak rambutku frustrasi saat mengingat ocehan nenek pagi ini.

Nenek memintaku untuk berhenti bekerja dan pergi kencan buta dengan pria asing yang dikenal melalui aplikasi cari jodoh. Iya, nenek meminta Dara untuk memasang fotoku di aplikasi itu, tak berhenti disitu, nenek juga meminta Dara untuk menyebar fotoku di sosial medianya dan mengenalkanku pada teman-teman prianya yang sudah cukup umur untuk menikah.

Dan hari ini, setelah banyaknya penolakanku untuk bertemu dengan semua pria itu. Aku memutuskan untuk pergi menemui salah satu pria yang dikenalkan Dara, tentu saja aku pergi dengan paksaan nenek yang mengancam mogok makan. Aku mana mau pergi suka rela untuk menemui seorang pria setelah kejadian hari itu.

Tapi bukannya bertemu dengan pria itu, aku malah mendapatkan pesan permintaan maaf dari pria itu karena dia tidak bisa menemuiku, lalu terjadilah kecelakaan yang membuat tangan kananku harus di gips.

Bisa gila lama-lama aku.

"Memikirkannya saja sudah membuatku jengkel, bisa-bisanya Dara mengindahkan perintah nenek untuk menyebarkan fotoku di sosial media. Lalu pria itu, awas saja kalau aku bertemu dengannya!" Ocehku masih berjalan dilorong rumah sakit menuju kamar inap nenek.

Ku lihat suasana rumah sakit sore ini cukup ramai pengunjung. Dan mataku menangkap pemandangan yang mencuri perhatianku, aku melihat seorang pria tengah menangis keluar dari sebuah ruangan bersama beberapa perawat dan pasien wanita yang diangkut menggunakan brankar. Pemandangan yang sering terjadi di rumah sakit, Minggu kemarin pun aku mengalaminya. Saat kondisi nenek memburuk, aku terburu-buru mengekori para perawat yang membawa nenek menuju ruang ICU. Dan sepertinya, kali ini pria itu yang mengalami perasaan panik dan takut kehilangan sepertiku.

"Semoga wanita itu cepat membaik." Gumamku merasa iba pada sosok asing itu. Apalagi saat melihat penampilannya yang cukup kacau mengikuti gerombolan perawat dan pasien yang bersama mereka.

Setelah cukup lama berjalan menyusuri koridor rumah sakit, akhirnya aku sampai di depan kamar inap nenek. Dengan malas ku tarik napas sedalam mungkin sebelum masuk ke dalam ruangan itu, mengumpulkan seluruh keberanianku untuk menghadapi nenek.

Setelah dirasa cukup, dengan cepat tangan kiriku meraih daun pintu dan membukanya selebar mungkin supaya tubuhku bisa melewatinya dengan leluasa.

"Kau sudah da—tang? Ada apa dengan tanganmu?" Suara serak Dara sedikit terjeda bersamaan dengan tangan kiriku yang sudah menutup pintu ruang inap nenek.

"Apa yang terjadi?" Lanjut Nenek terlihat begitu terkejut.

"Bukan apa-apa ... apa ini? Bukannya nenek berencana mogok makan?" Jawabku melirik sekilas pada Dara yang tengah menyuapi nenek, sepertinya anak itu habis menggosip tentangku lagi dengan nenek.

Hubungannya dengan nenek juga terlihat lebih baik daripada hubunganku dengan nenek. Entah siapa cucunya disini? Kemudian ku alihkan pandanganku pada nenek yang tampak terkejut dengan ucapanku beberapa detik lalu.

"Padahal pagi ini mengoceh akan mogok makan kalau aku tidak datang bersama pria itu. Tapi pada akhirnya nenek makan juga, lapar ya?" Lanjutku sambil memberikan senyuman mengejek.

"Anak ini!" Serunya terlihat kesal dengan kerutan di keningnya.

"Apa? Aku benar kan?"

"Kau memang pandai membuat nenek kesal ya?"

"Sudahlah nek, Kitakan sama-sama tau watak anak ini. Jangan pedulikan dia." Sergah Dara bersiap menyuapi nenek, namun nenek menolaknya.

"Jangan pedulikan bagaimana? Lihatlah umur anak itu sekarang, aku tidak bisa tidak memperdulikannya disaat adiknya sudah menikah dan memiliki keluarga kecil. Sedangkan dia? Masih saja sibuk dengan pekerjaannya yang tidak berguna itu." Gerutu nenek lebih kesal daripada biasanya.

"Asal nenek tau ya, pekerjaan yang tidak berguna kata nenek itu menghasilkan lebih banyak uang dari yang nenek kira." Gumamku mencoba menahan rasa kesalku yang terus mendapatkan perbandingan antara aku dan adik ku dari nenek.

Ya, lagipula siapapun tidak akan suka jika terus-menerus dibanding-bandingkan dengan adiknya, apalagi dengan orang lain.

"Apa gunanya membuat banyak baju pengantin jika yang membuatnya saja belum menikah."

"Ah benar-benar deh ...," geramku segera membuang muka dan mendapati Dara yang sudah tersenyum canggung kepadaku. Ekspresinya juga mengatakan untuk bersabar padaku.

***

Salahku, harusnya aku tidak pergi menjenguk nenek. Batinku merasa dongkol di tengah perjalanan menebus obatku.

Aku langsung pergi setelah cukup menerima ocehan nenek, "rasanya hari ini nenek lebih bawel dari biasanya."

Aku juga tidak bisa mengabaikan keinginan nenek untuk melihatku menikah dengan orang yang ku cintai. Apalagi setelah melihat kondisi nenek yang lebih sering keluar masuk rumah sakit, aku jadi berpikir mungkin itu harapan terakhirnya sebelum nenek pergi meninggalkanku. Memikirkannya sudah membuatku sedih. Apalagi aku sudah tinggal bersama nenek cucup lama karena kedua orang tuaku berpisah.

Mungkin nenek merasa khawatir kalau aku bisa tinggal sendiri setelah nenek tiada, makanya nenek terus mendesak ku untuk menikah. Seolah-olah nenek tau waktu hidupnya sudah tidak lama lagi, sehingga dia tidak punya waktu untuk memikirkan perasaanku. Apakah aku trauma dengan kegagalan pernikahanku atau tidak?

6 bulan lalu aku sempat hampir menikah dengan seorang pria yang ku pikir aku sangat mencintainya, namun gagal karena aku memergokinya tengah berselingkuh dengan perempuan lain, yang tidak lain adalah sahabatku sendiri.

Jika harus mengingat keputusanku untuk membatalkan pernikahan itu, mungkin karena aku melihatnya tengah bermain gila bersama perempuan itu di rumahnya. Yang lebih parahnya, pria itu malah melindungi sahabat ku daripada calon istrinya sendiri. Lalu bukannya berhenti, orang gila itu malah melanjutkan permainannya tepat didepan kedua mataku.

Besoknya dia datang ke rumahku dan meminta ganti rugi karena keputusanku yang tiba-tiba membatalkan pernikahan dengannya. Memang tidak punya otak!

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tidak menikah. Dan aku tidak mengatakannya pada nenek karena takut dengan reaksinya. Meski samar, mimpi buruk itu juga terus menghantuiku. Apalagi saat mereka melakukan hal gila, "kenapa harus ingatan itu yang paling membekas di kepalaku? Sial!"

Dan kenapa pula dia harus berselingkuh dengan sahabatku sendiri?

"Nona Lifia!" Suara apoteker membuatku bergegas menghampirinya.

Setelah mendapatkan obatku, aku memutuskan untuk kembali ke butik kecil milik ku. Begitulah rencanaku sebelum menerima panggilan dari Caesar.

Dengan malas ku angkat telpon masuk darinya, "Lifi sayang? Kamu di mana?" Tanyanya membuatku geli. Apalagi saat mengingat hubungan tidak serius ku dengan pria yang menelponku saat ini.

Kami tidak sengaja bertemu disebuah kafe, lalu aku melihat pemandangan memalukan saat pria itu ditampar oleh kekasihnya di depan semua orang, alasannya karena pria itu menghajar selingkuhan kekasihnya. Nasibnya sama denganku kan? Meski tidak semengenaskan diriku.

Aku yang merasa kasihan padanya memutuskan untuk mendekatinya, menawarkan balas dendam kekanakan padanya. Tentu saja awalnya tidak berhasil. Namun setelah berjalan beberapa hari, entah apa yang terjadi, pria bernama Caesar ini datang menemuiku dan menerima tawaranku.

Awalnya tidak berjalan dengan baik karena hubungan kami hanya sebagai rekan balas dendam yang saling memanfaatkan satu sama lain. Namun entah sejak kapan, pria ini menjadi begitu lengket padaku?

"Di rumah sakit? Haruskah aku pergi ke sana?" Tanyanya terdengar khawatir.

"Tidak perlu, aku dalam perjalanan pulang."

"Di mana? Biar aku jemput."

"Sudah ku bilang tidak perlu."

"Tapi—aku ingin bertemu denganmu. Sudah tiga hari kita tidak bertemu kan? Aku—"

"Merindukanku?"

"Be—benar, uhuk itu benar." Jawabnya terjeda dengan suara batuk yang dibuat-buat, terdengar menggemaskan bukan?

Padahal sebelumnya kamu sangat dingin, menyetujui tawaranku saja sepertinya terpaksa karena kamu hanya menginginkan bantuan dariku untuk balas dendam mu.

.

.

.

To be continued...

Terpopuler

Comments

🌺Fhatt Trah🌺

🌺Fhatt Trah🌺

Holaaa🖐️ aku datang di karya kerenmu ini. Langsung aku tap ❤️ ya.
Semangat buat auhornya.

2023-06-12

1

Lea

Lea

anj

2023-06-01

9

𝐋𝐀💤𝐘

𝐋𝐀💤𝐘

Laki d*jal emang

2023-06-01

13

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!