Episode 01

"Kapan hujannya akan berhenti?" Gumamku memperhatikan derasnya hujan dari dalam mobil.

Kemacetan sore ini juga cukup padat karena hujannya yang begitu deras, dalam kondisi cuaca yang seperti ini memang berbahaya untuk berkendara. Tapi aku tidak ingin menahan perasaan rinduku terlalu lama, jadi aku memutuskan untuk pergi mengemudi menuju kediaman Vino tunanganku.

Meski dia melarang ku untuk datang karena khawatir dengan hujan yang begitu deras, aku diam-diam pergi tanpa sepengetahuannya dengan pikiran dia akan terkejut jika melihatku di depan pintu rumahnya. Akan selucu apa ekspresinya nanti? Itulah yang ku pikirkan sepanjang jalan dengan penuh perasaan. Tanpa tau apa yang akan terjadi.

Setelah melewati kemacetan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya aku sampai di tempat tujuanku setelah hari benar-benar gelap.

Tanpa membuang banyak waktu lagi, aku bergegas turun dari dalam mobilku dan berlari menuju pintu rumah Vino. Mengetuknya dengan perasaan riang seperti orang bodoh.

Lama tak kunjung dibukakan pintu, aku berinisiatif untuk membuka pintu itu sendiri dengan kunci rumah yang sudah diduplikat oleh Vino, kunci duplikat itu sengaja diberikan olehnya padaku supaya aku bisa datang ke rumahnya kapanpun.

Namun, saat aku memasukan kunci rumah itu dan berniat untuk membuka kuncinya, tiba-tiba saja pintu rumah Vino sedikit terbuka karena dorongan tanganku, pintunya tidak terkunci?

"Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan sampai lupa mengunci pintu?" Gumamku tak habis pikir sambil membuka pintu rumah Vino dan masuk ke dalam tanpa permisi.

"Padahal akan jauh lebih baik jika Vino membukakan pintu untuk ku." Lanjutku segera menutup pintu rumahnya dan ku lihat sepasang heels cantik berwarna merah didekat sepatu familiar yang sangat ku kenali, sepatu siapa? Tentu saja sepatu milik Vino tunanganku.

Heels? Itu ... siapa yang bertamu?

"Sayang siapa yang datang?" Teriak ku sambil berlari kecil menuju ruang tamu. Ku lihat tidak ada siapapun di sana, "aneh, kenapa tidak ada siapapun?" Lanjutku merasa heran dengan situasi hening di dalam rumah Vino.

Apa di ruang kerja Vino ya?

Dengan cepat aku pergi ke ruang kerja Vino bersama suara hujan yang kembali berjatuhan setelah sempat mereda barang sesaat.

"Sayang?" Masih tidak ada jawaban, mungkin karena suara hujan jadi suaraku tidak terdengar. Begitulah pikirku sebelum sampai di ruang kerja Vino. Dan pikiranku berubah saat tidak menemukan siapapun di ruang kerja Vino, bersamaan dengan itu suara petir berhasil mengejutkanku. Mengubah perasaan gembiraku untuk bertemu dengan Vino.

Ada apa ini? Perasaan janggal apa yang ku rasakan ini? Batinku sambil merasakan degupan jantungku yang mulai berpacu. Berusaha untuk menepis rasa curiga ku pada sepasang heels yang ku lihat di depan pintu. Memperburuk perasaanku.

"Sayang ... aku hng itu ...,"

Samar-samar aku mendengar suara perempuan dari dalam kamar Vino yang berada tepat di samping ruang kerjanya, dengan ragu aku mencoba untuk pergi ke sana sambil menepis semua pikiran buruk ku yang tidak ingin berpikiran buruk tentang tunanganku.

"Ku mohon hentikan, aku lelah." Suara familiar itu semakin jelas terdengar ditelingaku.

"Benarkah? Tapi wajahmu mengatakan sebaliknya."

"Tidak, uh itu ... Vino—"

"Kau bilang apa?"

"Tidak uhm ... ah sayang."

"Apa yang mereka lakukan?" Gumamku ketika mendengar suara des*han perempuan dari balik pintu dihadapan ku. Dengan tubuh gemetar ku buka pintu kamar Vino, sontak membuatku terkejut setengah mati saat melihat pemandangan tak mengenakan dihadapan ku.

Ku lihat Vino dan perempuan itu juga terkejut dengan kehadiranku, dengan cepat perempuan itu menarik selimut didekatnya dan membungkus tubuh telanjangnya dengan selimut itu. Sedangkan Vino, pria itu segera meraih piyamanya untuk menutupi tubuh telanjangnya dan berdiri membelakangiku disamping tempat tidurnya.

"Ini ... apa yang—" Tuturku terhenti saat pandanganku terfokus pada sosok perempuan di tempat tidur. Berusaha memastikan penglihatan ku akan sosok perempuan yang begitu ku kenali, siapa? Perempuan itu tidak lain adalah Gina sahabat baik ku.

"Hah~ menyebalkan. Kenapa kau datang di saat seperti ini?" Tanya Vino membuatku terkejut. Bagaimana bisa dia terlihat seperti orang tak bersalah dihadapan ku sekarang? Padahal dia tertangkap basah sedang melakukan hal terlarang bersama Gina sahabat ku.

"Kamu dan Gina? Kenapa kalian melakukan ini dibelakangku?" Tanyaku bersama tumpahnya air mata yang tak bisa ku bendung lagi saat merasakan sakit jauh di dalam hatiku. Sedangkan Vino, laki-laki itu mulai mendekat ke arahku.

"Kamu tidak lupa kan? Sebentar lagi kita akan menikah, tapi kamu dan Gina—" Lanjutku terhenti saat mendengar helaan napas yang keluar dari mulut Vino. Bahkan ekspresi dinginnya membuatku terkejut karena selama ini pria yang ku anggap baik ini tidak pernah menunjukan ekspresi dingin itu untuk ku.

"Aku lelah terus berpura-pura mencintaimu Lifi, biar ku beritahu kalau aku—"

"Kau berpura-pura?" Tanyaku tak bisa menghentikan tangisku, membuat suaraku bergetar hebat. Bagaimana bisa dia berpura-pura mencintaiku setelah menjalin hubungan selama ini denganku, bahkan yang mengajak aku menikah duluan adalah dia bukan aku. Tapi kenapa dia juga yang mengkhianatiku?

"Vino?" Suara Gina berhasil membuat darahku memanas, ku lihat dia sudah berdiri disamping Vino dengan selimut yang masih menutupi tubuhnya.

"Kau! Semua ini, sebenarnya kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Bukankah aku ini sahabatmu? Kenapa harus Vino?" Ucapku sambil mengguncang tubuh Gina dengan seluruh kekuatanku, menuntut penjelasan darinya.

"Karena aku mencintainya dan Vino juga mencintaiku, apalagi?" Tuturnya berusaha melepaskan kedua tanganku dari bahunya. Namun tidak ku biarkan semudah itu, karena saat ini emosiku berada di luar kendaliku. Rasanya aku mau gila.

"Kau serius mengatakannya? Kenapa? Sejak kapan? Kamu tau kan aku dan Vino sudah bertunangan, kamu bahkan menjadi orang yang ikut berbahagia bersamaku dihari itu. Jadi kenapa? Kenapa kamu harus melakukan ini dibelakangku? Kenapa kalian mengkhianatiku? Kenapa?" Tanyaku lagi bersama buliran air mata yang terus berjatuhan dari mataku, bahkan tanpa sadar cengkraman tanganku semakin menguat mencengkeram kedua bahu perempuan dihadapan ku, perempuan yang tidak pernah ku pikir dia akan melakukan hal sejahat ini padaku. Dan dia tidak mengatakan apapun, hanya memasang ekspresi menahan sakit akibat cengkraman ku.

"Apa yang kau lakukan? Sudah cukup Lifi, cepat lepaskan dia!" Seru Vino menjauhkan ku dari Gina saat dia berhasil melepaskan tanganku dengan paksa dari perempuan itu.

"Sebenarnya ... apa yang kalian pikirkan?" Teriak ku benar-benar marah, kali ini aku mencengkeram tangan Vino dengan kuat. Menatapnya dalam-dalam, berusaha mencari jawaban disana. Tapi tidak ku temukan, mata itu, mata yang seharusnya menunjukan perasaan cinta padaku kini metapku dengan dingin.

"Jahat! Kamu, bahkan kamu Gina. Dari sekian banyak laki-laki, kenapa kamu harus melakukannya dengan Vino?" Lanjutku kembali mengguncang tubuh perempuan itu.

"Cukup Lifi!" Bentak Vino sambil menarik tangan kiriku dengan paksa, membuatku melepaskan lagi cengkraman tanganku dari Gina. Dan setelahnya aku merasakan tamparan keras di wajahku. Tamparan yang menyadarkan diriku akan sosok Vino yang sebenarnya tidak pernah mencintaiku.

"Kau? Menamparku? Serius?" Gumamku menatap nanar sosok Vino, berharap dia akan mengatakan tidak sengaja. Tapi itu mustahil kan? Mana ada orang yang tidak sengaja menampar orang lain setelah membalikan tubuh orang itu untuk mendapatkan posisi yang pas saat menampar.

"Sayang?" Bisik perempuan itu mengintip dari balik punggung Vino. Dengan samar aku melihat senyuman tipis yang terlihat licik terukir di wajah Gina sahabatku itu.

Rasanya aku seperti sedang di permalukan oleh perempuan itu, padahal aku tidak melakukan hal memalukan seperti yang sudah dia lakukan. Tapi dengan sikap Vino yang lebih memihak Gina daripada aku sebagai calon istrinya, tentu saja itu menjadi kemenangan besar bagi perempuan itu.

Tatapannya melihatku seperti mengatakan "lihatlah! Kau tidak ada apa-apanya di mata Vino."

"Kau tidak suka aku melakukan hal ini dibelakangmu kan?" Tanya Vino tiba-tiba, membuatku menatap tajam manik hitamnya. Mengalihkan perhatianku dari sosok Gina yang bersembunyi dibelakangnya.

"Tentu saja."

"Kalau begitu biar ku lakukan dihadapanmu." Ucapnya segera menarik perempuan dibelakangnya dan mencium bibir perempuan itu dengan penuh perasaan, membuat lubang dihatiku semakin membesar. Pria itu—Vino, dia benar-benar sudah gila!

Dalam ketidakberdayaan dan rasa sakit yang ku terima, aku hanya bisa melihat sosok Vino yang melirik ku dengan dingin sebelum terhayut dalam kegiatannya, menikmati ciuman panas dengan sahabatku yang tidak memikirkan perasaanku sedikitpun. Dan tanpa tau malunya dia juga membalas perbuatan Vino tanpa memperdulikan kehadiran ku.

Ku gigit bibir bawahku tanpa sadar sambil mengepalkan kedua telapak tanganku, menahan semua perasaan kesal, sakit dan marah yang sudah mencapai puncaknya.

"Ayo batalkan pernikahannya, tidak! Kita batalkan pernikahannya." Ucapku kemudian setelah mengambil foto mereka yang tidak mereka sadari saking terhanyutnya dalam permainan panas mereka.

Mereka yang baru selesai dengan kegiatan menjijikan itu membuatku mual dan bergegas pergi dari sana.

"Sial!" Umpatku merasakan denyutan hebat di kepalaku, apalagi saat aku mengingat betapa bodohnya aku hari ini. Berniat mengejutkannya, malah aku yang dibuat terkejut olehnya.

Berpura-pura mencintaiku ya? Kenapa?

.

.

.

To be continued...

Terpopuler

Comments

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

Fhatt Trah (fb : Fhatt Trah)

Lanjut👍👍👍

2023-06-12

0

𝐋𝐀💤𝐘

𝐋𝐀💤𝐘

Bgst

2023-06-04

3

𝐋𝐀💤𝐘

𝐋𝐀💤𝐘

Harusnya jangan dicengkram doang tangannya, tampol aja tampol😭

2023-06-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!