" Pa ..." Shireen menatap Arkhan berharap penjelasan yang sesungguhnya.
"Ini, hanya sekedar kesalahpahaman diantara kami berdua. Percayalah ..."
"Mama-mu, hanya sedang merindukan Abang. Itu saja. Sebaiknya kau hibur dia, lalu ajak shopping, ke salon atau apa saja. Gunakan ini." Arkhan, menyerahkan kartu hitam yang diketahui memiliki limit tanpa batas itu. Namun, apa yang ia lakukan ternyata di ketahui oleh, Kazenia.
"Aku tidak butuh materi mu. Ambil lagi kartu itu!"
Arkhan, tetap menyerahkan kartu di genggaman tangan putrinya yang cantik. Ia memilih meninggalkan istrinya daripada mereka berdebat. Arkhan tau, jika menangani wanita yang sedang emosi itu hanya akan membuang waktu. Maka, ia akan membiarkan, Kazenia membaik dengan sendirinya.
Ia tidak akan lemah hanya karena air mata. Keputusannya tetap tidak dapat di ganggu gugat apalagi di rubah. Tanpa Kazenia tau, selama lima tahun ini Arkhan selalu mencari putra mereka.
_____________
"Kakak!"
"Adam!" panggil Zahra senang kala melihat sang adik menunggu kedatangannya. Namun, tatapannya berubah sendu kala melihat kesedihan di wajah Adam dari dekat.
"Bunda--"
Zahra pun langsung berlari ke dalam rumahnya.
"Ayah ... Bunda. ..!"
Umar yang tengah menyuapi sang istri dengan air hangat seketika menoleh mendengar suara yang sangat ia kenali itu.
"Putri, Ayah!"
Zahra yang telah berada di dalam rumahnya, seketika menghambur mendekat dan memeluk tubuh lemah sang ayah. Semenjak kecelakaan beberapa tahun lalu itu. Umar tak lagi nampak gagah seperti dulu.
Lalu, Zahra juga menghampiri sosok wanita yang telah melahirkannya dua puluh dua tahun yang lalu. Mantan primadona kampung itu kini terbaring lesu dan pucat di atas kasur busa yang sudah tipis.
"Kakak," lirih, Maryam lemah dan parau.
"Iya, Nda. Kakak pulang. Bunda kenapa bisa sakit kayak gini?" tanya, Zahra lirih sambil menggenggam telapak tangannya, Maryam yang sangat panas.
"Kenapa, Kakak pulang, emang gak kerja?" tanya Maryam dengan nada lemah, di saat sakit begini dirinya masih sempat memikirkan pekerjaan sang anak gadis.
"Kakak udah izin, Nda," jawab, Zahra. Anak gadis pertama, Umar dan Maryam yang terpaksa ia relakan jauh karena keadaannya yang tidak bisa maksimal lagi dalam mencari nafkah.
Zahra, menatap sang ayah dan bundanya bergantian. Tatapan itu terlihat begitu sendu dan khawatir.
"Lho kok gitu ...?"
"Udah, Bunda gak usah mikirin kerjaan, Kakak, sekarang kita periksa ke dokter ya, ke klinik di depan," ajak, Zahra, pelan sambil berusaha membujuk sang bunda tercinta.
"Gak usah, Kak, Bunda--"
"Tidak ada penolakan, kita periksa sekarang, oke!" titah, Zahra mencoba tegas karena, Maryam bersikeras. Walaupun begitu, hatinya mana mungkin tega melihat wajah sang bunda yang pucat, serta tubuhnya yang lemah, terlebih lagi dengan keadaan demam tinggi.
Akhirnya, mau tak mau Maryam pun mengangguk juga.
"Sekarang kita bawa, Bunda ke klinik, ya, Yah, biar diperiksa. Jadi, nanti kita tau penyakitnya itu apa?" Zahra berkata seraya melihat sang ayah dan bundanya secara bergantian.
"Tuh, Nda, denger apa kata, Kakak," bujuk Umar lembut kepada istrinya.
"Iya, tapi mau gimana perginya? Bunda udah gak kuat jalan," jawab, Maryam dengan nada suara lemah.
"Ayah masih kuat kok, gendong Bunda sampe depan gang," celetuk Umar. Tentu saja hal itu langsung di sambut gelengan kepala oleh Maryam.
"Gak mau, nanti aku jatuh gimana. Pinggangmu juga kan belum sembuh total, Yah!" tolak Maryam yang mencoba bangun tapi kembali terjatuh di bantal.
"Zahra pesankan taksi online dulu. Nanti, kita papah bareng-bareng ke depan. Bunda tenang aja ya."
Adam tak jadi memanggil tetangga mereka. Karena, Maryam kembali mencoba berdiri dan berhasil. Wanita itu, berusaha menguatkan dirinya agar tidak terlalu menyusahkan keluarga kecilnya ini.
Zahra akhirnya berhasil membawa sang bunda ke klinik. Ia memeriksa dompetnya, dan hal itu tentu saja membuatnya menghela napas panjang. Ia harap biaya pengobatannya tak terlalu besar. Dan bunda, tak perlu di rujuk ke rumah sakit.
Sementara itu, di lokasi yang berbeda.
Ghazali, nampak sedang asik bertengger santai di atas motornya, dimana ia sengaja mangkal dipinggir trotoar pusat perbelanjaan. Sesekali, ia terlihat mengunyah makanan yang di ambil dari dalam kantong kresek transparan.
Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, seperti mencari sesuatu dengan mulut yang meringis. Tak lama, ia pun menemukan apa yang ia cari, Ghazali pun segera menghampiri tukang kopi yang juga mangkal tak jauh darinya.
Pemuda tampan yang tertutup dengan gayanya yang asal-asalan itu, kemudian mengambil sebotol air mineral dan meneguknya hingga setengah botol.
"Huh,"desahnya, sambil menyeka peluh yang membanjiri pelipisnya.
" Pedes banget, ini rawit kayak mulut netizen. Bikin mata melek," ocehnya sendirian.
Setelah membayar minumannya, Ghazali berbalik ke tempat di mana si Komet di parkir.
" Mana orderannya ini Met? Padahal, elu harus ganti oli juga. Udah abis gorengan ceban, hape masih anteng aja," gerutu, pemuda tampan tapi dekil ini sambil mengelap body depan motor kesayangannya itu dengan kanebo lembab.
TUK
Sebuah benda kecil tiba-tiba terjatuh tepat mengenai kepala Ghazali yang tidak tertutup helm itu.
"Aww! " pekiknya. Pria berwajah tampan itu berteriak lalu menengok ke atas sambil mengelus-elus kepalanya. Sekali lagi ia mendongak ke arah pohon besar yang berdaun rimbun itu.
Memang pohon tua yang tumbuh di pinggir jalan seperti ini sudah langka, apalagi di kota besar.
Sudah habis di tebang oleh pihak kerapihan dan tata ruang kota.
Alasannya, karena sudah tua, dan takut menimpa kendaraan atau orang yang lewat di trotoar ketika hujan deras atau angin kencang.
"Baru ngeluh dikit, udah kena teguran,"ringis Ghazali sambil menyisir rambutnya yang ikal menggunakan jari tangan, kemudian kembali mengenakan helm berwarna hijau muda.
" Sabar, Met. Gua yakin, bakalan ada rejeki buat beliin lu oli baru," ucapnya pada kendaraan roda dua yang hanya bisa diam mematung, tanpa tanggapan. Sebanyak apapun sang empunya mengoceh, benda mati tersebut tetap membatu.
"Pindah ke toko depan aja ah ... siapa tau ada yang nyangkut tuh orderan." Ghazali langsung menyalakan mesin motor tua kesayangannya itu, dan berlalu.
Disaat yang bersamaan, terlihat seorang perempuan muda yang menjerit di samping sebuah mobil minibus berwarna silver.
Ghazali yang kebetulan melihat kejadian itu dan cukup dekat dengan lokasi, segera mematikan mesin motornya, dan menepikannya di sembarang tempat. Kemudian dia bersembunyi di balik salah satu mobil yang terparkir di sana.
Terlihat seorang laki-laki berpakaian preman berlari kencang, Ghazali yang melihat laki-laki itu berlari ke arah ia sembunyi pun, mulai melaksanakan aksinya.
Ketika laki-laki itu semakin mendekat, Ghazali menjulurkan salah satu kakinya, kemudian ...
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Praised94
terima kasih.
2024-01-19
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
waktunya beraksi ni Ghazali demi kemanusiaan 💪
2023-01-04
2