25 tahun yang lalu.
''Naura, sayang. Putri ibu, sini Nak.'' Pinta Jasmine terisak dan mengusap wajah cantiknya dengan jilbab berwarna merah yang dipakainya.
''Bu ...? kenapa semua baju Naura di masukin ke dalam tas, emangnya kita mau kemana?'' tanya Naura tidak tahan lagi untuk tidak bertanya.
''Hmm ... Sayang, bukan kita tapi kamu, besok akan ada yang menjemput kamu ke sini, mereka Om sama Tante jauh kamu,'' lirih Jasmine dengan air mata yang terus berjatuhan membasahi wajah anggunnya.
Naura yang sama sekali tidak mengerti hanya bisa tersenyum senang. Dia mengira bahwa dirinya akan pergi berlibur dengan kedua orang tuanya.
''Hmm ... Asik ... kita berlibur, ya udah pakaian Papa sama ibu beresin juga, ko cuma baju aku aja yang dimasukin.''
Gabriel yang sudah tidak tahan lagi harus menahan kesedihan di dalam hatinya menghentikan gerakan tangannya. Dia menatap putri yang sudah dia rawat dari semenjak Naura masih bayi dengan tatapan sayu, dia pun menghampiri putrinya lalu memeluknya erat.
''Naura, sayang. Putriku ... hiks hiks hiks ...'' Gabriel benar-benar tidak bisa lagi membendung kesedihan yang membuat dadanya terasa sesak kini.
''Papa ... Kenapa Papa menangis, ada apa? apa Naura nakal? Naura janji akan jadi anak yang baik, asal Papa jangan nangis kayak gini, Naura sedih kalau liat Papa nangis,'' tangan kecil Naura melingkar sempurna di pinggang sang ayah.
''Nggak ko, sayang. Kamu gak nakal sama sekali, kamu baik, selalu baik. Papa hanya mau bilang sama kamu, besok Om dan Tante kamu akan jemput kamu ke sini, tapi hanya kamu yang ikut Papa sama ibu gak ikut, ya. Tapi nanti Papa janji akan sering-sering jengukin kamu ke sana, Papa janji, sayang,'' lirih Gabriel tangisnya semakin pecah seketika.
''Apa ...? Maksud papa gimana? jadi kita bukan berlibur bersama? hanya aku aja yang pergi? hiks hiks hiks! Aku gak mau, Pah! Kalau aku nakal aku minta maaf, aku janji akan jadi anak yang lebih baik lagi, tapi Papa sama ibu jangan usir aku dari sini, aku gak mau tinggal sama orang yang sama sekali tidak aku kenal, aku mohon, Pah. Hiks hiks hiks!'' Tangis Naura terdengar pilu.
''Sayang, putri cantik Papa. Kami tidak mengusir kamu, Nak dan kamu juga tidak nakal kamu selalu menjadi akan yang baik, hanya saja-'' Gabriel tidak kuasa untuk meneruskan ucapannya.
''Hanya saja- apa, Pah? kenapa gak di terusin ngomongnya? pokoknya aku gak mau. GAK MAU, TITIK!'' Naura berteriak lalu berlari keluar dari dalam kamar.
Jasmine yang menyaksikan hal itu segera berlari mengejar Naura dengan perasaan hancur sebenarnya. Sebagai seorang ibu tentu saja dia merasa sangat terluka dan dia pun tidak menginginkan perpisahan ini sebenarnya. Jasmine berdiri tepat di depan pintu kamar dimana Naura mengunci diri saat ini lalu mengetuk pintu.
Tok ... Tok ... Tok ...
''Naura, putri ibu ... hiks hiks hiks ...''
''Naura benci sama ibu, sama Papah juga. Naura benci kalian ...'' teriak Naura dari dalam sana.
''Sayang buka pintunya, Nak. Kami sayang kamu, Naura. Kami tidak bermaksud membuang kamu, ini hanya sementara, kami janji akan jemput lagi nanti sayang.'' Jasmine tidak menyerah, meski dadanya terasa sesak kini, bahkan air matanya pun tidak berhenti berlinang.
Berat bagi Jasmine untuk melepas gadis kecil bernama Naura itu sebenarnya, gadis lucu dan baik hati yang sudah dia anggap seperti putri kandung sendiri. Dada wanita berhijab itu terasa sesak kini, dia bahkan berkali-kali mengusap wajah dengan hijab panjangnya, membersikan air mata yang masih saja berjatuhan dengan begitu derasnya. Jasmine pun memundurkan langkahnya, berbalik lalu berjalan menghampiri sang suami yang masih berada di dalam kamarnya.
''Mas, kita harus bicara?'' pinta Jasmine menatap wajah Gabriel dengan tatapan tajam.
''Saya tau apa yang ingin kamu bicarakan.''
''Lalu?''
''Saya gak punya pilihan lain lagi, sayang. Mereka akan menuntut saya jika saya tidak mengembalikan Naura kepada mereka, mereka saudara kandung Naura, sementara saya ... Saya hanyalah ayah angkat, dan saya sama sekali tidak punya dokumen resmi pengangkatan anak, dan itu yang membuat saya terpaksa melakukan hal ini,'' jawab Gabriel menahan rasa getir sebenarnya.
''Tapi, Mas. Apa gak ada cara lain agar Naura bisa tetap bersama kita?''
''Gak ada, Jasmine. Hanya ini satu-satunya cara. Walaupun saya tidak menyerahkan dia, mereka akan tetap mengambil putri kita secara paksa, dan itu akan lebih menyakitkan lagi bagi Naura. Kamu tau, saya sayang sama dia melebihi apapun saya pun berat melakukan ini sebenarnya. Saya gak sanggup untuk berpisah dari dia. Hati saya sakit Jasmine, tapi saya juga tidak ada pilihan lain lagi hiks hiks hiks ...'' lirih Gabriel menangis sesenggukan.
Jasmine yang menyaksikan hal itu segera memeluk tubuh suaminya, dia mengerti lebih dari siapapun bagaimana perasaan suaminya itu. Betapa sang suami sangat menyayangi Naura lebih dari apapun, dan saat ini Jasmine tau betul bahwa hati seorang Gabriel pasti sangat terpuruk karena harus berpisah dengan putri kesayangannya itu. Gabriel menangis sesenggukan di dalam pukulan sang istri kini.
***
Keesokan harinya.
Pagi hari, Naura sudah berpakaian rapi. Dia sudah siap untuk di jemput oleh orang asing yang harus dia panggil dengan sebutan Om dan Tante. Naura terpaksa mengikuti keinginan ayah dan ibunya karena tidak ingin melihat kedua orang tuanya itu bersedih.
Mobil mewah nampak melipir di tepi jalan, dan sepasang suami-istri pun keluar dari dalam mobil. Gabriel menatap wajah putri kesayangannya itu untuk terkahir kalinya, sebisa mungkin dia mencoba untuk menahan tangis yang sebenarnya terasa akan meledak membuat dadanya terasa sesak.
''Sa-yang ... Putri Papa. Maafin Papa, Nak. Papa janji akan jemput kamu nanti, kamu anak yang baik, kamu anak yang Soleh, gak boleh nakal. Kamu harus nurut sama Om dan Tante kamu it ya,'' lirih Gabriel dadanya terasa semakin sesak.
''Iya, Pah. Janji bakalan jemput aku, ya. Kalau tidak, aku bakalan beneran marah sama Papa, aku tunggu besok ya, aku gak mau lama-lama tinggal di sana, hiks hiks hiks ...'' rengek Naura menangis lalu memeluk tubuh sang ayah.
''Iya, sayang. Papa sayang sama kamu, Nak. Putriku ...'' Gabriel balas memeluk tubuh mungil putrinya.
'Maafin papa, Nak. Maafin Papa ...' ( Batin Gabriel )
Jasmine yang juga berada di sana untuk melepaskan kepergian sang putri pun tidak sanggup lagi untuk mengatakan sepatah katapun. Dia hanya bisa memeluk tubuh mungil Naura, matanya yang nampak memerah juga membengkak menandakan bahwa dia telah menangis semalam.
Maurin dan juga sang suami akhirnya sampai di depan pintu. Mereka menghampiri Naura dengan tersenyum ramah kepadanya. Hati Maurin benar-benar merasa senang karena akhirnya dia bisa menemukan keponakan satu-satunya yang selama ini dia cari.
''Halo, sayang. Kenalin ini Tante Maurin, kamu masih ingat sama Tante? kita pernah ketemu satu kali di rumah sakit?''
Naura hanya terdiam.
''Kita langsung berangkat aja, ya. Nanti kemalaman di jalan lho.'' Pinta Richard tanpa memikirkan perasaan kedua orang tua angkat Naura dan tanpa mengatakan apapun lagi, Naura pun di bawa begitu saja oleh mereka.
''Papa, hiks hiks hiks ...!'' lirih Naura, saat tubuhnya di gendong oleh Maurin.
Gabriel tidak bisa berbuat apapun, kini dia menunduk menatap lantai berwarna putih yang terasa begitu dingin menyentuh lututnya. Sampai akhirnya, Naura yang saat ini terus menangis seraya memanggil namanya pun mulai dimasukan ke dalam mobil dan mobil pun seketika dinyalakan lalu perlahan mulai berjalan pelan.
Gabtiel yang menyadari hal itu segera berlari mengejar mobil yang perlahan meninggalkan tepi jalan itu, dia mengetuk pintu mobil meskipun mobil tersebut tidak berhenti sedikitpun dengan perasaan hancur dan hati yang sangat terluka tentu saja.
''Naura ... Naura sayang, jangan pergi, Nak. Maafkan Papa, jangan tinggalin Papa, Nak!'' teriak Gabriel dengan kaki yang terus berlari agar bisa terus seiiringan dengan mobil yang perlahan mulai mempercepat lajunya.
Naura yang berada di dalam sana pun hanya bisa menangis sesenggukan seraya memanggil nama ayahny. Hati seorang Naura begitu sangat terluka melihat sang ayah berlari mengejar mobil yang ditumpanginya kini.
''Papa! hiks hiks hiks!''
Terdengar suara kecil sang putri menangis histeris di dalam mobil dan hal itu membuat Gabriel semakin merasa terluka. Sampai akhirnya, kaki Gabriel pun tidak mampu lagi mengimbangi laju mobil dan mobil tersebut benar-benar meninggalkan dirinya kini. Namun, dia sama sekali tidak menyerah kakinya terus berlari secepat mungkin meskipun dia tahu betul mustahil baginya untuk mengejar mobil tersebut.
''NAUARAAAAA ... HIKS HIKS HIKS!'' teriak Gabriel.
Bruk ...
Tubuhnya pun ambruk tepat di tengah jalan dengan hati dan perasaan hancur, jiwa seorang Gabriel benar-benar merasa terguncang. Naura, putri yang telah dia besarkan dengan penuh kasih sayang layaknya putri kandung sendiri kini telah benar-benar pergi meninggalkan dirinya.
''Haaaaaa ... Naura ... Putriku, jangan pergi sayaaaaang ... Maafin Papa, Nak. Haaaaaaaa!'' teriak Gabriel menangis sesenggukan tepat di tengah jalan.
Flash back and.
*****
Untuk kalian yang penasaran kisah lengkapnya silahkan intip, "Tobatnya sang Mafia." Season 1 ya. Babnya gak panjang ko, cuma 59 bab aja. Terima kasih Reader.❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻🍾⃝ͩʟᷞᴀᷴʟᷡᴀᷲɴιиɑ͜͡✦
kasian banget Naura nya kamu yang kuhuat yaw 🦭
2023-01-08
0
🌈 єνιʝυℓιє ♓ℹ️🅰🌴
terpaksa d pisahkan y thor
2023-01-08
0
"lalu memeluknya erat" 🙏
2023-01-08
0